20 Destinasi Majestic Banyuwangi Dipajang di KLIA
A
A
A
KUALA LUMPUR - Beragam destinasi terbaik dipajang dalam Banyuwangi Cultural Week 2019, Kuala Lumpur. Variannya luas mulai dari alam, budaya, hingga warna petualangan. Keeksotisannya menjadi representasi Majestic Banyuwangi secara utuh.
Banyuwangi Cultural Week 2019 mulai digulirkan pada Kamis (20/3/2019). Venuenya berada di Level 5 Hall Keberangkatan, Gedung Terminal Utama, Kuala Lumpur International Airport (KLIA), Kuala Lumpur, Malaysia. Digelar 20-24 Maret 2019, even ini menyajikan 20 destinasi terbaik Majestic Banyuwangi. Respons positif langsung ditunjukkan publik KLIA usai upacara pembukaan.
Para penumpang di KLIA terlihat antusias dengan beragam produk pariwisata Banyuwangi. The Sun Rise of Java ini menawarkan destinasi Kawah Ijen. Banyuwangi juga memiliki De Djawatan, Desa Adat Kemiren, Sadengan Savannah, hingga Rafting & Tubing. Warna baharinya muncul dari G-Land, Pulau Merah, Watudodol, dan Bangsring Underwater. Ada juga Pantai Marina Boom, Mustika, dan Sukamade.
“Kami optimistis arus kunjungan wisatawan ke Banyuwangi akan naik. Respon publik di KLIA sangat bagus. Mereka tertarik dengan beragam informasi pariwisata Banyuwangi. Memanfaatkan momentum ini, seluruh destinasi yang ada di Banyuwangi kami tawarkan. Destinasi ini unik dan memiliki kekhasan yang luar biasa,” ungkap Kepala Dinas Pariwisata Banyuwangi M Yanuarto Bramuda, Rabu (20/3/2019).
The Sun Rise of Java memang eksotis. Warna ini digambarkan destinasi Kawah Ijen. Dengan background gunung, Kawah Ijen dilengkapi Blue Fire. Fenomena ini konon hanya ada 2 di dunia. Kawasan Ijen juga terkonekasi dengan Kawah Wurung, Bulan Sabit, dan Pemandian Air Panas. Ada juga Air Terjun Blawan, Kali Pait, Kampung Anyar, dan Kalibendo.
Sisi lain dari The Sun Rise of Java dimunculkan oleh Desa Adat Kemiren. Nuansanya sangat tradisional. Desa ini identik dengan budaya khas Suku Osing (Using). Ada budaya Barong Osing, Ritual Barong Ider Bumi, hingga Tari Gandrung. Desan ini juga memiliki Sanggar Genjah Arum yang jadi museum pelestari tradisi. Lebih spesial, Desa Kemiren memiliki Kopi Using yang terkenal kenikmatannya.
Roman instagramable juga dihadirkan melalui De Djawatan. Dengan pesonanya, destinasi ini disamakan dengan hutan dalam film Lord of The Rings. Pohon besar berlumut dengan beragam ornamennya yang unik. Untuk ilustrasi eksotisnya bahari The Sun Rise of Java bisa dilihat dari G-Land. G-Land adalah spot untuk surfing luar biasa, kawasannya alami, dan memiliki perairan 3 warna.
“Silahkan datang ke Banyuwangi untuk menikmati destinasi luar biasa ini. Banyuwangi ingin berbagi semua hal eksotis dan fantastik ini bersama masyarakat dunia. Yang jelas, kami bersyukur dengan semua potensi yang ada. Berkat pariwisata, kesejahteraan ekonomi Banyuwangi naik. Perkapita positif. Untuk itu, kami ucapkan terima kasih kepada Kemenpar yang terus memberikan support,” jelas Yanuarto lagi.
Total mengembangkan pariwisata, Banyuwangi mendapat impact positif secara makro. Perekonomian The Sun Rise of Java kompetitif. Pada 2017, pertumbuhan ekonomi Banyuwangi berada pada level 5,6%. Leading 0,53% dari nasional, lalu unggul 0,15% atas Jawa Timur. PDRB naik 115,4%. Angka riilnya pada 2018 Rp69,9 Triliun dengan perkapita Rp43,65 Juta.
“Kami kagum dengan pariwisata Banyuwangi. Pertumbuhannya itu luar biasa. Mereka juga aktif dalam promosi. Perkembangan Banyuwangi juga berimbas sampai Jember. Sebab, banyak wisatawan dari Banyuwangi yang melanjutkan kunjungannya ke Jember,” papar Pengusaha Jasa Spa asal Jember Ria Febria yang sedang berada di KLIA dan mendatangi Banyuwangi Cultural Week 2019.
Perbaikan ekonomi berpengaruh menyeluruh. Pada 2018, gini ratio di angka 0,29. Pengangguran terbuka turun 50% dan berada di angka 3,07%. Padahal, direntang 2010-an, angka pengangguran terbuka di angka 6%. Kemiskinan pada 2018 sekitar 8,64%, padahal 8 tahun sebelumnya 20,09%. Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenpar Rizki Handayani mengatakan, pariwisata Banyuwangi bagus.
“Banyuwangi berkembang secara keseluruhan karena stakeholder punya komitmen besar. Mereka terus mengembangkan pariwisata secara serius dan komprehensif. Atraksi yang ada di Banyuwangi memang luar biasa. Hal ini tentu akan bagus bisa ditawarkan langsung melalui Banyuwangi Cultural Week 2019. Sebab, pangsa pasar di KLIA ini jelas. Arus wisman Banyuwangi pasti akan naik,” kata Rizki.
KLIA menjadi transit wisatawan 170 Ribu orang per hari sepanjang 2018. Banyuwangi Cultural Week 2019 membidik pengunjung 10% dari jumlah total wisatawan transit 170 Ribu orang per harinya. Angka riilnya 17.000 orang per hari. Asdep Pengembangan Pemasaran I Regional II Kemenpar Adella Raung pun menjelaskan, kesejahteraan masyarakat Banyuwangi juga akan terus terkoreksi positif.
“Seiring terus naiknya pariwisata, kesejahteraan masyarakat Banyuwangi akan terus melejit. Itu sudah jadi teorinya. Spending wisman di Banyuwangi juga bagus. Wilayah ini memenuhi semua syarat dengan infrastruktur pendukung terbaik,” jelas Adella.
Wisman memiliki rata-rata spending hingga Rp2,7 Juta per trip. Dengan komparasi jumlah wismannya, aktivitas transaksi di Banyuwangi mencapai Rp7,7 Triliun per tahunnya. Nilai ini langsung dinikmati masyarakat. Terkait infrastruktur, Banyuwangi 89 hotel, 9 hotel bintang, 485 homestay, dan 750 rumah makan. Banyuwangi juga ditopang oleh total 58 destinasi wisata plus 68 travel agent.
“Apapun Banyuwangi Cultural Week 2019 momentum branding terbaik. Destinasi yang ditawarkan menarik dan jadi representasi pariwisata Banyuwangi. Yang pasti, moment ini harus dimanfaatkan. Sebab, impact jangka panjang akan memberikan banyak value,” tutup Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya.
Banyuwangi Cultural Week 2019 mulai digulirkan pada Kamis (20/3/2019). Venuenya berada di Level 5 Hall Keberangkatan, Gedung Terminal Utama, Kuala Lumpur International Airport (KLIA), Kuala Lumpur, Malaysia. Digelar 20-24 Maret 2019, even ini menyajikan 20 destinasi terbaik Majestic Banyuwangi. Respons positif langsung ditunjukkan publik KLIA usai upacara pembukaan.
Para penumpang di KLIA terlihat antusias dengan beragam produk pariwisata Banyuwangi. The Sun Rise of Java ini menawarkan destinasi Kawah Ijen. Banyuwangi juga memiliki De Djawatan, Desa Adat Kemiren, Sadengan Savannah, hingga Rafting & Tubing. Warna baharinya muncul dari G-Land, Pulau Merah, Watudodol, dan Bangsring Underwater. Ada juga Pantai Marina Boom, Mustika, dan Sukamade.
“Kami optimistis arus kunjungan wisatawan ke Banyuwangi akan naik. Respon publik di KLIA sangat bagus. Mereka tertarik dengan beragam informasi pariwisata Banyuwangi. Memanfaatkan momentum ini, seluruh destinasi yang ada di Banyuwangi kami tawarkan. Destinasi ini unik dan memiliki kekhasan yang luar biasa,” ungkap Kepala Dinas Pariwisata Banyuwangi M Yanuarto Bramuda, Rabu (20/3/2019).
The Sun Rise of Java memang eksotis. Warna ini digambarkan destinasi Kawah Ijen. Dengan background gunung, Kawah Ijen dilengkapi Blue Fire. Fenomena ini konon hanya ada 2 di dunia. Kawasan Ijen juga terkonekasi dengan Kawah Wurung, Bulan Sabit, dan Pemandian Air Panas. Ada juga Air Terjun Blawan, Kali Pait, Kampung Anyar, dan Kalibendo.
Sisi lain dari The Sun Rise of Java dimunculkan oleh Desa Adat Kemiren. Nuansanya sangat tradisional. Desa ini identik dengan budaya khas Suku Osing (Using). Ada budaya Barong Osing, Ritual Barong Ider Bumi, hingga Tari Gandrung. Desan ini juga memiliki Sanggar Genjah Arum yang jadi museum pelestari tradisi. Lebih spesial, Desa Kemiren memiliki Kopi Using yang terkenal kenikmatannya.
Roman instagramable juga dihadirkan melalui De Djawatan. Dengan pesonanya, destinasi ini disamakan dengan hutan dalam film Lord of The Rings. Pohon besar berlumut dengan beragam ornamennya yang unik. Untuk ilustrasi eksotisnya bahari The Sun Rise of Java bisa dilihat dari G-Land. G-Land adalah spot untuk surfing luar biasa, kawasannya alami, dan memiliki perairan 3 warna.
“Silahkan datang ke Banyuwangi untuk menikmati destinasi luar biasa ini. Banyuwangi ingin berbagi semua hal eksotis dan fantastik ini bersama masyarakat dunia. Yang jelas, kami bersyukur dengan semua potensi yang ada. Berkat pariwisata, kesejahteraan ekonomi Banyuwangi naik. Perkapita positif. Untuk itu, kami ucapkan terima kasih kepada Kemenpar yang terus memberikan support,” jelas Yanuarto lagi.
Total mengembangkan pariwisata, Banyuwangi mendapat impact positif secara makro. Perekonomian The Sun Rise of Java kompetitif. Pada 2017, pertumbuhan ekonomi Banyuwangi berada pada level 5,6%. Leading 0,53% dari nasional, lalu unggul 0,15% atas Jawa Timur. PDRB naik 115,4%. Angka riilnya pada 2018 Rp69,9 Triliun dengan perkapita Rp43,65 Juta.
“Kami kagum dengan pariwisata Banyuwangi. Pertumbuhannya itu luar biasa. Mereka juga aktif dalam promosi. Perkembangan Banyuwangi juga berimbas sampai Jember. Sebab, banyak wisatawan dari Banyuwangi yang melanjutkan kunjungannya ke Jember,” papar Pengusaha Jasa Spa asal Jember Ria Febria yang sedang berada di KLIA dan mendatangi Banyuwangi Cultural Week 2019.
Perbaikan ekonomi berpengaruh menyeluruh. Pada 2018, gini ratio di angka 0,29. Pengangguran terbuka turun 50% dan berada di angka 3,07%. Padahal, direntang 2010-an, angka pengangguran terbuka di angka 6%. Kemiskinan pada 2018 sekitar 8,64%, padahal 8 tahun sebelumnya 20,09%. Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenpar Rizki Handayani mengatakan, pariwisata Banyuwangi bagus.
“Banyuwangi berkembang secara keseluruhan karena stakeholder punya komitmen besar. Mereka terus mengembangkan pariwisata secara serius dan komprehensif. Atraksi yang ada di Banyuwangi memang luar biasa. Hal ini tentu akan bagus bisa ditawarkan langsung melalui Banyuwangi Cultural Week 2019. Sebab, pangsa pasar di KLIA ini jelas. Arus wisman Banyuwangi pasti akan naik,” kata Rizki.
KLIA menjadi transit wisatawan 170 Ribu orang per hari sepanjang 2018. Banyuwangi Cultural Week 2019 membidik pengunjung 10% dari jumlah total wisatawan transit 170 Ribu orang per harinya. Angka riilnya 17.000 orang per hari. Asdep Pengembangan Pemasaran I Regional II Kemenpar Adella Raung pun menjelaskan, kesejahteraan masyarakat Banyuwangi juga akan terus terkoreksi positif.
“Seiring terus naiknya pariwisata, kesejahteraan masyarakat Banyuwangi akan terus melejit. Itu sudah jadi teorinya. Spending wisman di Banyuwangi juga bagus. Wilayah ini memenuhi semua syarat dengan infrastruktur pendukung terbaik,” jelas Adella.
Wisman memiliki rata-rata spending hingga Rp2,7 Juta per trip. Dengan komparasi jumlah wismannya, aktivitas transaksi di Banyuwangi mencapai Rp7,7 Triliun per tahunnya. Nilai ini langsung dinikmati masyarakat. Terkait infrastruktur, Banyuwangi 89 hotel, 9 hotel bintang, 485 homestay, dan 750 rumah makan. Banyuwangi juga ditopang oleh total 58 destinasi wisata plus 68 travel agent.
“Apapun Banyuwangi Cultural Week 2019 momentum branding terbaik. Destinasi yang ditawarkan menarik dan jadi representasi pariwisata Banyuwangi. Yang pasti, moment ini harus dimanfaatkan. Sebab, impact jangka panjang akan memberikan banyak value,” tutup Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya.
(akn)