Banyak Pihak yang Menolak, Ini Kata Anang soal RUU Permusikan
A
A
A
JAKARTA - Draf Rancangan Undang-Undang Permusikan atau RUU Permusikan yang tengah digodok legislatif mendapat penolakan keras dari pelaku musik. Undang-undang ini dinilai tidak jelas mengatur apa dan siapa, hingga dianggap mengekang para musisi untuk bereksperimen.
Bahkan dari Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan mengatakan bahwa peraturan tersebut lebih berpihak pada industri besar dan mengesampingkan musisi independent. Beberapa di antaranya juga berpendapat bahwa RUU Pemusikan memaksakan kehendak dan mendiskriminasi dengan adanya keharusan uji kompetensi dan sertifikasi bagi musisi.
Terkait hal ini, Anang Hermansyah, musisi yang juga anggota DPR RI, mengatakan bahwa dirinya tidak membuat pasal mengenai uji kompetensi musisi. Lebih lanjut, Anang menjelaskan, yang dimaksud pasal uji kompetensi musisi yaitu standar kerja dan imbalan atau pendapatan para musisi yang terukur.
Hal tersebut diungkapkan mantan suami Krisdayanti itu di dalam vlog musisi, Anji. "Nggak. Ini sebenarnya masukan hasil dari konferensi musik di Ambon. Uji kompetensi sebenarnya ukuran, sehingga standar kerjanya terukur dan imbalannya terukur," ungkap Anang.
Bapak empat anak itu pun menjelaskan bahwa awal mula munculnya RUU Permusikan, berawal dari parlemen anti pembajakan yang diinisiasinya. Anang menggagas ini bersama politisi lintas fraksi tepat enam bulan pertama saat dia menjadi anggota DPR RI, Maret 2015.
Akan tetapi, pemberantasan pembajakan yang dilakukan kepolisian dinilai tidak berjalan lancar, sehingga adanya masukan dan diskusi yang memunculkan regulasi terkait RUU Permusikan. "Saat itu kita keliling ke berbagai pihak. Mulai Presiden, Kapolri, Jaksa Agung termasuk on the spot ke Glodok terkait dengan pemberantasan pembajakan di ranah musik," terang Anang.
"Berawal dari masukan dan diskusi dengan melibatkan banyak pihak memunculkan ide dibutuhkan regulasi berupa RUU Tata Kelola Musik. Namun pada akhirnya nomenklatur yang dipilih adalah RUU Permusikan," sambung suami penyanyi Ashanty itu.
Anang menambahkan, RUU Permusikan diusulkan Badan Legislasi (Baleg) DPR melalui Badan Keahlian Dewan (BKD) yang terdiri dari para ahli dan birokrat DPR. BKD telah meminta pendapat dari berbagai pihak terkait materi yang terkandung dalam RUU Permusikan.
Menurut Anang, RUU Permusikan yang saat ini beredar di publik merupakan usulan inisiatif DPR yang berasal dari BKD DPR RI dan diusulkan secara resmi oleh Baleg DPR RI dalam sidang paripurna DPR pada 2 Oktober 2018. "Pada sidang paripurna DPR pada 31 Oktober 2018, RUU Permusikan resmi masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2019," kata dia.
Sebelumnya, pada pertengahan Juni 2017, komunitas musisi dan stakeholder yang tergabung dalam Konferensi Musik Indonesia (KAMI) datang ke Baleg DPR RI mengusulkan keberadaan regulasi di bidang musik.
"Saat itu, 10 fraksi di DPR bulat mendukung keberadaan RUU Permusikan. Tidak hanya mendukung, DPR berkomitmen sebagai pihak yang menginisiasi RUU Permusikan. Momentum itu membuktikan, musik menyatukan sekat-sekat perbedaan politik," pungkas Anang.
Bahkan dari Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan mengatakan bahwa peraturan tersebut lebih berpihak pada industri besar dan mengesampingkan musisi independent. Beberapa di antaranya juga berpendapat bahwa RUU Pemusikan memaksakan kehendak dan mendiskriminasi dengan adanya keharusan uji kompetensi dan sertifikasi bagi musisi.
Terkait hal ini, Anang Hermansyah, musisi yang juga anggota DPR RI, mengatakan bahwa dirinya tidak membuat pasal mengenai uji kompetensi musisi. Lebih lanjut, Anang menjelaskan, yang dimaksud pasal uji kompetensi musisi yaitu standar kerja dan imbalan atau pendapatan para musisi yang terukur.
Hal tersebut diungkapkan mantan suami Krisdayanti itu di dalam vlog musisi, Anji. "Nggak. Ini sebenarnya masukan hasil dari konferensi musik di Ambon. Uji kompetensi sebenarnya ukuran, sehingga standar kerjanya terukur dan imbalannya terukur," ungkap Anang.
Bapak empat anak itu pun menjelaskan bahwa awal mula munculnya RUU Permusikan, berawal dari parlemen anti pembajakan yang diinisiasinya. Anang menggagas ini bersama politisi lintas fraksi tepat enam bulan pertama saat dia menjadi anggota DPR RI, Maret 2015.
Akan tetapi, pemberantasan pembajakan yang dilakukan kepolisian dinilai tidak berjalan lancar, sehingga adanya masukan dan diskusi yang memunculkan regulasi terkait RUU Permusikan. "Saat itu kita keliling ke berbagai pihak. Mulai Presiden, Kapolri, Jaksa Agung termasuk on the spot ke Glodok terkait dengan pemberantasan pembajakan di ranah musik," terang Anang.
"Berawal dari masukan dan diskusi dengan melibatkan banyak pihak memunculkan ide dibutuhkan regulasi berupa RUU Tata Kelola Musik. Namun pada akhirnya nomenklatur yang dipilih adalah RUU Permusikan," sambung suami penyanyi Ashanty itu.
Anang menambahkan, RUU Permusikan diusulkan Badan Legislasi (Baleg) DPR melalui Badan Keahlian Dewan (BKD) yang terdiri dari para ahli dan birokrat DPR. BKD telah meminta pendapat dari berbagai pihak terkait materi yang terkandung dalam RUU Permusikan.
Menurut Anang, RUU Permusikan yang saat ini beredar di publik merupakan usulan inisiatif DPR yang berasal dari BKD DPR RI dan diusulkan secara resmi oleh Baleg DPR RI dalam sidang paripurna DPR pada 2 Oktober 2018. "Pada sidang paripurna DPR pada 31 Oktober 2018, RUU Permusikan resmi masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2019," kata dia.
Sebelumnya, pada pertengahan Juni 2017, komunitas musisi dan stakeholder yang tergabung dalam Konferensi Musik Indonesia (KAMI) datang ke Baleg DPR RI mengusulkan keberadaan regulasi di bidang musik.
"Saat itu, 10 fraksi di DPR bulat mendukung keberadaan RUU Permusikan. Tidak hanya mendukung, DPR berkomitmen sebagai pihak yang menginisiasi RUU Permusikan. Momentum itu membuktikan, musik menyatukan sekat-sekat perbedaan politik," pungkas Anang.
(nug)