Pikirkan Akhir Kisah Naruto, Masashi Kishimoto Tak Bisa Tidur
A
A
A
TOKYO - Naruto adalah salah satu manga paling populer dalam sejarah. Banyak kejadian yang terkenang di benak para penggemarnya. Salah satunya adalah ketika Naruto kembali ke desa Konoha untuk membantu desa itu dari serangan Pain.
Tidak hanya bagi penggemar, kisah ini juga meninggalkan kesan mendalam bagi penulis Naruto, Masashi Kishimoto. Dia mengaku harus berjuang untuk bisa menulis bagaimana kisah Serangan Pain itu harus berakhir dengan baik.
Pengakuan itu diungkapkan Kishimoto dalam sebuah wawancara yang diunggah akun @AshitanoGin di Twitter. Dalam wawancara itu, Kishimoto menuturkan masalah inti yang terjadi kisah Serangan Pain tersebut.
Menurut Kishimoto, di kisah itu, Naruto akan bertindak sangat berbeda dengan Sasuke. Ini karena keduanya tidak mengalami kehilangan yang sama.
“Keluarga Sasuke dibunuh, jadi dia punya dendam. Tapi, Naruto tidak punya pengalaman itu. Tidak ada satu pun orang di posisi yang sama yang bisa mengatakan apa pun yang meyakinkan,” papar Kishimoto yang dikutip ComicBook.com.
Namun, seiring berjalannya waktu, Naruto akhirnya memahami apa itu rasa sakit, baik secara harafiah dan kiasan. Ini terjadi setelah Jiraiya, tokoh yang sudah seperti sosok ayah untuk Naruto, tewas. “Setelah itu, dia baru memahami posisi Sasuke untuk kali pertama. Dia kemudian mengalami apa itu kebencian untuk kali pertama,” tutur Kishimoto.
Meski terlihat mudah, tapi Kishimoto menemukan dirinya kesulitan untuk memaparkan rasa sakit Naruto di cerita itu. Dia ingin agar pemaparan itu gamblang tapi juga mampu diterima para pembacanya.
“Saya sepertinya tahu kalau saya masuk ke tempat yang sulit dan editor saya bilang kalau saya seharusnya tidak perlu menggali terlalu jauh ke sana. Tapi, saya bertanya-tanya, kalau saya hanya membuat cerita tentang dia berburu dan memukuli musuh yang dia benci, apa yang akan dipikirkan anak-anak? Saya ingin melakukannya dengan benar,” ujar Kishomoto.
Meski begitu, Kishimoto belum juga menemukan ending yang tepat untuk cerita tersebut. “Tapi, saya tidak bisa menemukan jawabannya, sampai saya tidak bisa tidur … Melelahkan … Itu bukan masalah yang bisa dipecahka dengan mudah. Karena saya menderita, maka lumrah kalau karakternya juga menderita,” kata Kishimoto.
Setelah banyak berpikir, Kishimoto akhirnya menemukan ending yang tepat bagi kisahnya itu. Dia pun senang dengan ending yang dia pilih untuk cerita itu. Kisah itu berakhir dengan Naruto memaafkan musuhnya tersebut.
“Pada akhirnya, Naruto mengungkapkannya dan memutuskan untuk memaafkan musuhnya. Jadi, Sasuke adalah karakter yang tidak bisa memaafkan dan Naruto yang bisa. Begitu diputuskan kalau karakternya seperti itu, ceritanya harus maju ke arah itu,” papar Kishimoto.
Segala perjuangan yang dilakukan Kishimoto di kisah Serangan Pain itu adalah untuk para fans. Dia tahu bahwa keputusannya itu mungkin tidak memuaskan semua orang.
“Bahkan meskipun kalian tahu kalau itu akan menyakitkan jika pergi ke arah situ, sebagai seorang penulis, kalian tidak bisa melakukan apa semau kalian. Kalau kalian memaksakan semuanya, pembaca pasti tahu,” ujar dia.
Tidak hanya bagi penggemar, kisah ini juga meninggalkan kesan mendalam bagi penulis Naruto, Masashi Kishimoto. Dia mengaku harus berjuang untuk bisa menulis bagaimana kisah Serangan Pain itu harus berakhir dengan baik.
Pengakuan itu diungkapkan Kishimoto dalam sebuah wawancara yang diunggah akun @AshitanoGin di Twitter. Dalam wawancara itu, Kishimoto menuturkan masalah inti yang terjadi kisah Serangan Pain tersebut.
Menurut Kishimoto, di kisah itu, Naruto akan bertindak sangat berbeda dengan Sasuke. Ini karena keduanya tidak mengalami kehilangan yang sama.
“Keluarga Sasuke dibunuh, jadi dia punya dendam. Tapi, Naruto tidak punya pengalaman itu. Tidak ada satu pun orang di posisi yang sama yang bisa mengatakan apa pun yang meyakinkan,” papar Kishimoto yang dikutip ComicBook.com.
Namun, seiring berjalannya waktu, Naruto akhirnya memahami apa itu rasa sakit, baik secara harafiah dan kiasan. Ini terjadi setelah Jiraiya, tokoh yang sudah seperti sosok ayah untuk Naruto, tewas. “Setelah itu, dia baru memahami posisi Sasuke untuk kali pertama. Dia kemudian mengalami apa itu kebencian untuk kali pertama,” tutur Kishimoto.
Meski terlihat mudah, tapi Kishimoto menemukan dirinya kesulitan untuk memaparkan rasa sakit Naruto di cerita itu. Dia ingin agar pemaparan itu gamblang tapi juga mampu diterima para pembacanya.
“Saya sepertinya tahu kalau saya masuk ke tempat yang sulit dan editor saya bilang kalau saya seharusnya tidak perlu menggali terlalu jauh ke sana. Tapi, saya bertanya-tanya, kalau saya hanya membuat cerita tentang dia berburu dan memukuli musuh yang dia benci, apa yang akan dipikirkan anak-anak? Saya ingin melakukannya dengan benar,” ujar Kishomoto.
Meski begitu, Kishimoto belum juga menemukan ending yang tepat untuk cerita tersebut. “Tapi, saya tidak bisa menemukan jawabannya, sampai saya tidak bisa tidur … Melelahkan … Itu bukan masalah yang bisa dipecahka dengan mudah. Karena saya menderita, maka lumrah kalau karakternya juga menderita,” kata Kishimoto.
Setelah banyak berpikir, Kishimoto akhirnya menemukan ending yang tepat bagi kisahnya itu. Dia pun senang dengan ending yang dia pilih untuk cerita itu. Kisah itu berakhir dengan Naruto memaafkan musuhnya tersebut.
“Pada akhirnya, Naruto mengungkapkannya dan memutuskan untuk memaafkan musuhnya. Jadi, Sasuke adalah karakter yang tidak bisa memaafkan dan Naruto yang bisa. Begitu diputuskan kalau karakternya seperti itu, ceritanya harus maju ke arah itu,” papar Kishimoto.
Segala perjuangan yang dilakukan Kishimoto di kisah Serangan Pain itu adalah untuk para fans. Dia tahu bahwa keputusannya itu mungkin tidak memuaskan semua orang.
“Bahkan meskipun kalian tahu kalau itu akan menyakitkan jika pergi ke arah situ, sebagai seorang penulis, kalian tidak bisa melakukan apa semau kalian. Kalau kalian memaksakan semuanya, pembaca pasti tahu,” ujar dia.
(alv)