Film Lima Tak Pengaruh Pembatasan Usia
A
A
A
JAKARTA - Seiring dengan pembatasan usia di bawah 17 tahun yang diberikan LSF kepada film Lima, justru membuat antusias penonton semakin besar. Banyak kalangan penasaran dengan film yang mengangkat kebhinekaan ini.
Masyarakat pecinta film yang juga semakin mencintai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia meyakini bahwa film arahan Lola Amaria itu memberikan tuntunan dan pesan positif, khususnya terkait kebhinekaan yang ada dalam Pancasila.
Kelompok nonton bareng (nobar) seperti, Satu Indonesia Komunitas Perempuan Berkebaya, Komunitas Cinta Berkain, SMA Gonzaga,Ibu-ibu Kadin, Ibu-ibu CIRI, HIPMI, Gerakan Wadiyabala Jokowi, Alumni UI,Tokoh Lintas agama, GP Ansor, Ibu-ibu Bhayangkari, Menku dan jajarannya serta banyak komunitas lain yang nobar di bioskop.
Secara umum, penonton mengapresiasi film tersebut yang memberikan nilai-nilai keberagaman dan pemahaman tentang toleransi dalam beragama dan dalam kehidupan.
"Ini film baik dan sangat bagus. Sangat layak ditonton oleh anak-anak remaja dan juga usia perkembangan. Saya rasa anak sekolah dasar 13 tahun keatas akan dengan baik menerima dan memahaminya. Tidak ada yang salah di film ini," kata musisi Purwacaraka di bioskop.
"Film ini mengajarkan toleransi antar beragama dan berbangsa serta berkehidupan dengan sangat baik. Kita semua dalam persatuan Indonesia," tambah Irwan, salah satu penonton XXI Epicentrum Jakarta.
Lola Amaria selaku produser dan salah satu sutradara dari 5 sutradara di film itu mengaku respon masyarakat terhadap film Lima membuktikan bahwa film yang digarapnya itu tidak menyimpang dan sangat mendidik akan nilai Pancasila.
"Saya dan tim mendapat laporan di berbagai bioskop Tanah Air yang nobar film Lima. Saya berharap ini akan terjadi seterusnya dan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat luas," harap Lola.
Masyarakat pecinta film yang juga semakin mencintai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia meyakini bahwa film arahan Lola Amaria itu memberikan tuntunan dan pesan positif, khususnya terkait kebhinekaan yang ada dalam Pancasila.
Kelompok nonton bareng (nobar) seperti, Satu Indonesia Komunitas Perempuan Berkebaya, Komunitas Cinta Berkain, SMA Gonzaga,Ibu-ibu Kadin, Ibu-ibu CIRI, HIPMI, Gerakan Wadiyabala Jokowi, Alumni UI,Tokoh Lintas agama, GP Ansor, Ibu-ibu Bhayangkari, Menku dan jajarannya serta banyak komunitas lain yang nobar di bioskop.
Secara umum, penonton mengapresiasi film tersebut yang memberikan nilai-nilai keberagaman dan pemahaman tentang toleransi dalam beragama dan dalam kehidupan.
"Ini film baik dan sangat bagus. Sangat layak ditonton oleh anak-anak remaja dan juga usia perkembangan. Saya rasa anak sekolah dasar 13 tahun keatas akan dengan baik menerima dan memahaminya. Tidak ada yang salah di film ini," kata musisi Purwacaraka di bioskop.
"Film ini mengajarkan toleransi antar beragama dan berbangsa serta berkehidupan dengan sangat baik. Kita semua dalam persatuan Indonesia," tambah Irwan, salah satu penonton XXI Epicentrum Jakarta.
Lola Amaria selaku produser dan salah satu sutradara dari 5 sutradara di film itu mengaku respon masyarakat terhadap film Lima membuktikan bahwa film yang digarapnya itu tidak menyimpang dan sangat mendidik akan nilai Pancasila.
"Saya dan tim mendapat laporan di berbagai bioskop Tanah Air yang nobar film Lima. Saya berharap ini akan terjadi seterusnya dan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat luas," harap Lola.
(tdy)