Bagaimana Cara Menangani Penyakit yang Menyerang Sendi

Senin, 01 April 2019 - 08:26 WIB
Bagaimana Cara Menangani Penyakit yang Menyerang Sendi
Bagaimana Cara Menangani Penyakit yang Menyerang Sendi
A A A
Anda sering mengalami peradangan, rasa sakit dan kekakuan di bagian tulang belakang serta sendi lain, seperti bahu, pinggul, tulang rusuk, atau tumit terutama di pagi hari? Kalau iya, bisa jadi Anda menderita Ankylosing Spondylitis (AS). Ankylosing Spondylitis (AS) adalah gangguan peradangan kronis yang melibatkan sendi sakroiliaka dan tulang belakang.

Hal ini terkait dengan gejala klinis yang berkaitan dengan persendian maupun diluar persendian, termasuk radang sendi perifer, peradangan entesis, peradangan pada mata (uveitis anterior), psoriasis, dan penyakit peradangan usus. Kondisi inilah yang dialami oleh dr. Adhiatma Gunawan yang didiagnosis AS pada 2012.

Berawal dari rasa kaku dan nyeri di persendian tulang belakang bagian bawah, terutama pada pagi hari. Lambat laun rasa nyeri yang dirasakan semakin bertambah sampai tahun 2017. Akibatnya, aktivitasnya pun menjadi terhambat. “Nyeri sekali sampai kalau naik tangga dan jalan kaki itu sakitnya luar biasa,” bebernya.

Prevalensi AS di Asia Tenggara adalah 0,2%. Pasien dengan AS biasanya mengalami gejala seperti peradangan, rasa sakit, dan kekakuan di bagian tulang belakang serta sendi lain, seperti bahu, pinggul, tulang rusuk, atau tumit terutama terjadi di pagi hari. Pria memiliki peluang tiga kali lebih tinggi untuk menderita AS dibandingkan wanita.

Penyakit ini dapat menyerang segala usia, tapi umumnya mulai berkembang pada masa remaja atau dewasa awal (sekitar usia 20 tahunan). Hanya 5% yang mengalami gejala setelah umur 45 tahun. Berdasarkan laporan WHO dalam ‘Global Report on Psoriasis’ di tahun 2016 menunjukkan 34,7% pasien penderita Psoriasis mengalami radang sendi kronis (Psoriatic Arthritis – PsA) yang mengarah pada deformasi sendi dan kecacatan.

Sementara itu, Ankylosing Spondylitis (AS) adalah gangguan peradangan kronis yang melibatkan sendi sakroiliakadan tulang belakang. Hal ini terkait dengan gejala klinis yang berkaitan dengan persendian maupun diluar persendian, termasuk radang sendi perifer, peradangan entesis, peradangan pada mata (uveitis anterior), psoriasis, dan penyakit peradangan usus. Prevalensi AS di Asia Tenggara adalah 0,2%

Baik pasien AS maupun PsA terkait secara genetik dan klinis, karena keduanya adalah penyakit Reumatik Inflamasi (Inflammatory Rheumatic) yang terkait dengan gen HLA-B27, yaitu gen kuat yang meningkatkan risiko beberapa penyakit reumatik. Menurut spesialis penyakit dalam dan konsultan reumatologi, DR. dr. Rudy Hidayat, SpPD-KR, gen tersebut tidak menyebabkan penyakit, tetapi bisa membuat orang lebih rentan terkena dan menderita AS dan PsA.

Menurutnya, kebanyakan pasien penderita AS dan PsA tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut. Mereka baru mengetahuinya setelah merasakan peradangan dan rasa sakit yang terus-menerus dan tidak tertahankan lagi hingga menyebabkan gangguan fungsi gerak tubuh. “Deteksi dini dan pananganan yang tepat sangat berperan penting dalam memperbaiki gejala terutama rasa nyeri, fungsi anggota gerak dan kualitas hidup pasien,” ucap dr Rudy.

Ia menjelaskan, pasien dengan AS biasanya mengalami gejala seperti peradangan, rasa sakit, dan kekakuan di bagian tulang belakang serta sendi lain, seperti bahu, pinggul, tulang rusuk, atau tumit terutama terjadi di pagi hari.Sementara itu, pasien dengan PsA, umumnya menunjukkan gejala yang mirip tetapi biasanya disertai dengan psoriasis pada kulit, walaupun bisa juga terjadi tanpa artritis.

“Pria memiliki peluang 3 kali lebih tinggi untuk menderita AS dibandingkan wanita. Penyakit ini bisa terjadi di segala usia, tapi umumnya mulai berkembang pada masa remaja atau dewasa awal sekitar usia 20 tahunan. Hanya 5% mengalami gejala setelah umur 45 tahun,” terang dr Rudy.

Beberapa alternatif penatalaksanaan yang tersedia saat ini, baik untuk AS maupun PsA, lebih banyak bertujuan untukmemperbaiki kelainan pada postur tubuh, mencegah kecacatan, meningkatkan kemampuan pasien untuk kembali beraktivitas secara normal, dan mengurangi serta menekan rasa sakit dan peradangan.

“Saat ini, jenis pengobatan yang banyak digunakan untuk menangani, baik penyakit AS maupun PsA diantaranya adalah obat-obatan non-steroid anti-inflamasi (NSAID), obat anti-reumatik (DMARDs) dan yang terbaru adalah agen biologik. Tersedianya Secukinumab sebagai salah satu pilihan terapi agen biologik, diharapkan dapat membantu menjawab kebutuhan pengobatan pasien AS dan PsA di Indonesia agar bisa mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik,” papar dr. Rudy.

Ia menambahkan, selain menggunakan obat untuk mengurangi serta menekan rasa sakit dan peradangan, pasien penderita AS dan PsA juga dapat melakukan terapi fisik. Terapi ini berperan penting dalam perawatan, karena dapat membantu menghilangkan rasa sakit hingga peningkatan kekuatan dan fleksibilitas.

“Pasien AS dan PsA dapat melakukan latihan rentang gerak dan peregangan untuk membantu menjaga kelenturan sendi, serta mempertahankan postur tubuh yang baik. Posisi tidur dan berjalan yang tepat serta olah raga perut dan punggung dapat membantu menjaga postur tubuh tegak,” ungkap dr. Rudy
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6596 seconds (0.1#10.140)