Prisia Nasution Kampanyekan Kanker Serviks di Film Jejak Cinta
A
A
A
JAKARTA - Baim Wong dan Prisia Nasution tampil beda saat beradu acting dalam film Jejak Cinta. Ini karena film tersebut menggambarkan kondisi wanita yang mengalami kanker serviks atau kanker rahim yang menjadi penyakit mematikan.
Namun, sutradara Tarmizi Abka membalut kisah itu dalam drama romantic yang membuat penonton baper. Apa yang dilakukan ini agar masyarakat lebih peduli dengan penyakit kanker rahim yang juga dialami mendiang Julia Perez.
“Pada saat bersamaan, film ini juga mengusung pesan kepada para wanita untuk mencegah dan menghindari penyakit kanker serviks tersebut,” kata Tarmizi.
Film yang juga dibintangi Mathias Muchus, Della Perez, dan Zora Vidayatia ini menceritakan Maryana (Prisia Nasution), desainer batik yang sengaja pulang ke tanah kelahirannya di Singkawang untuk membuat desain batik terbarunya untuk dipamerkan di ajang Festival Batik di Berlin, Jerman.
Di balik kesuksesan Maryana, ternyata dia sangat khawatir terkena kanker serviks, setelah almarhumah ibunya meninggal akibat kanker serviks stadium 4.
“Maryana memeriksakan dirinya ke rumah sakit. Namun dia tak berani membuka amplop hasil pemeriksaan dokter karena khawatir hasilnya positif terkena kanker serviks,” beber Tarmizi.
Di sisi lain, Maryana dan suaminya Hasan (Baim Wong), ingin sekali mempunyai anak. “Namun bagaimana bisa punya anak, kalau seandainya sang istri terdeteksi kanker serviks?” ujar dia.
Cerita bertambah rumit, lewat film produksi Trazz Production dan Scene Film ini, Hasan berjumpa dengan wanita lain bernama Sarah (Della Perez), di mana selama ini Hasan dekat dengan ayahnya Della (Mathias Mucus).
“Keluarga orang tua Della tengah mengalami musibah. Ayahnya Della dipenjara karena terlibat sebuah kasus. Ia meminta Hasan menolong Della. Hasan bersedia menolong tapi ia bingung, karena ia sudah beristri, sedangkan ia punya hutan budi kepada ayahnya Della,” paparnya.
Film yang akan masuk bioskop pada 6 September mendatang ini juga mengangkat realita kehidupan masyarakat Singkawang dan menggambarkan budaya, serta objek wisata di kota tersebut.
“Film ini sekaligus menggambarkan persatuan Tidayu yang sangat baik di Singkawang. Ada juga budaya Cap Go Meh untuk mendorong pawisata Kalimantan Barat,” pungkasnya.
Namun, sutradara Tarmizi Abka membalut kisah itu dalam drama romantic yang membuat penonton baper. Apa yang dilakukan ini agar masyarakat lebih peduli dengan penyakit kanker rahim yang juga dialami mendiang Julia Perez.
“Pada saat bersamaan, film ini juga mengusung pesan kepada para wanita untuk mencegah dan menghindari penyakit kanker serviks tersebut,” kata Tarmizi.
Film yang juga dibintangi Mathias Muchus, Della Perez, dan Zora Vidayatia ini menceritakan Maryana (Prisia Nasution), desainer batik yang sengaja pulang ke tanah kelahirannya di Singkawang untuk membuat desain batik terbarunya untuk dipamerkan di ajang Festival Batik di Berlin, Jerman.
Di balik kesuksesan Maryana, ternyata dia sangat khawatir terkena kanker serviks, setelah almarhumah ibunya meninggal akibat kanker serviks stadium 4.
“Maryana memeriksakan dirinya ke rumah sakit. Namun dia tak berani membuka amplop hasil pemeriksaan dokter karena khawatir hasilnya positif terkena kanker serviks,” beber Tarmizi.
Di sisi lain, Maryana dan suaminya Hasan (Baim Wong), ingin sekali mempunyai anak. “Namun bagaimana bisa punya anak, kalau seandainya sang istri terdeteksi kanker serviks?” ujar dia.
Cerita bertambah rumit, lewat film produksi Trazz Production dan Scene Film ini, Hasan berjumpa dengan wanita lain bernama Sarah (Della Perez), di mana selama ini Hasan dekat dengan ayahnya Della (Mathias Mucus).
“Keluarga orang tua Della tengah mengalami musibah. Ayahnya Della dipenjara karena terlibat sebuah kasus. Ia meminta Hasan menolong Della. Hasan bersedia menolong tapi ia bingung, karena ia sudah beristri, sedangkan ia punya hutan budi kepada ayahnya Della,” paparnya.
Film yang akan masuk bioskop pada 6 September mendatang ini juga mengangkat realita kehidupan masyarakat Singkawang dan menggambarkan budaya, serta objek wisata di kota tersebut.
“Film ini sekaligus menggambarkan persatuan Tidayu yang sangat baik di Singkawang. Ada juga budaya Cap Go Meh untuk mendorong pawisata Kalimantan Barat,” pungkasnya.
(tdy)