TB Pelangi Sukses Hadirkan 100 Perpustakaan di Daerah Pelosok

Kamis, 20 September 2018 - 11:48 WIB
TB Pelangi Sukses Hadirkan...
TB Pelangi Sukses Hadirkan 100 Perpustakaan di Daerah Pelosok
A A A
JAKARTA - Rendahnya minat membaca pada generasi muda menggerakan seorang penggiat literasi Nila Tanzil untuk mendirikan Taman Bacaan Pelangi (TBP). Hingga saat ini, Nila -begitu dia dipangil-telah mendirikan tak kurng dari 100 perpustakaan ramah anak di daerah terpencil Indonesia Timur.

TB Pelangi yang dikelola Nila juga tidak hanya mendirikan perpustakaan serta melengkapinya dengan buku-buku bacaan, tapi juga memberikan pelatihan kepada guru soal mengelola perpustakaan. Tak hanya itu, para guru juga diberi pelatihan bagaimana cara membaca cerita di depan anak-anak.

Nila menilai, budaya membaca belum terlalu mengakar di kalangan generasi muda Indonesia. Fakta itu pula yang menggeraknya untuk mendirikan perpustakaan di Indonesia bagian timur.

"Saya melihat budaya membaca di Indonesia belum terlalu mengakar atau terbentuk. Ini didukug penemuan Unesco di mana minat baca anak Indonesia itu hanya 0,001%. Artinya hanya 1 orang dari 1000 orang yang membaca. Di beberapa daerah terpencil jangankan mereka memiliki perpustakaan, untuk menuju sekolah saja mereka sampai harus menyusuri sungai," ujar Nila Tanzil dalam acara bertajuk Inisiatif Baru Sinergi Penyediaan Buku bagi Anak di Grand Indonesia Jakarta, Rabu (19/9),kemarin.

Nila menuturkan, melalui TBP, ada harapan besar akan tumbuh minat baca anak, kebiasaan membaca, dan menyediakan akses buku bacaan berkualitas untuk anak-anak di daerah terpencil di Indonesia bagian timur.

"Sekolah-sekolah tidak punya perpustakaan. Akses buku bacaan sama sekali tidak ada. Akhirnya saya berpikir untuk menyediakan akses buku untuk mereka, supaya mereka jadi suka membaca. Karena saya ingat masa kecil saya itu selalu baca buku tiap pulang sekolah," kata Nila.

Ia menambahkan, tantangan infrastruktur dan akses yang rendah terhadap buku bacaan yang biasa ditemukan di perpustakaan sangat berpengaruh pada kemampuan baca. Hal ini terlihat dari skor PISA (Program for International Student Assessment) di mana siswa-siswi Indonesia dalam hal membaca berada di peringkat 64 dari 70 negara.

Sementara jika dibandingkan berdasarkan daerah di Indonesia, murid-murid di Jawa dan Bali mampu membaca 59 kata per menit. Murid di Indonesia Timur, kata Nila hanya mampu membaca 30 kata per menit. Padahal seorang anak dikatakan lancar membaca jika mencapai 50 kata per menit.

"Jadi anak-anak Indonesia Timur belum bisa lancar membaca. Banyak siswa-siswi di sana yang hasil ujian akhir nasional kurang bagus karena tidak mampu memahami soal tersebut," tambah dia.

Menyadari hal tersebut, Taman Bacaan Pelangi yang didirikan Nila giat memfokuskan diri untuk membangun perpustakaan ramah anak serta memberikan pelatihan guru di daerah terpencil di Indonesia Timur sejak tahun 2009. Mulanya perpustakaan yang didirikan Nila dan relawan hanya meminjam teras rumah warga setempat.

Namun setelah sembilan tahun berdiri, Taman Bacaan Pelangi telah mendirikan 100 perpustakaan ramah anak di sekolah-sekolah yang berlokasi di 17 pulau Indonesia Timur. Minggu lalu, Taman Bacaan Pelangi, kata Nila baru saja meresmikan perpustakaannya yang ke-100 di sekolah dasar Katolik Nangapanda 1, Ende, Nusa Tenggara Timur.

"Dengan diresmikannya perpustakaan ramah anak Taman Bacaan Pelangi yang ke-100 sebanyak 26.000 anak di 17 pulau di Indonesia Timur kini sudah mendapatkan akses buku bacaan yang berkualitas, dan lebih dari 1.000 guru sudah mendapatkan pelatihan tentang sistem pengelolaan perpustakaan ramah anak dan program literasi anak," tambah dia.

Nila menambahkan, Ia merasakan betul bagaimana perubahan anak-anak pelosok di Indonesia Timur yang senang bisa memiliki perpustakaan baru di sekolahnya. Menurutnya, dengan hadirnya perpustakaan, anak-anak memiliki pandangan yang berbeda tentang suatu hal dan mulai berani untuk memiliki cita-cita yang tinggi dengan semangat reading for pleasure.

"Pertama tentu kemampuan bahasa Indonesia mereka meningkat sejak ada perpustakaan, karena sehari-hari pakai bahasa daerah. Nah perubahan lain yang saya lihat mereka jadi memiliki pandangan berbeda, ketika saya tanya cita citanya apa, kalau nggak guru ya pemuka agama. Lalu berapa bulan kemudian setelah perpustakaan berdiri, cita cita mereka jadi berubah, lebih aneka ragam," tandas dia.

Setelah berjalan bertahun tahun, kini telah berdiri 100 perpustakaan yang tersebar di 15 pulau di Indonesia timur, antara lain Flores (Pulau Rinca, Pulau Messah, Pulau Komodo, dan pulau-pulau kecil sekitarnya), Sulawesi, Lombok, Sumbawa, Timor, Alor, Banda Neira (Kepulauan Banda, Maluku), Bacan (Halmahera Selatan), dan Papua.

"Kurang lebih ada 1.250-3.000 buku cerita anak di masing-masing perpustakaan. TBP tidak hanya mendirikan perpustakaan ramah anak, namun juga memberikan pelatihan kepada para kepsek, guru, dan pustakawan tentang sistem pengelolaan perpustakaan dan program perpustakaan yang mampu menumbuhkan minat baca anak," ujar Nila.

TBP juga melakukan advokasi ke kepala dinas pendidikan masing-masing kabupaten untuk mata pelajaran "Ke Perpustakaan". Setiap sekolah yang memiliki perpustakaan TBP, ada mata pelajaran "Ke Perpustakaan" selama satu jam per kelas setiap minggunya.

Saat mata pelajaran ini, semua anak berada di perpustakaan dan guru kelas mengadakan beragam kegiatan membaca. Misalnya, membaca lantang, membaca berpasangan, dan lain-lain.

Setelah meresmikan perpustakaan ramah anaknya yang ke-100, TB Pelangi meluncurkan sebuah inisiatif baru, yaitu penyelenggaraan lokakarya dan kegiatan pendampingan bagi komunitas atau lembaga yang ingin mendirikan perpustakaan serupa di berbagai daerah.

“Gerakan literasi sedang marak di Indonesia. Ada banyak komunitas masyarakat bergerak di bidang literasi. Kami ingin berbagi pengalaman dan ilmu tentang bagaimana membuat perpustakaan ramah anak yang berkesinambungan. Langkah ini kami yakini akan membuka peluang bagi lebih banyak lagi pihak-pihak yang ingin berkiprah dalam meningkatkan kebiasaan membaca anak di Indonesia. Mari kita bersinergi demi peningkatan literasi anak bangsa,” ujar Nila.

Lebih lanjut, Nila mengungkapkan setelah mendirikan 100 perpustakaan di berbagai daerah pelosok Indonesia timur, pihaknya ingin terus berbagi pada komunitas, penggiat literasi serta orang yang ingin mendirikan taman bacaan pelangi ini.

“Kita ingin berbagi ilmu dan pengalaman membangun taman bacaan atau perpustakaan yang sustainable berdasarkan pengalaman mendirikan 100 perpustakaan lewat kelas atau lokakarya diberbagai daerah di Indonesia dan sejauh ini kita bergerak di Indonesia timur,”ungkapnya.

Joel Bacha, Accelerator Project Director Room to Read selaku partner utama dalam pendirian perpustakaan ke-100 mengaku bangga bisa berkontribusi untuk mencerahkan wawasan anak-anak setempat sehingga lebih berani untuk bermimpi besar.

"Kami bangga konsep perpustakaan ramah anak telah diterapkan di Ende. Kami percaya bahwa perubahan dunia dimulai dari anak-anak yang berpendidikan. Melalui kerjasama dengan Taman Bacaan Pelangi, kami berkomitmen untuk membantu meningkatkan kebiasaan dan kemampuan membaca anak-anak di Indonesia," kata Bacha.

Dr. James Modouw, M.Mt, Staf Ahli Menteri Pendidikan & Kebudayaan bidang Hubungan Pusat dan Daerah, mengatakan, meningkatkan kemampuan baca anak Indonesia melalui penyediaan akses ke buku berkualitas.

"Keberadaan perpustakaan ramah anak mampu menumbuhkan minat baca anak-anak di daerah pelosok, selain itu pelatihan guru yang dilakukan oleh TB Pelangi juga sangat berguna untuk meningkatkan kapasitas dan pengetahuan mereka tentang sistem pengelolaan perpustakaan yang baik dan kegiatan literasi yang mampu menumbuhkan minat baca anak,” katanya.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1032 seconds (0.1#10.140)