Cegah PTM dengan Kebiasaan Olahraga Lari sejak Remaja
A
A
A
Tren penyakit tidak menular (PTM) terus menunjukkan kenaikan dan menyerang usia semakin muda. Olahraga sejak remaja perlu digiatkan guna mencegah PTM.
Hasil temuan UNICEF yang bertajuk Adolescence, A Time That Matters (2002) mengungkapkan, 70% dari seluruh kematian pada kalangan dewasa, antara lain akibat penyakit jantung dan paru-paru, dapat dicegah melalui penerapan gaya hidup sehat sejak usia muda. Hal ini membuat aktivitas fisik sangat penting dilakukan kalangan remaja.
Selain tahun pertama kehidupan, usia remaja juga menjadi periode penting dalam masa tumbuh kembang manusia. “Salah satu perkembangan paling signifikan terjadi pada prefrontal cortex di otak yang berperan mematangkan kemampuan mengambil keputusan, mengembangkan kepribadian dan kemampuan bersosialisasi,” papar dr Sandi Perutama Gani, medical expert dari Combiphar, dalam acara Peluncuran Combi Run Academy 2019.
Dia melanjutkan, perkembangan prefrontal cortex dipengaruhi hormon endorfin yang produksinya tidak lepas dari tiga elemen, yaitu gen deleted in colorectal cancer (DCC), hormon dopamin, dan hormon kortisol. Sementara untuk meningkatkan produksi hormon endorfin guna menunjang perkembangan prefrontal cortex, aktivitas fisik rutin menjadi kunci.
“Nah, lari menjadi salah satu kegiatan fisik yang direkomendasikan bagi remaja, mudah dan bisa dilakukan siapa pun, di mana pun, dan kapan pun,” kata dr Sandi.
Lari teratur mampu menekan rasa gelisah dan depresi. Dari sisi manfaat fisik, lari juga meningkatkan kesehatan musculoskeletal, kebugaran kardiorespirasi, kesehatan jantung, mengurangi risiko kenaikan berat badan, dan membangun ketahanan tubuh untuk olahraga berdampak tinggi seperti bola basket dan sepak bola.
Bukan hanya manfaat fisik, berlari juga membawa faedah untuk tidur yang lebih berkualitas. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa berlari 30 menit secara rutin selama lima hari dalam tiga pekan terbukti membantu remaja mendapatkan waktu tidur yang lebih berkualitas dan lebih fokus dalam meningkatkan pencapaian akademis.
Segudang manfaat lari ini mendorong Combiphar melahirkan Combi Run Academy (CRA) untuk mengajak remaja Indonesia semakin membudayakan lari sebagai aktivitas fisik sederhana tapi berdaya guna besar untuk menunjang masa dewasa yang lebih sehat kelak.
“Combi Run Academy merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan yang merangkul dua bidang sekaligus, yaitu ranah olahraga, salah satunya terealisasi dalam bentuk ajang lari tahunan Combi Run, dan nonolahraga, yakni Combi HOPE Healthy Living Education.
“Dalam penyelenggaraan kedua tahun ini, CRA 2019 melibatkan 15 SMA di wilayah Jakarta dan sekitarnya,” tutur B Dewinta Hutagaol, Head of Corporate Communications & Community Development Combiphar.
Pihaknya berharap, lewat CRA akan lahir bibit-bibit penggiat lari Indonesia yang berprestasi. Meski begitu, Andi Kurniawan, dokter dari Indonesia Sports Medical Centre (ISMC), mengingatkan agar para pelari melakukan persiapan matang sebelum berlari. Sebab, masih banyak pelari yang hanya melihat pelari lain.
Akibatnya, bukan manfaat kesehatan yang dicapai, malah timbul risiko cedera. “Olahraga lari itu manfaat bagi kesehatannya sangat bagus, badan jadi lebih bugar, tapi risiko cederanya juga cukup tinggi karena belum ada persiapan. Contohnya sebelum ikut lari 42 km harusnya ikut 5 km dulu, setelah beberapa kali baru 10 km dan seterusnya,” tutur dr Andi.
Risiko yang banyak dialami adalah cedera otot, engkel, dan lutut. Spesialis kedokteran olahraga ini menyarankan, sebelum mengikuti lomba lari, pelari hendaknya melakukan persiapan khusus, di antaranya latihan kekuatan otot, menjaga pola tidur, istirahat, dan nutrisi diatur. Yang juga perlu diperhatikan adalah memperhatikan asupan makanan, di mana asupan karbohidrat dan protein harus banyak dan mengandung lemak.
Hasil temuan UNICEF yang bertajuk Adolescence, A Time That Matters (2002) mengungkapkan, 70% dari seluruh kematian pada kalangan dewasa, antara lain akibat penyakit jantung dan paru-paru, dapat dicegah melalui penerapan gaya hidup sehat sejak usia muda. Hal ini membuat aktivitas fisik sangat penting dilakukan kalangan remaja.
Selain tahun pertama kehidupan, usia remaja juga menjadi periode penting dalam masa tumbuh kembang manusia. “Salah satu perkembangan paling signifikan terjadi pada prefrontal cortex di otak yang berperan mematangkan kemampuan mengambil keputusan, mengembangkan kepribadian dan kemampuan bersosialisasi,” papar dr Sandi Perutama Gani, medical expert dari Combiphar, dalam acara Peluncuran Combi Run Academy 2019.
Dia melanjutkan, perkembangan prefrontal cortex dipengaruhi hormon endorfin yang produksinya tidak lepas dari tiga elemen, yaitu gen deleted in colorectal cancer (DCC), hormon dopamin, dan hormon kortisol. Sementara untuk meningkatkan produksi hormon endorfin guna menunjang perkembangan prefrontal cortex, aktivitas fisik rutin menjadi kunci.
“Nah, lari menjadi salah satu kegiatan fisik yang direkomendasikan bagi remaja, mudah dan bisa dilakukan siapa pun, di mana pun, dan kapan pun,” kata dr Sandi.
Lari teratur mampu menekan rasa gelisah dan depresi. Dari sisi manfaat fisik, lari juga meningkatkan kesehatan musculoskeletal, kebugaran kardiorespirasi, kesehatan jantung, mengurangi risiko kenaikan berat badan, dan membangun ketahanan tubuh untuk olahraga berdampak tinggi seperti bola basket dan sepak bola.
Bukan hanya manfaat fisik, berlari juga membawa faedah untuk tidur yang lebih berkualitas. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa berlari 30 menit secara rutin selama lima hari dalam tiga pekan terbukti membantu remaja mendapatkan waktu tidur yang lebih berkualitas dan lebih fokus dalam meningkatkan pencapaian akademis.
Segudang manfaat lari ini mendorong Combiphar melahirkan Combi Run Academy (CRA) untuk mengajak remaja Indonesia semakin membudayakan lari sebagai aktivitas fisik sederhana tapi berdaya guna besar untuk menunjang masa dewasa yang lebih sehat kelak.
“Combi Run Academy merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan yang merangkul dua bidang sekaligus, yaitu ranah olahraga, salah satunya terealisasi dalam bentuk ajang lari tahunan Combi Run, dan nonolahraga, yakni Combi HOPE Healthy Living Education.
“Dalam penyelenggaraan kedua tahun ini, CRA 2019 melibatkan 15 SMA di wilayah Jakarta dan sekitarnya,” tutur B Dewinta Hutagaol, Head of Corporate Communications & Community Development Combiphar.
Pihaknya berharap, lewat CRA akan lahir bibit-bibit penggiat lari Indonesia yang berprestasi. Meski begitu, Andi Kurniawan, dokter dari Indonesia Sports Medical Centre (ISMC), mengingatkan agar para pelari melakukan persiapan matang sebelum berlari. Sebab, masih banyak pelari yang hanya melihat pelari lain.
Akibatnya, bukan manfaat kesehatan yang dicapai, malah timbul risiko cedera. “Olahraga lari itu manfaat bagi kesehatannya sangat bagus, badan jadi lebih bugar, tapi risiko cederanya juga cukup tinggi karena belum ada persiapan. Contohnya sebelum ikut lari 42 km harusnya ikut 5 km dulu, setelah beberapa kali baru 10 km dan seterusnya,” tutur dr Andi.
Risiko yang banyak dialami adalah cedera otot, engkel, dan lutut. Spesialis kedokteran olahraga ini menyarankan, sebelum mengikuti lomba lari, pelari hendaknya melakukan persiapan khusus, di antaranya latihan kekuatan otot, menjaga pola tidur, istirahat, dan nutrisi diatur. Yang juga perlu diperhatikan adalah memperhatikan asupan makanan, di mana asupan karbohidrat dan protein harus banyak dan mengandung lemak.
(don)