Kain Tenun Ikat Lembata Memukau di Indonesia Fashion Week 2019
A
A
A
JAKARTA - Kain tenun ikat khas Lembata menarik perhatian dan minat penunjung Indonesia Fashion Week 2019 yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC) sejak 27 hingga 31 Maret 2019. Bahkan pada Jumat (29/3/2019) sejumlah peragawati memamerkan pakaian dengan desain bahan dasar tenun ikat Lembata.
“Acaranya sangat luar biasa. Ini adalah ajang promosi, bagi kami di daerah sangat bangga dengan adanya kegiatan seperti ini, karena potensi kami soal budaya tenun yang selama sudah jadi budaya turun temurun, di acara ini bisa dikenal lebih luas,” kata Wakil Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Lembata Maria N Sadipun kepada SINDONEWS.
Menurut dia, selama ini tenun ikat khas Lembata hanya digunakan pada saat acara adat dan acara daerah tersendiri. Namun dengan ditampilkan di acara seperti ini jelas dunia lain bisa melihat. Sehingga tenun Nusa Tenggara Timur (NTT), terutama tenun dari Kabupaten Lembata bisa dikenal di seluruh Indonesia.
“Saya berharap acara Indonesia Fashion Week (IFW) yang sudah 8 kali digelar bisa terus berlangsung. Ini merupakan keikutsertaan Kabupaten Lembata yang pertama kali di ajang IFW. Nanti ke depannya pada IFW berikutnya rencananya Lembata akan terus ikut serta,” kata Maria yang juga istri Wakil Bupati Lembata Thomas Ola Langoday.
Maria menjelaskan, Kabupaten Lembata terdiri dari 9 kecamatan dan masing-masing kecamatan punya motif. Salah satu motif adalah Ile Ape dan ada juga motif Keda. Begitu juga di 9 Kecamatan di Lembata juga masing-masing punya motif, sangat kaya dengan budaya-budaya yang lain. Teristimewa Lembata itu adalah daerah pariwisata, dengan demikian kehadiran tenun ikat ini turut mendukung sektor pariwisata.
“Tenun ikat ini adalah hasil karya ibu-ibu di 9 kecamatan di Lembata, dengan sekitar 500 penenun khas ikat Lembata,” kata Maria.
Hal yang membedakan kain tenun ikat Lembata dengan kain tenun ikat lainnya adalah kekhasan warna warna alam. Jadi masih mempertahankan warna-warna alamiah yang dibuat dari bahan-bahan alamiah juga.
Dengan masuknya beberapa desainer nasional, satu di antaranya yaitu Leviko itu di Lembata sudah mulai mengembangkan kreasi-kreasi baru yang nanti warna-warnanya lebih cerah ngejreng. Meski begitu tetap mempertahankan motif kultur asli Lembata. Terobosan ini dilakukan demi memenuhi tuntutan pasar yang menginginkan warna cerah.
Lembata masih mempertahankan tenun tradisional dan cara memproduksipun masih tradisional dengan cara mengikat. Sentra produksi tenun ikat Lembata ada di desa-desa, karena kegiatan menenun ini menjadi penunjang ekonomi dari ibu-ibu di desa.
“Kami masih dalam ajang promosi dan masih mencari peluang-peluang. Begitu juga dari desainer baru pada tahap melatih desainer-desainer di kabupaten. Kalau semua sudah komplit dan bisa bekerja sama serta bisa terjual di luar NTT, maka ke depan pasar kain tenun ikat NTT jadi lebih bagus,” kata Maria.
Saat ini produksi kain tenun ikat Lembata ada yang masih berbentuk dasar erupa kain, ada juga yang sudah dibuatkan jadi baju, rok blues, dan gaun, serta dalam bentuk dasi. Kreasi produknya sudah mulai banyak varian namun promosinya yang belum maksimal.
“Nah dalam ajang Indonesia Fashion Week 2019 ini bisa mendongkrak promosi kain tenun ikat Lembata. Mungkin ke depannya ini bisa jadi arena promosi dan kami bisa rutin mengikuti event IFW ini. Lembata sudah memilik desainer putera daerah yang bagus, tapi tetap ada pendampingan dari Leviko,” kata dia.
Saat ini konsumen kain tenun ikat Lembata sudah menjangkau luas ke seluruh Indonesia. Mereka yang membeli biasanya adalah tamu-tamu yang datang dari seluruh penjuru nasional saat berkunjung ke Lembata, mereka membeli oleh-oleh kain tenun ikat Lembata.
Namun Lembata belum melakukan ekspor atau mengirim dalam jumlah besar produksi kain tenun ikatnya ke luar daerah. Harapan ke depan, Lembata ingin bisa mengekspor kain tenun ikatnya ke luar.
Secara produksi, saat ini para penenunnya siap untuk memproduksi dan nanti ke depan akan dilakukan inovasi desain sehingga para penenun bisa mengembangkan model-model baru. Sehingga bisa memenuhi keinginan pasar. Karena tenun ikat sudah didesain untuk menuju pangsa pasar.
“Jadi penekananya pada desain. Sehingga desainer-desainer dengan pendampingan dari desainer nasional, terlebih dari Leviko dari Ibu Laiskodat. Harapannya produk kain tenun ikat Lambata bisa lebih baik lagi,” pungkas Maria.
“Acaranya sangat luar biasa. Ini adalah ajang promosi, bagi kami di daerah sangat bangga dengan adanya kegiatan seperti ini, karena potensi kami soal budaya tenun yang selama sudah jadi budaya turun temurun, di acara ini bisa dikenal lebih luas,” kata Wakil Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Lembata Maria N Sadipun kepada SINDONEWS.
Menurut dia, selama ini tenun ikat khas Lembata hanya digunakan pada saat acara adat dan acara daerah tersendiri. Namun dengan ditampilkan di acara seperti ini jelas dunia lain bisa melihat. Sehingga tenun Nusa Tenggara Timur (NTT), terutama tenun dari Kabupaten Lembata bisa dikenal di seluruh Indonesia.
“Saya berharap acara Indonesia Fashion Week (IFW) yang sudah 8 kali digelar bisa terus berlangsung. Ini merupakan keikutsertaan Kabupaten Lembata yang pertama kali di ajang IFW. Nanti ke depannya pada IFW berikutnya rencananya Lembata akan terus ikut serta,” kata Maria yang juga istri Wakil Bupati Lembata Thomas Ola Langoday.
Maria menjelaskan, Kabupaten Lembata terdiri dari 9 kecamatan dan masing-masing kecamatan punya motif. Salah satu motif adalah Ile Ape dan ada juga motif Keda. Begitu juga di 9 Kecamatan di Lembata juga masing-masing punya motif, sangat kaya dengan budaya-budaya yang lain. Teristimewa Lembata itu adalah daerah pariwisata, dengan demikian kehadiran tenun ikat ini turut mendukung sektor pariwisata.
“Tenun ikat ini adalah hasil karya ibu-ibu di 9 kecamatan di Lembata, dengan sekitar 500 penenun khas ikat Lembata,” kata Maria.
Hal yang membedakan kain tenun ikat Lembata dengan kain tenun ikat lainnya adalah kekhasan warna warna alam. Jadi masih mempertahankan warna-warna alamiah yang dibuat dari bahan-bahan alamiah juga.
Dengan masuknya beberapa desainer nasional, satu di antaranya yaitu Leviko itu di Lembata sudah mulai mengembangkan kreasi-kreasi baru yang nanti warna-warnanya lebih cerah ngejreng. Meski begitu tetap mempertahankan motif kultur asli Lembata. Terobosan ini dilakukan demi memenuhi tuntutan pasar yang menginginkan warna cerah.
Lembata masih mempertahankan tenun tradisional dan cara memproduksipun masih tradisional dengan cara mengikat. Sentra produksi tenun ikat Lembata ada di desa-desa, karena kegiatan menenun ini menjadi penunjang ekonomi dari ibu-ibu di desa.
“Kami masih dalam ajang promosi dan masih mencari peluang-peluang. Begitu juga dari desainer baru pada tahap melatih desainer-desainer di kabupaten. Kalau semua sudah komplit dan bisa bekerja sama serta bisa terjual di luar NTT, maka ke depan pasar kain tenun ikat NTT jadi lebih bagus,” kata Maria.
Saat ini produksi kain tenun ikat Lembata ada yang masih berbentuk dasar erupa kain, ada juga yang sudah dibuatkan jadi baju, rok blues, dan gaun, serta dalam bentuk dasi. Kreasi produknya sudah mulai banyak varian namun promosinya yang belum maksimal.
“Nah dalam ajang Indonesia Fashion Week 2019 ini bisa mendongkrak promosi kain tenun ikat Lembata. Mungkin ke depannya ini bisa jadi arena promosi dan kami bisa rutin mengikuti event IFW ini. Lembata sudah memilik desainer putera daerah yang bagus, tapi tetap ada pendampingan dari Leviko,” kata dia.
Saat ini konsumen kain tenun ikat Lembata sudah menjangkau luas ke seluruh Indonesia. Mereka yang membeli biasanya adalah tamu-tamu yang datang dari seluruh penjuru nasional saat berkunjung ke Lembata, mereka membeli oleh-oleh kain tenun ikat Lembata.
Namun Lembata belum melakukan ekspor atau mengirim dalam jumlah besar produksi kain tenun ikatnya ke luar daerah. Harapan ke depan, Lembata ingin bisa mengekspor kain tenun ikatnya ke luar.
Secara produksi, saat ini para penenunnya siap untuk memproduksi dan nanti ke depan akan dilakukan inovasi desain sehingga para penenun bisa mengembangkan model-model baru. Sehingga bisa memenuhi keinginan pasar. Karena tenun ikat sudah didesain untuk menuju pangsa pasar.
“Jadi penekananya pada desain. Sehingga desainer-desainer dengan pendampingan dari desainer nasional, terlebih dari Leviko dari Ibu Laiskodat. Harapannya produk kain tenun ikat Lambata bisa lebih baik lagi,” pungkas Maria.
(akn)