Warisan Budaya yang Fenomenal

Minggu, 22 Juli 2018 - 08:46 WIB
Warisan Budaya yang Fenomenal
Warisan Budaya yang Fenomenal
A A A
JAKARTA - Warisan budaya tak benda yang ditetapkan UNESCO pada 2009 adalah batik. Sejak abad ke-17 batik sudah ada di Indonesia sehingga batik bukan sekadar teknik, tetapi meliputi kekayaan warisan sejarah bangsa Indonesia.

Produk batik juga dianggap tidak lekang oleh waktu dan dapat dipakai siapa pun dalam berbagai jenis barang. Tidak mengherankan jika batik juga menjadi potensi perekonomian.

Herustiati, Asisten Deputi Pemasaran Kementerian Koperasi dan UKM, menjelaskan, produk batik selain memenuhi kebutuhan sandang dalam negeri juga berperan penting dalam menggerakkan perekonomian nasional.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, untuk nilai ekspor kain batik dan produk batik pada 2016 mencapai USD 149,9 juta dengan pasar utamanya Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.

“Pelaku usaha batik di Indonesia didominasi usaha kecil dan menengah (UKM) yang tersebar di 101 sentra. Jumlah tenaga kerja yang terserap di sentra UKM batik pun mencapai 15.000 orang,” papar Heru bangga.

Batik memang telah berkembang menjadi sektor usaha yang ramah lingkungan seiring makin meningkatnya penggunaan zat warna alami pada kain wastra tersebut. Hal ini juga menjadikan batik sebagai produk yang bernilai ekonomi tinggi.

Bahkan pengembangan zat warna alami turut mengurangi importasi zat warna sintetis. Hampir di semua daerah di Indonesia terdapat kerajinan batik yang memiliki motif yang khas sesuai dengan kondisi daerah tersebut. Heru menyebut sentra terbesar perajin batik adalah di Pulau Jawa, antara lain Solo, Yogyakarta, Pekalongan, Cirebon, dan Madura.

Namun bukan tanpa aral batik Indonesia berkembang. Heru menjelaskan, generasi pembatik umumnya sudah berusia relatif lanjut sehingga perlu upaya khusus untuk menggugah minat kalangan muda untuk terjun ke usaha batik. Tantangan lainnya ialah penggunaan teknologi, pemasaran, dan hak atas kekayaan intelektual (HKI) sehingga pemerintah mesti sigap untuk membantu mengembangkan batik lokal.

“Salah satunya mengeluarkan kebijakan yang membantu memperbanyak penggunaan batik di tengah masyarakat di berbagai daerah. Misalnya dengan membuat imbauan agar PNS dapat menggunakan batik lokal pada hari tertentu. Contohnya di Kementerian Koperasi dan UKM, pegawai diwajibkan menggunakan pakaian batik pada hari Rabu-Jumat,” ujar Heru.

Dalam mendukung pengembangan batik nasional, pemerintah telah melakukan berbagai kegiatan strategis, antara lain program peningkatan kompetensi SDM, pengembangan kualitas produk, standardisasi, fasilitasi mesin dan peralatan serta promosi dan pameran.

Pemerintah juga mendorong agar industri batik memanfaatkan berbagai fasilitas pembiayaan seperti KUR, LPEI, dan insentif lain untuk memperkuat struktur modalnya. Sementara itu Kementerian Koperasi dan UKM mengembangkan UKM batik dengan cara memfasilitasi UKM agar ikut kegiatan pameran baik di dalam maupun luar negeri.

“Tidak lupa dengan memudahkan biaya pendaftaran hak cipta dan hak merek bagi karya perajin batik. Juga mengajarkan untuk go online dan berbagai teknik pembatikan,” ucapnya.

Batik bukan hanya sebagai koleksi semata bagi presenter Iwet Ramadan. Sejak 2009 saat batik sempat diakui Malaysia, Iwet tersadar dan mulai ingin mempelajari batik lebih dalam.

Dia menyayangkan orang Indonesia tidak paham dengan apa yang mereka punya sehingga tebersit untuk ikut melestarikan batik. Kain batik memang punya nilai yang sangat tinggi pada masanya, bahkan dijadikan alat tukar. Apalagi dikerjakan oleh seniman batik terkenal seperti Go Tik Swan ataupun Iwan Tirta.

Menurut Iwet, karya legenda batik harus menunggu satu tahun, inden harus bayar uang muka. Mengapa mahal? Sebab detail batik bedabeda. Bila detail lebih kecil, beda pula ukuran cantingnya, bisa 0,1 cm. Membuat batik seperti ini tidak mungkin dikerjakan hanya dalam waktu satu bulan.

Pelestarian batik juga dilakukan para kolektor kain Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan Rumah Pesona Kain (RPK). Organisasi nirlaba untuk pelestarian kain khas Indonesia ini juga membina banyak perajin. Sebab bagi mereka jika hanya melestarikan produknya nanti suatu saat akan mengilang.

“Program kami hulu dan hilir. Untuk hulu memberi pendampingan perajin dalam hal teknik, komposisi motif, pewarna, dan lainnya. Sementara bagian hilir ikut memopulerkan, memasarkan produk perajin.

Caranya dengan ikut pameran, bikin fashion show bekerja sama dengan perancang seperti Oscar Lawalata,” urai Ade Krisnaraga Syarfuan, Sekretaris RPK. RPK memilih membina batik daerah yang kurang dikenal masyarakat seperti batik sidoarjo walaupun kenyataannya dalam sejarah lebih dahulu batik sidoarjo.

Karena orang Madura lebih pandai berniaga sehingga Madura yang lebih populer. “Karena lebih dahulu, batik sidoarjo memiliki motif-motif kuno yang terlebih dahulu ada. Begitu juga dengan batik jambi dan palembang. Kami membina perajin batik dari Jambi yang kalah populer bila dibandingkan dengan perajin Palembang,” sambungnya. (Ananda Naraya)

(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5866 seconds (0.1#10.140)