Virus Rubella Sebabkan Cacat, Ini Pentingnya Vaksin MR
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Kesehatan menegaskan bahwa imunisasi atau vaksin measles dan rubela (RB) dapat melindungi anak dari kecacatan. Kampanye imunisasi MR sendiri dilaksanakan dalam dua fase yakni pada Agustus—September 2017 dan bulan yang sama pada tahun 2018 yang merupakan suatu kegiatan imunisasi secara massal.
Upaya ini dapat memutuskan transmisi penularan virus campak dan rubella secara cepat, tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya. Hingga saat ini tidak ada pengobatan untuk penyakit campak dan rubella, namun penyakit ini dapat dicegah. Salah satunya dengan vaksin MR yang dapat mencegah kedua penyakit ini dengan baik.
"Kalau kena rubella, mungkin tidak meninggal, tapi cacatnya luar biasa, bisa mengalami kebutaan, ketulian. Kita cegah ini dengan imunisasi,'' ujar Menteri Kesehatan Nila Moeloek.
Untuk dapat memutuskan mata rantai penularan penyakit campak dan rubella maka diperlukan cakupan imunisasi minimal 95%. Dengan cakupan imunisasi MR yang tinggi pada sasaran usia 9 bulan sampai dengan kurang dari 15 tahun maka dapat melindungi kelompok usia yang lebih besar termasuk ibu hamil agar tidak tertular virus rubella, sebab 80% sirkulasi virus campak dan rubella terjadi pada usia tersebut.
Dengan kata lain, imunisasi MR dapat sebagai antibodi dan proteksi dari penyakit. Sementara imunisasi MR akan diberikan pada anak usia 9 bulan sampai dengan kurang dari 15 tahun pada bulan Agustus-September 2018 untuk seluruh wilayah di luar pulau Jawa dengan jumlah sasaran sekitar 31.963.154 anak selama masa kampanye.
Imunisasi MR masuk ke dalam jadwal imunisasi rutin segera setelah masa kampanye berakhir, diberikan pada anak usia 9 bulan, 18 bulan dan anak kelas 1 SD secara gratis.
Nila juga menegaskan pentingnya imunisasi measles dan rubella (MR). Imunisasi ini dapat memberikan perlindungan berupa kekebalan tubuh dari dua penyakit berbahaya tersebut. Data Kementerian Kesehatan tahun 2010—2017 mencatat 27.834 kasus campak dilaporkan.
Menurut Nila, gejala campak dapat terlihat dengan jelas. Diantaranya demam tinggi, mata merah dan timbul infeksi sehingga melekat dan tidak terbuka (kelopaknya) lagi. Kondisi ini juga bisa menyebabkan anak mengalami gangguan penglihatan hingga buta meski selamat. Namun yang lebih ditakutkan adalah perburukan bahkan hingga kematian.
"Campak bisa berdampak hingga kematian. Masih banyak daerah di Indonesia yang melaporkan kasus campak," tutur Nila.
Selain campak, penyakit rubella dan dampaknya juga luar biasa. Rubella merupakan penyakit akut dan ringan yang kerap menginfeksi anak hingga dewasa muda yang rentan. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada tahun 2013—2017 bahwa sejumlah 31.449 kasus rubella telah dilaporkan. Penyakit ini bisa menyerang siapa saja dengan gejala yang tidak spesifik.
''Rubella bisa menyebabkan kelainan pada anak dan tidak bisa kita obati. Kita tidak bisa matikan virus yang sudah masuk ke dalam tubuh. Baik anak laki-laki maupun perempuan bisa terkena rubella," kata dia.
Penyakit rubella mudah menular, namun yang menjadi perhatian dalam kesehatan masyarakat adalah efek teratogenik jika rubella menyerang wanita hamil terutama pada awal kehamilan. Infeksi rubella pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran atau kecacatan permanen pada bayi yang dilahirkan atau congenital rubella syndrome (CRS).
''Kalau kebetulan anak yang sakit rubella ini dekat dengan ibu hamil, apalagi terkenanya di trimester pertama atau saat janin terbentuk, gejalanya juga tidak spesifik. Mungkin hanya demam ringan, padahal itu rubella, anak yang dikandungnya bisa terlahir dengan kecacatan," ujar dia.
Rubella dapat menyebabkan ketulian, gangguan penglihatan, kebutaan, hingga kelainan jantung. Sedangkan pada bayi lahir dapat menyebabkan katarak. ''Dampak dari rubella ini sangat luar biasa. Saya kira kita harus memikirkan dampak dan akibat yang terkena apabila kita menolak imunisasi," tutur Nila.
Upaya ini dapat memutuskan transmisi penularan virus campak dan rubella secara cepat, tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya. Hingga saat ini tidak ada pengobatan untuk penyakit campak dan rubella, namun penyakit ini dapat dicegah. Salah satunya dengan vaksin MR yang dapat mencegah kedua penyakit ini dengan baik.
"Kalau kena rubella, mungkin tidak meninggal, tapi cacatnya luar biasa, bisa mengalami kebutaan, ketulian. Kita cegah ini dengan imunisasi,'' ujar Menteri Kesehatan Nila Moeloek.
Untuk dapat memutuskan mata rantai penularan penyakit campak dan rubella maka diperlukan cakupan imunisasi minimal 95%. Dengan cakupan imunisasi MR yang tinggi pada sasaran usia 9 bulan sampai dengan kurang dari 15 tahun maka dapat melindungi kelompok usia yang lebih besar termasuk ibu hamil agar tidak tertular virus rubella, sebab 80% sirkulasi virus campak dan rubella terjadi pada usia tersebut.
Dengan kata lain, imunisasi MR dapat sebagai antibodi dan proteksi dari penyakit. Sementara imunisasi MR akan diberikan pada anak usia 9 bulan sampai dengan kurang dari 15 tahun pada bulan Agustus-September 2018 untuk seluruh wilayah di luar pulau Jawa dengan jumlah sasaran sekitar 31.963.154 anak selama masa kampanye.
Imunisasi MR masuk ke dalam jadwal imunisasi rutin segera setelah masa kampanye berakhir, diberikan pada anak usia 9 bulan, 18 bulan dan anak kelas 1 SD secara gratis.
Nila juga menegaskan pentingnya imunisasi measles dan rubella (MR). Imunisasi ini dapat memberikan perlindungan berupa kekebalan tubuh dari dua penyakit berbahaya tersebut. Data Kementerian Kesehatan tahun 2010—2017 mencatat 27.834 kasus campak dilaporkan.
Menurut Nila, gejala campak dapat terlihat dengan jelas. Diantaranya demam tinggi, mata merah dan timbul infeksi sehingga melekat dan tidak terbuka (kelopaknya) lagi. Kondisi ini juga bisa menyebabkan anak mengalami gangguan penglihatan hingga buta meski selamat. Namun yang lebih ditakutkan adalah perburukan bahkan hingga kematian.
"Campak bisa berdampak hingga kematian. Masih banyak daerah di Indonesia yang melaporkan kasus campak," tutur Nila.
Selain campak, penyakit rubella dan dampaknya juga luar biasa. Rubella merupakan penyakit akut dan ringan yang kerap menginfeksi anak hingga dewasa muda yang rentan. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada tahun 2013—2017 bahwa sejumlah 31.449 kasus rubella telah dilaporkan. Penyakit ini bisa menyerang siapa saja dengan gejala yang tidak spesifik.
''Rubella bisa menyebabkan kelainan pada anak dan tidak bisa kita obati. Kita tidak bisa matikan virus yang sudah masuk ke dalam tubuh. Baik anak laki-laki maupun perempuan bisa terkena rubella," kata dia.
Penyakit rubella mudah menular, namun yang menjadi perhatian dalam kesehatan masyarakat adalah efek teratogenik jika rubella menyerang wanita hamil terutama pada awal kehamilan. Infeksi rubella pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran atau kecacatan permanen pada bayi yang dilahirkan atau congenital rubella syndrome (CRS).
''Kalau kebetulan anak yang sakit rubella ini dekat dengan ibu hamil, apalagi terkenanya di trimester pertama atau saat janin terbentuk, gejalanya juga tidak spesifik. Mungkin hanya demam ringan, padahal itu rubella, anak yang dikandungnya bisa terlahir dengan kecacatan," ujar dia.
Rubella dapat menyebabkan ketulian, gangguan penglihatan, kebutaan, hingga kelainan jantung. Sedangkan pada bayi lahir dapat menyebabkan katarak. ''Dampak dari rubella ini sangat luar biasa. Saya kira kita harus memikirkan dampak dan akibat yang terkena apabila kita menolak imunisasi," tutur Nila.
(alv)