IDCo Kolaborasikan Barat dan Minang dalam It’s Showtime
A
A
A
Indonesia Dance Company (IDCo) untuk ketiga kalinya akan menggelar sebuah pertunjukkan tarian balet bertajuk It’s Showtime yang akan digelar di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) pada 29-30 September 2018.
Pertunjukan kali ini akan memadukan budaya Barat dan budaya tradisional Minangkabau dengan balutan livemusik di atas panggung. Executive Director yang juga Artistic Director IDCo Claresta Alim menjelaskan pentingnya membawa misi kebudayaan dalam setiap gelaran seni.
Ini menjadi salah satu komitmen IDCo untuk semakin menumbuhkan rasa cinta generasi muda terhadap budaya asli Indonesia. “Tema besarnya adalah It’s Showtime di mana para penari yang unjuk gigi ini mencampurkan banyak unsur tarian mulai dari klasik, kontemporer hingga yang kami sebut tadi, yaitu tradisional dengan mengangkat budaya Sumatera Barat sebagai konsep dasar yang dipilih,” ujar Claresta Alim kepada KORAN SINDO seusai jumpa pers di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) beberapa waktu lalu.
Berbeda dari pertunjukan lalu yang menampilkan alur pada cerita tarian balet ini, pada pertunjukan It’s Showtime dari babak satu ke yang lain tidak ada kaitan. Secara garis besar, pertunjukan kali ini akan mengolaborasikan balet klasik dan beragam koreografi kontemporer.
Pada pertunjukan nanti IDCo menghadirkan tarian asal Minang bernama Indang atau yang biasa dikenal dengan Didin Badindin. Tarian khas pesisir Pariaman Sumatera Barat itu tidak 100% dihadirkan secara tradisi. Menurut Tata—sapaan akrab Claresta—, koreografi yang diadaptasi pihaknya menggabungkan 50% tradisi dan sisanya kontemporer agar lebih berwarna dan penonton tidak jenuh.
“Yang membedakan di pertunjukan tari Indang tahun ini adalah ada live musik yang dihadirkan dari atas panggung. Dan ada live nyanyian yang energik dan biasanya tarian ini dilakukan saat bulan Ramadan di mana anak-anak dikumpulkan untuk menari sebelum sembahyang di masjid sambil menunggu beduk waktu berbuka puasa,” ujarnya.
Nantinya pertunjukan yang rencananya berdurasi sekitar satu jam tersebut akan terdiri atas dua babak. Babak pertama diisi tarian dari variasi balet, sedangkan pada babak kedua lebih pada tarian energik dengan mengangkat unsur kontemporer yang bercampur dengan tradisional.
“Tarian balet yang memukau seperti g iselle, harlequinade, swan lake, nutcracker serta le corsaire akan membuka babak awal, sedangkan tarian yang dikolaborasikan dengan jazz, hip hop, dan musik tradisional akan mewarnai babak kedua dari gelaran tari ini,” sambung Claresta.
Saat previu media pun kepada awak media yang hadir sempat diperlihatkan tarian tersebut. Ada delapan penari perempuan dan laki-laki yang mengenakan pakaian khas Minang dan menari sesuai dengan ritme empat gendang yang dimainkan.
Sementara itu tak bisa dimungkiri memang tak banyak atau bisa dihitung dengan jari sekolah balet di Indonesia yang mampu mendirikan perusahaan profesional dan mampu membawa penari-penarinya ke tingkat internasional.
Berdiri sejak 2016 lalu, Indonesia Dance Company (IDCo) berhasil mengharumkan nama bangsa mulai dari tingkat Asia hingga Amerika Serikat lewat pertunjukan tari yang memasukkan unsur budaya tradisional Indonesia. Di usia yang ketiga ini, IDCo kian digemari generasi muda.
Anggotanya pun bertambah hampir 50%. Claresta Alim menuturkan, bertambahnya jumlah anggota memang menjadi tujuan utama dari IDCo. “Itu untuk meregenerasi balerina-balerina muda. Dan 50% di anggota kami adalah baru, yang paling banyak usia 17-20 tahun,” kata Claresta.
Alumnus New York Joffrey Ballet School ini pun menyebutkan, dengan adanya pertunjukan Itís Showtime, IDCo ingin menjadi rumah bagi balerina dan sekolah-sekolah balet yang ada di Indonesia. “Kalau pergi ke lomba, sekarang balet Indonesia sudah dikenal.
Kompetisi grand prix juga mereka datang ke Indonesia, kita bisa lumayan eksis. Youth American Grand Prix, mereka juga mampir ke Jakarta,” lanjutnya. Sebelumnya para penari IDCo tampil di Polandia pada Mei lalu.
Datang atas undangan untuk menghadiri sebuah festival, IDCo berhasil memboyong tarian Betawi yang dipadukan dengan koreografer kontemporer serta membuat warga negara asing terpukau. “Tahun depan kemungkinan kami ke Peru dan mungkin ke Jerman.
Kita sudah ada delegasi yang jadi tim di satu festival di Peru dan ke Jerman,” tandasnya. Oleh karenanya cucu Marlupi Sijangga, pebalet tersohor dan pendiri Marlupi Dance Academy, ini pun menegaskan bahwa untuk semakin menumbuhkan kecintaan generasi muda terhadap budaya tradisional, perwujudannya adalah lewat pertunjukan seni tari.
“Dalam pertunjukan ini semua orang adalah peran utama karena kami percaya semua orang memegang peranan penting untuk hidup mereka masing-masing untuk memberikan karya terbaiknya. Maka hal itulah yang ingin disampaikan dari serangkaian acara It’s Showtime,” kata Claresta.
Rencananya Indonesia Dance Company akan menggelar konser tarian mereka yang bertajuk It’s Showtime ini. Tiketnya dibanderol pihak penyelenggara dengan harga relatif murah mulai dari Rp150.000 hingga 200.000.
Pertunjukan kali ini akan memadukan budaya Barat dan budaya tradisional Minangkabau dengan balutan livemusik di atas panggung. Executive Director yang juga Artistic Director IDCo Claresta Alim menjelaskan pentingnya membawa misi kebudayaan dalam setiap gelaran seni.
Ini menjadi salah satu komitmen IDCo untuk semakin menumbuhkan rasa cinta generasi muda terhadap budaya asli Indonesia. “Tema besarnya adalah It’s Showtime di mana para penari yang unjuk gigi ini mencampurkan banyak unsur tarian mulai dari klasik, kontemporer hingga yang kami sebut tadi, yaitu tradisional dengan mengangkat budaya Sumatera Barat sebagai konsep dasar yang dipilih,” ujar Claresta Alim kepada KORAN SINDO seusai jumpa pers di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) beberapa waktu lalu.
Berbeda dari pertunjukan lalu yang menampilkan alur pada cerita tarian balet ini, pada pertunjukan It’s Showtime dari babak satu ke yang lain tidak ada kaitan. Secara garis besar, pertunjukan kali ini akan mengolaborasikan balet klasik dan beragam koreografi kontemporer.
Pada pertunjukan nanti IDCo menghadirkan tarian asal Minang bernama Indang atau yang biasa dikenal dengan Didin Badindin. Tarian khas pesisir Pariaman Sumatera Barat itu tidak 100% dihadirkan secara tradisi. Menurut Tata—sapaan akrab Claresta—, koreografi yang diadaptasi pihaknya menggabungkan 50% tradisi dan sisanya kontemporer agar lebih berwarna dan penonton tidak jenuh.
“Yang membedakan di pertunjukan tari Indang tahun ini adalah ada live musik yang dihadirkan dari atas panggung. Dan ada live nyanyian yang energik dan biasanya tarian ini dilakukan saat bulan Ramadan di mana anak-anak dikumpulkan untuk menari sebelum sembahyang di masjid sambil menunggu beduk waktu berbuka puasa,” ujarnya.
Nantinya pertunjukan yang rencananya berdurasi sekitar satu jam tersebut akan terdiri atas dua babak. Babak pertama diisi tarian dari variasi balet, sedangkan pada babak kedua lebih pada tarian energik dengan mengangkat unsur kontemporer yang bercampur dengan tradisional.
“Tarian balet yang memukau seperti g iselle, harlequinade, swan lake, nutcracker serta le corsaire akan membuka babak awal, sedangkan tarian yang dikolaborasikan dengan jazz, hip hop, dan musik tradisional akan mewarnai babak kedua dari gelaran tari ini,” sambung Claresta.
Saat previu media pun kepada awak media yang hadir sempat diperlihatkan tarian tersebut. Ada delapan penari perempuan dan laki-laki yang mengenakan pakaian khas Minang dan menari sesuai dengan ritme empat gendang yang dimainkan.
Sementara itu tak bisa dimungkiri memang tak banyak atau bisa dihitung dengan jari sekolah balet di Indonesia yang mampu mendirikan perusahaan profesional dan mampu membawa penari-penarinya ke tingkat internasional.
Berdiri sejak 2016 lalu, Indonesia Dance Company (IDCo) berhasil mengharumkan nama bangsa mulai dari tingkat Asia hingga Amerika Serikat lewat pertunjukan tari yang memasukkan unsur budaya tradisional Indonesia. Di usia yang ketiga ini, IDCo kian digemari generasi muda.
Anggotanya pun bertambah hampir 50%. Claresta Alim menuturkan, bertambahnya jumlah anggota memang menjadi tujuan utama dari IDCo. “Itu untuk meregenerasi balerina-balerina muda. Dan 50% di anggota kami adalah baru, yang paling banyak usia 17-20 tahun,” kata Claresta.
Alumnus New York Joffrey Ballet School ini pun menyebutkan, dengan adanya pertunjukan Itís Showtime, IDCo ingin menjadi rumah bagi balerina dan sekolah-sekolah balet yang ada di Indonesia. “Kalau pergi ke lomba, sekarang balet Indonesia sudah dikenal.
Kompetisi grand prix juga mereka datang ke Indonesia, kita bisa lumayan eksis. Youth American Grand Prix, mereka juga mampir ke Jakarta,” lanjutnya. Sebelumnya para penari IDCo tampil di Polandia pada Mei lalu.
Datang atas undangan untuk menghadiri sebuah festival, IDCo berhasil memboyong tarian Betawi yang dipadukan dengan koreografer kontemporer serta membuat warga negara asing terpukau. “Tahun depan kemungkinan kami ke Peru dan mungkin ke Jerman.
Kita sudah ada delegasi yang jadi tim di satu festival di Peru dan ke Jerman,” tandasnya. Oleh karenanya cucu Marlupi Sijangga, pebalet tersohor dan pendiri Marlupi Dance Academy, ini pun menegaskan bahwa untuk semakin menumbuhkan kecintaan generasi muda terhadap budaya tradisional, perwujudannya adalah lewat pertunjukan seni tari.
“Dalam pertunjukan ini semua orang adalah peran utama karena kami percaya semua orang memegang peranan penting untuk hidup mereka masing-masing untuk memberikan karya terbaiknya. Maka hal itulah yang ingin disampaikan dari serangkaian acara It’s Showtime,” kata Claresta.
Rencananya Indonesia Dance Company akan menggelar konser tarian mereka yang bertajuk It’s Showtime ini. Tiketnya dibanderol pihak penyelenggara dengan harga relatif murah mulai dari Rp150.000 hingga 200.000.
(don)