Main di A Man Called Ahok, Samuel Wongso Peroleh Warna Kehidupan Baru
A
A
A
JAKARTA - Desainer muda dan bertalenta Tanah Air, Samuel Wongso merasa hidupnya seperti mendapatkan warna baru, setelah mendapat tawaran main film "A Man Called Ahok". Awalnya, Samuel Wongso sama sekali tidak percaya diri ketika ditawari memerankan Basuri, adik dari Mantan Gubernur DKI Jakarta yang akrab disapa Ahok. Lantas bagaimanakah perjuangan Samuel Wongso dalam memainkan film ini?
Bisa dikatakan berkecimpung dalam dunia film layar lebar menjadi hal baru dalam karier Samuel Wongso. Terkenal dengan basic sebagai seorang desainer dalam menjalankan bisnis keluarganya, Samuel awalnya tak punya pikiran sama sekali menjadi aktor. Namun, dirinya mantap mulai menjajal dunia akting karena ceritanya yang bagus dan inspiratif buat penonton Indonesia.
Tak tanggung-tanggung keterlibatan dirinya dalam produksi film layar lebar ini langsung membuatnya beradu akting bersama beberapa nama besar lainnya seperti Jill Gladys, Daniel Mananta, Denny Sumargo dan Donny Damara.
Sebagai pria yang merupakan generasi penerus dari bisnis keluarga Wong Hang Tailor (WHT) yang berkecimpung dalam dunia fashion, pada awalnya ragu bisa terlibat. Akan tetapi, tim produksi meyakinkannya mampu memerankan adik Ahok, dia pun akhirnya mantap bermain dalam film ini.
"Jujur bisa terlibat main dalam film ini itu kayak kejatuhan durian runtuh. Gua kan desainer dan menjalankan bisnis keluarga selama 80 tahun lalu dan kalau pun main pengin karakter lucu dan banyol, tapi ketika ditelepon sama co-produser dapat peran serius jadi Basuri adiknya pak Ahok. Awalnya, gua belum terlalu bisa jadi gua baca-baca (skrip). Akhirnya Tuta bilang, gua yakin lu bisa dan dapat banyak advice dari dia dan pak Basuri langsung," jelas Samuel Wongso saat ditemui SINDOnews di The H Apartement, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (19/11).
Saat memerankan sosok Basuri, Samuel Wongso mengaku cukup nervous atau gugup hingga tak bisa menyembunyikan perilaku anehnya, seperti bolak-balik ke kamar mandi. Tak hanya itu, dia juga harus berulang kali melakukan take lantaran gugup melihat banyaknya kamera.
"Gua pusing banget, gua nervous banget. Gua ketemu Jill Gladys dan dia nanya, 'Lu kenapa sih ke toilet mulu?' Gua bilang, 'Gua nervous'. Tapi gue bangga dengan kerja tersebut hingga hari ini sudah berhasil mendapatkan 1 juta penonton dalam 10 hari. Gua syuting banyak salah, tapi mereka (para pemain) ngingatin. Bahkan take bisa 13-20 kali dan mereka bisa menenangkan," ungkapnya.
Meski begitu, untuk terus menjalankan niat dan komitmen bermain dalam film itu pun dia tak setengah-setengah menjalankannya. Pria bertubuh gempal ini pun mengaku kesulitan untuk melafalkan bahasa Belitung dan dia pun harus mencukur jenggot dan kumisnya demi bisa semirip mungkin dengan tokoh Basuri.
"Jujur gue kesulitan melafalkan logat Belitung meski sudah nongkrong di warung selama tiga minggu tetap saat on set syuting lupa lagi dan untuk kebutuhan film ini gue kan awal brewokan, akhirnya tuh hari itu, gue panggil dan di-make over. Gua langsung dicukur habis, muka gua gini banget habis di-make over," tuturnya.
Dia pun senang bisa syuting di lokasi yang menurutnya menawarkan lokasi alam laut pantai dan makanan seperti bermacam seafood yang begitu menggoda dan mampu menggoyang lidahnya. "Gue bersyukur banget lokasi alam laut dan pantai enggak ada duanya cakep banget dan gue juga jadi suka makan di sana selama beberapa minggu syuting berbagai makanan olahan laut dengan bumbunya yang beraneka macam meski di sana enggak ada hiburan kayak gedung bioskop," celotehnya.
Oleh karena tidak ada bioskop, Samuel Wongso dan teman-teman di film "A Man Called Ahok" ini pun berkisah jika dirinya sampai membuatkan beberapa layar tancap di Papua Barat agar masyarakat di sana bisa menyaksikan film "A Man Called Ahok".
"Banyak teman gua dari Papua Barat, anggota DPR termasuk di Belitung enggak ada bioskop, gua bikinin layar tancap. Dia bikin di tiga kota. Kami juga mau ke bioskop sama warga Belitong, kita nonton bareng," beber Samuel Wongso. Dia juga berencana untuk nonton bareng masyarakat Belitong Timur.
"Gua bersyukur film ini bisa pecah (satu juta penonton) di 10 hari pertama sampai antre teman-teman di Indonesia Timur, seperti di Manado yang biasanya bioskop sepi jadi (ramai) gila-gilaan dan gue salut dan terharu karena bokap dan oma gue yang sudah lama banget enggak nonton ke bioskop pun hadir untuk memberikan apresiasi terhadap film ini," kata Samuel.
Menjelang akhir 2018, masih ada film Indonesia yang berhasil meraup penonton di atas angka satu juta. "A Man Called Ahok" menjadi film ke-12 yang berhasil meraih satu juta penonton. Film yang dibintangi Daniel Mananta tersebut berhasil meraih pencapaiannya setelah hampir 10 hari tayang di jejaring bioskop Indonesia.
Ke-12 film yang mencetak penonton di atas satu juta penonton merupakan sebuah prestasi tersendiri bagi industri perfilman Indonesia. Pasalnya satu tahun sebelumnya, jumlah film box office dengan satu juta penonton hanya mencapai 11 film saja. Pencapaian ini juga bakal terus bertambah dengan kehadiran film "Suzanna: Bernapas Dalam Kubur". Film yang dibintangi oleh Luna Maya tersebut sudah berlari kencang dalam pekan perdana penayangannya.
Bisa dikatakan berkecimpung dalam dunia film layar lebar menjadi hal baru dalam karier Samuel Wongso. Terkenal dengan basic sebagai seorang desainer dalam menjalankan bisnis keluarganya, Samuel awalnya tak punya pikiran sama sekali menjadi aktor. Namun, dirinya mantap mulai menjajal dunia akting karena ceritanya yang bagus dan inspiratif buat penonton Indonesia.
Tak tanggung-tanggung keterlibatan dirinya dalam produksi film layar lebar ini langsung membuatnya beradu akting bersama beberapa nama besar lainnya seperti Jill Gladys, Daniel Mananta, Denny Sumargo dan Donny Damara.
Sebagai pria yang merupakan generasi penerus dari bisnis keluarga Wong Hang Tailor (WHT) yang berkecimpung dalam dunia fashion, pada awalnya ragu bisa terlibat. Akan tetapi, tim produksi meyakinkannya mampu memerankan adik Ahok, dia pun akhirnya mantap bermain dalam film ini.
"Jujur bisa terlibat main dalam film ini itu kayak kejatuhan durian runtuh. Gua kan desainer dan menjalankan bisnis keluarga selama 80 tahun lalu dan kalau pun main pengin karakter lucu dan banyol, tapi ketika ditelepon sama co-produser dapat peran serius jadi Basuri adiknya pak Ahok. Awalnya, gua belum terlalu bisa jadi gua baca-baca (skrip). Akhirnya Tuta bilang, gua yakin lu bisa dan dapat banyak advice dari dia dan pak Basuri langsung," jelas Samuel Wongso saat ditemui SINDOnews di The H Apartement, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (19/11).
Saat memerankan sosok Basuri, Samuel Wongso mengaku cukup nervous atau gugup hingga tak bisa menyembunyikan perilaku anehnya, seperti bolak-balik ke kamar mandi. Tak hanya itu, dia juga harus berulang kali melakukan take lantaran gugup melihat banyaknya kamera.
"Gua pusing banget, gua nervous banget. Gua ketemu Jill Gladys dan dia nanya, 'Lu kenapa sih ke toilet mulu?' Gua bilang, 'Gua nervous'. Tapi gue bangga dengan kerja tersebut hingga hari ini sudah berhasil mendapatkan 1 juta penonton dalam 10 hari. Gua syuting banyak salah, tapi mereka (para pemain) ngingatin. Bahkan take bisa 13-20 kali dan mereka bisa menenangkan," ungkapnya.
Meski begitu, untuk terus menjalankan niat dan komitmen bermain dalam film itu pun dia tak setengah-setengah menjalankannya. Pria bertubuh gempal ini pun mengaku kesulitan untuk melafalkan bahasa Belitung dan dia pun harus mencukur jenggot dan kumisnya demi bisa semirip mungkin dengan tokoh Basuri.
"Jujur gue kesulitan melafalkan logat Belitung meski sudah nongkrong di warung selama tiga minggu tetap saat on set syuting lupa lagi dan untuk kebutuhan film ini gue kan awal brewokan, akhirnya tuh hari itu, gue panggil dan di-make over. Gua langsung dicukur habis, muka gua gini banget habis di-make over," tuturnya.
Dia pun senang bisa syuting di lokasi yang menurutnya menawarkan lokasi alam laut pantai dan makanan seperti bermacam seafood yang begitu menggoda dan mampu menggoyang lidahnya. "Gue bersyukur banget lokasi alam laut dan pantai enggak ada duanya cakep banget dan gue juga jadi suka makan di sana selama beberapa minggu syuting berbagai makanan olahan laut dengan bumbunya yang beraneka macam meski di sana enggak ada hiburan kayak gedung bioskop," celotehnya.
Oleh karena tidak ada bioskop, Samuel Wongso dan teman-teman di film "A Man Called Ahok" ini pun berkisah jika dirinya sampai membuatkan beberapa layar tancap di Papua Barat agar masyarakat di sana bisa menyaksikan film "A Man Called Ahok".
"Banyak teman gua dari Papua Barat, anggota DPR termasuk di Belitung enggak ada bioskop, gua bikinin layar tancap. Dia bikin di tiga kota. Kami juga mau ke bioskop sama warga Belitong, kita nonton bareng," beber Samuel Wongso. Dia juga berencana untuk nonton bareng masyarakat Belitong Timur.
"Gua bersyukur film ini bisa pecah (satu juta penonton) di 10 hari pertama sampai antre teman-teman di Indonesia Timur, seperti di Manado yang biasanya bioskop sepi jadi (ramai) gila-gilaan dan gue salut dan terharu karena bokap dan oma gue yang sudah lama banget enggak nonton ke bioskop pun hadir untuk memberikan apresiasi terhadap film ini," kata Samuel.
Menjelang akhir 2018, masih ada film Indonesia yang berhasil meraup penonton di atas angka satu juta. "A Man Called Ahok" menjadi film ke-12 yang berhasil meraih satu juta penonton. Film yang dibintangi Daniel Mananta tersebut berhasil meraih pencapaiannya setelah hampir 10 hari tayang di jejaring bioskop Indonesia.
Ke-12 film yang mencetak penonton di atas satu juta penonton merupakan sebuah prestasi tersendiri bagi industri perfilman Indonesia. Pasalnya satu tahun sebelumnya, jumlah film box office dengan satu juta penonton hanya mencapai 11 film saja. Pencapaian ini juga bakal terus bertambah dengan kehadiran film "Suzanna: Bernapas Dalam Kubur". Film yang dibintangi oleh Luna Maya tersebut sudah berlari kencang dalam pekan perdana penayangannya.
(nug)