Adat Istiadat Baduy untuk Harmonisasi Alam

Jum'at, 30 November 2018 - 00:28 WIB
Adat Istiadat Baduy...
Adat Istiadat Baduy untuk Harmonisasi Alam
A A A
BANTEN - Indonesia kaya akan budaya dan adat istiadat yang harus diketahui generasi muda. Salah satunya adalah masyarakat suku Baduy atau Kanekes. Mereka memiliki adat istiadat yang sangat kental dan menariknya, semua masyarakat Baduy sangat mematuhinya.

Suku Baduy mendiami wilayah Kanekes. Mereka bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng di desaKanekes, KecamatanLeuwidamar, KabupatenLebak, Rangkasbitung, Banten. Berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Jarak ini tidak terlalu jauhdari DKI Jakarta.

Masyarakat Baduy terbagi menjadi tiga kelompokyaitu Tangtu, Panamping dan Dangka. Kelompok Tangtu adalah kelompok yang dikenal sebagai Baduy Dalam. Kelompok ini paling ketat mengikuti adat. Mereka tinggal di Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Ciri khas Orang Baduy Dalam adalah pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih.
Adat Istiadat Baduy untuk Harmonisasi Alam

Kelompok masyarakat Panamping adalah mereka yang dikenal sebagai BaduyLuar, yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Baduy Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Baduy Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. Apabila Baduy Dalam danBaduy Luar tinggal di wilayah Kanekes, maka Baduy Dangka tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam).

Mata pencaharian mayarakat Suku Baduy umumnya berladang dan bertani. Dalam praktek berladang dan bertani, Suku Baduy tidak menggunakan kerbau atau sapi dalam mengolah lahan mereka. Hewan berkaki empat selain anjing sangat dilarang masuk ke Desa Kanekes demi menjaga kelestarian alam.

Proses kelestarian alam juga sangat berlaku saat membangun rumah adat mereka yang terbuat dari kayu dan bambu. Mereka membiarkan kontur tanah yang masih miring. Alasannya untuk menjaga alam yang sudah memberi mereka kehidupan.

Rumah Suku Baduy dibangun dengan batu kali sebagai dasar pondasi, karena itulah tiang-tiang penyangga rumah terlihat tidak sama tinggi dengan tiang lainnya.

Semua ruangan dilapisi dengan lantai yang terbuat dari anyaman bambu. Sedangkan atap rumah terbuat dari serat ijuk atau daun pohon kelapa. Rumah suku Baduy dibangun saling berhadap-hadapan dan selalu menghadap utara atau selatan. Alasannya agar setiap rumah mendapat sinar matahari. Sehingga rumah Suku Baduy hanya dua arah saja.

Layaknya suku kebanyakan di Nusantara, tradisi kesenian di Suku Baduy juga mengenal budaya menenun yang telah diturunkan sejak nenek moyang mereka. Menenun hanya dilakukan oleh kaum perempuan yang sudah diajarkan sejak usia dini.

Tradisi menenun ini menghasilkan kain tenun yang digunakan dalam pakaian adat Suku Baduy. Hasil tenunan ada yang bertekstur lembut dan kasar. Kain bertekstur lembut untuk pakaian sedangkan kain yang agak kasar biasanya digunakan masyarakat Baduy untuk ikat kepala dan ikat pinggang.

Masyarakat Kanekes mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem nasional, yang mengikuti aturan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya masyarakat.
Adat Istiadat Baduy untuk Harmonisasi Alam

Kedua sistem tersebut digabung atau diakulturasikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi perbenturan. Secara nasional penduduk Kanekes dipimpin oleh kepala desa yang disebut sebagai jaro pamarentah, yang ada di bawah camat, sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat Kanekes yang tertinggi, yaitu “puun”.

Salah satu wujud kesetiaan dan ketaatan pada pemimpin adalah terus dilakukannya upacara seba setahun sekali. Dalam upacara ini mereka menghantar hasil bumi (padi, palawija, buah-buahan) kepada Gubernur Banten (sebelumnya ke GubernurJawa Barat), melalui bupati Kabupaten Lebak. Tidak hanya itu, mereka melaporkan keadaan penduduk Baduy.

Untuk menuju kantor Pemerintahan yang jaraknya puluhan kilo, masyarakat Baduy Dalam menempuhnya dengan berjalan kaki tanpa alas kaki, sedangkan masyarakat Baduy Luar, diperbolehkan menggunakan angkutan umum. Hal ini sebagai bagian dari ketaatan mereka pada aturan adat istiadat. Dan tentunya, masih banyak adat istiadat lain Suku Baduy untuk menjaga harmonisasi alam dan semesta.

Sukubaduy yang berada di wilayah Banten tentunya merupakan salah satu daya tarik pariwisata Banten sejak lama. Pariwisata Banten yang kini terdengar gaungnya mulai dilirik tidak hanya oleh para wisatawan lokal namun juga wisatawan yang berada di luar wilayah Banten yang menjadikannya sebagai alternatif wisata saat liburan akhir pekan.

Infrastruktur yang mendukung tidak lepas dari peran ASTRA Tol Tangerang-Merak dalam mendukung pariwisata Banten. Salah satunya secara konsisten melaksanakan program revitalisasi akses masuk dan keluar Jalan Tol Tangerang-Merak. ASTRA Tol Tangerang-Merak terus melakukan upaya peningkatan layanan prima bagi para pengguna jalan.

Di tahun 2018, ASTRA Tol Tangerang-Merak kembali melakukan program revitalisasi akses pada empat wilayah yakni Balaraja Barat, Serang Timur, Serang Barat dan Cilegon Timur. Hal ini merupakan salah satu upaya Tol Tangerang-Merak untuk terus mendukung pariwisata Banten yang digaungkan dalam program corporate agar Ayo ke Banten Lewat Tol Tangerang-Merak.

Untuk wisatawan yang tertarik mengunjungi Kampung Baduy, Anda disarankan menggunakan Jalan Tol Tangerang-Merak dan keluar di Gerbang Tol Serang Timur, Anda dapat menuju pusat kota Rangkasbitung, KabupatenLebak, darisana Anda dapat meneruskan perjalanan menuju Kawasan Ciboleger atau kecamatan Leuwidamar sekitar 46,7 km.

#AyokeBanten #LewatTolTangerangMerak
(akn)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0766 seconds (0.1#10.140)