Inilah Kisah Tengkorak Raksasa yang Bikin Gaduh
A
A
A
JIKA ada fosil tengkorak setinggi nyaris 2 kilometer, diduga berusia 170.000 tahun, dan ditemukan di Indonesia, kira-kira apa yang akan terjadi? Inilah premis yang ditawarkan film fiksi ilmiah Tengkorak garapan Yusron Fuadi, seorang dosen Sekolah Vokasi UGM Program Studi Komputer dan Sistem Informasi.
Fosil tengkorak muncul akibat gempa di Yogyakarta pada 2006. Penemuan tersebut tentu langsung membuat heboh dunia sains, sekaligus klenik, di seluruh dunia. Pemerintah Indonesia langsung bertindak cepat, melarang siapa pun, termasuk peneliti asing dari negara mana pun untuk meneliti fosil.
Hanya tiga negara yang diizinkan terlibat meneliti. Selebihnya, akan dikenai sanksi tegas jika berusaha menero bos masuk, termasuk ditembak mati. Di tengah kekacauan tersebut, ada perempuan muda bernama Ani (Eka Nusa Pertiwi) yang ikut diburu aparat karena dianggap mengetahui rahasia fosil teng korak.
Nah yang unik, salah satu pembunuh, Yos (Yusron Fuadi), justru menyelamatkan Ani dari pembunuhan. Bersa maan dengan itu, penemuan fosil jadi semakin politis saat IMF menawarkan pengha pusan utang kepada Indonesia, dengan syarat pemerintah mau menghancurkan fosil teng korak.
Menilik sinopsis, juga trailernya, Tengkorak seperti menawarkan rasa thriller, misteri, dan konspirasi tingkat tinggi, juga aroma satire. Itu pula yang bisa dilihat penonton dalam kira-kira 15-20 menit pertama.
Lewat cuplikan dari siaran berita, wawancara dengan para peneliti, juga keriuhan di masyarakat, terasa betul bahwa fosil tengko rak membuat suasana serbatak pasti, malah cenderung mengarah pada kegaduhan. Sayangnya, aura ketegangan itu langsung lepas begitu Ani diselamatkan Yos.
Ritme cerita tak hanya mengendur, juga seolah berubah mood-nya. Banyak pertanyaan mengalir, tapi tak kunjung terjawab dalam dialog maupun visual dalam film.
Keputusan Yusron, yang juga kerja rangkap sebagai penulis skenario, produser, dan editor, untuk menahan jawaban selama mungkin, sebenarnya membuat penasaran, sekaligus membikin film ini tetap masih menarik untuk disaksikan.
Namun, sangat minimnya petunjuk yang diberikan sepanjang film sangat berpotensi membuat penonton tersesat di tengah jalan, atau malah bosan. Kehadiran karakter Burhan (Muhammad Abe), seorang penulis buku pemecah kode, saat tiga perempat durasi film sebenarnya membuat teka-teki seputar fosil tengkorak kembali muncul dan menarik lagi.
Namun lagi-lagi, Yusron hanya memberi sedikit petunjuk. Hingga pada akhirnya penonton diminta untuk kreatif, bermain dengan persepsinya sendiri dalam menerjemahkan Tengkorak .
Singkat kata, Tengkorak mungkin bukan film mainstream yang bisa langsung menghibur penonton. Dengan bujet produksi film yang kabarnya hanya sekitar Rp500 juta, jangan pula berharap mendapatkan visual yang memuaskan mata.
Fosil tengkorak muncul akibat gempa di Yogyakarta pada 2006. Penemuan tersebut tentu langsung membuat heboh dunia sains, sekaligus klenik, di seluruh dunia. Pemerintah Indonesia langsung bertindak cepat, melarang siapa pun, termasuk peneliti asing dari negara mana pun untuk meneliti fosil.
Hanya tiga negara yang diizinkan terlibat meneliti. Selebihnya, akan dikenai sanksi tegas jika berusaha menero bos masuk, termasuk ditembak mati. Di tengah kekacauan tersebut, ada perempuan muda bernama Ani (Eka Nusa Pertiwi) yang ikut diburu aparat karena dianggap mengetahui rahasia fosil teng korak.
Nah yang unik, salah satu pembunuh, Yos (Yusron Fuadi), justru menyelamatkan Ani dari pembunuhan. Bersa maan dengan itu, penemuan fosil jadi semakin politis saat IMF menawarkan pengha pusan utang kepada Indonesia, dengan syarat pemerintah mau menghancurkan fosil teng korak.
Menilik sinopsis, juga trailernya, Tengkorak seperti menawarkan rasa thriller, misteri, dan konspirasi tingkat tinggi, juga aroma satire. Itu pula yang bisa dilihat penonton dalam kira-kira 15-20 menit pertama.
Lewat cuplikan dari siaran berita, wawancara dengan para peneliti, juga keriuhan di masyarakat, terasa betul bahwa fosil tengko rak membuat suasana serbatak pasti, malah cenderung mengarah pada kegaduhan. Sayangnya, aura ketegangan itu langsung lepas begitu Ani diselamatkan Yos.
Ritme cerita tak hanya mengendur, juga seolah berubah mood-nya. Banyak pertanyaan mengalir, tapi tak kunjung terjawab dalam dialog maupun visual dalam film.
Keputusan Yusron, yang juga kerja rangkap sebagai penulis skenario, produser, dan editor, untuk menahan jawaban selama mungkin, sebenarnya membuat penasaran, sekaligus membikin film ini tetap masih menarik untuk disaksikan.
Namun, sangat minimnya petunjuk yang diberikan sepanjang film sangat berpotensi membuat penonton tersesat di tengah jalan, atau malah bosan. Kehadiran karakter Burhan (Muhammad Abe), seorang penulis buku pemecah kode, saat tiga perempat durasi film sebenarnya membuat teka-teki seputar fosil tengkorak kembali muncul dan menarik lagi.
Namun lagi-lagi, Yusron hanya memberi sedikit petunjuk. Hingga pada akhirnya penonton diminta untuk kreatif, bermain dengan persepsinya sendiri dalam menerjemahkan Tengkorak .
Singkat kata, Tengkorak mungkin bukan film mainstream yang bisa langsung menghibur penonton. Dengan bujet produksi film yang kabarnya hanya sekitar Rp500 juta, jangan pula berharap mendapatkan visual yang memuaskan mata.
(don)