Rumah Sakit yang Tidak Bersih Bisa Jadi Sumber Infeksi
A
A
A
SEBAGAI institusi pelayanan kesehatan, rumah sakit memang sangat rentan dengan penularan bakteri penyakit. Lingkungan rumah sakit yang tidak bersih dapat menambah risiko penyebaran infeksi.
Dra Cucu Cakrawati Kosim MKes, Kepala Subdirektorat Penyehatan Udara, Tanah, dan Kawasan, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, mengatakan, semakin melonjaknya jumlah pasien dan pengunjung rumah sakit, risiko penyebaran infeksi pun semakin menjadi tantangan besar bagi para pengelola rumah sakit.
“Karena itu, upaya mengantisipasi penyebaran infeksi sebagai bagian penting dari peningkatan standar pelayanan rumah sakit harus terus dilaksanakan dan dimonitor sesuai standard operational procedure yang berlaku,” ujarnya dalam diskusi bertema “Indonesia Hygiene Forum Angkat Pentingnya Kebersihan Seluruh Permukaan Fasilitas di Lingkungan Rumah Sakit untuk Pencegahan Infeksi” yang diadakan PT Unilever Indonesia Tbk.
Sementara itu, menurut dr Anis Karuniawati SpMK PhD, dokter spesialis mikrobiologi klinis, riset membuktikan bahwa lingkungan rumah sakit yang tidak higienis berpotensi menjadi sumber infeksi. Awalnya, bakteri pada tubuh pasien menempel pada permukaan sekitar pasien. Bakteri ini hidup dan bertahan pada permukaan, lalu mengontaminasi benda dan orang atau pasien lain.
Bakteri kemudian berpindah dari satu orang ke orang lainnya, sehingga bakteri dari pasien rawat sebelumnya akhirnya menjangkiti pasien rawat berikutnya. “Maka itu, higienitas menjadi sangat penting karena semakin rendah jumlah bakteri dalam lingkungan, semakin rendah pula risiko terjadinya infeksi,” beber dr Anis.
Dia menambahkan, penyebaran infeksi melalui permukaan benda hidup (tangan) dapat diinterupsi melalui perilaku mencuci tangan dengan sabun (hand hygiene ) atau tindakan antiseptik lainnya. Sementara, penyebaran melalui benda mati harus diinterupsi melalui pembersihan, disinfeksi, atau sterilisasi.
Menurutnya, pemilihan disinfektan dan metode disinfeksi sepatutnya mempertimbangkan beberapa hal, seperti sifat benda yang akan mendapatkan tindakan disinfeksi, jumlah mikroba pada permukaan, resistensi mikroba terhadap efektivitas disinfektan, jumlah kotoran yang terkandung pada permukaan, tipe dan konsentrat disinfektan yang digunakan, serta suhu dan waktu kontak dengan disinfektan.
Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) dr Kuntjoro Adi Purjanto MKes menyatakan, rumah sakit wajib melaksanakan program pencegahan dan pengendalian infeksi yang terintegrasi, terprogram, dan terpantau. Contohnya dengan membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien melalui cuci tangan dan penggunaan sarung tangan, melakukan disinfeksi untuk mengontrol risiko penularan dari lingkungan, serta memastikan kebersihan lingkungan rumah sakit dan seluruh permukaan fasilitas rumah sakit, termasuk lantai.
Sementara itu, Drg Ratu Mirah Afifah GCClinDent MDSc selaku Division Head for Health & Wellbeing and Professional Institutions Yayasan Unilever Indonesia menuturkan, berbicara tentang higienitas permukaan fasilitas di lingkungan rumah sakit, permukaan lantai sering kali masih luput dari perhatian.
Padahal, penelitian yang dilakukan Association of Professionals in Infection Control and Epidemiology (APIC) tahun 2017 menemukan bahwa lantai rumah sakit memiliki risiko tinggi dalam menyebarkan infeksi, di mana lantai di ruang pasien terbukti mengalami kontaminasi bakteri.
“Tanpa kita sadari, turbulensi udara di dalam atau luar ruangan dapat membawa bakteri yang terdapat di lantai dan menyebarkan penyakit. Melalui diskusi ini, kami ingin membangkitkan kesadaran seluruh pihak terkait untuk bersama-sama meningkatkan higienitas rumah sakit secara lebih menyeluruh,” papar drg Mirah.
Dra Cucu Cakrawati Kosim MKes, Kepala Subdirektorat Penyehatan Udara, Tanah, dan Kawasan, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, mengatakan, semakin melonjaknya jumlah pasien dan pengunjung rumah sakit, risiko penyebaran infeksi pun semakin menjadi tantangan besar bagi para pengelola rumah sakit.
“Karena itu, upaya mengantisipasi penyebaran infeksi sebagai bagian penting dari peningkatan standar pelayanan rumah sakit harus terus dilaksanakan dan dimonitor sesuai standard operational procedure yang berlaku,” ujarnya dalam diskusi bertema “Indonesia Hygiene Forum Angkat Pentingnya Kebersihan Seluruh Permukaan Fasilitas di Lingkungan Rumah Sakit untuk Pencegahan Infeksi” yang diadakan PT Unilever Indonesia Tbk.
Sementara itu, menurut dr Anis Karuniawati SpMK PhD, dokter spesialis mikrobiologi klinis, riset membuktikan bahwa lingkungan rumah sakit yang tidak higienis berpotensi menjadi sumber infeksi. Awalnya, bakteri pada tubuh pasien menempel pada permukaan sekitar pasien. Bakteri ini hidup dan bertahan pada permukaan, lalu mengontaminasi benda dan orang atau pasien lain.
Bakteri kemudian berpindah dari satu orang ke orang lainnya, sehingga bakteri dari pasien rawat sebelumnya akhirnya menjangkiti pasien rawat berikutnya. “Maka itu, higienitas menjadi sangat penting karena semakin rendah jumlah bakteri dalam lingkungan, semakin rendah pula risiko terjadinya infeksi,” beber dr Anis.
Dia menambahkan, penyebaran infeksi melalui permukaan benda hidup (tangan) dapat diinterupsi melalui perilaku mencuci tangan dengan sabun (hand hygiene ) atau tindakan antiseptik lainnya. Sementara, penyebaran melalui benda mati harus diinterupsi melalui pembersihan, disinfeksi, atau sterilisasi.
Menurutnya, pemilihan disinfektan dan metode disinfeksi sepatutnya mempertimbangkan beberapa hal, seperti sifat benda yang akan mendapatkan tindakan disinfeksi, jumlah mikroba pada permukaan, resistensi mikroba terhadap efektivitas disinfektan, jumlah kotoran yang terkandung pada permukaan, tipe dan konsentrat disinfektan yang digunakan, serta suhu dan waktu kontak dengan disinfektan.
Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) dr Kuntjoro Adi Purjanto MKes menyatakan, rumah sakit wajib melaksanakan program pencegahan dan pengendalian infeksi yang terintegrasi, terprogram, dan terpantau. Contohnya dengan membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien melalui cuci tangan dan penggunaan sarung tangan, melakukan disinfeksi untuk mengontrol risiko penularan dari lingkungan, serta memastikan kebersihan lingkungan rumah sakit dan seluruh permukaan fasilitas rumah sakit, termasuk lantai.
Sementara itu, Drg Ratu Mirah Afifah GCClinDent MDSc selaku Division Head for Health & Wellbeing and Professional Institutions Yayasan Unilever Indonesia menuturkan, berbicara tentang higienitas permukaan fasilitas di lingkungan rumah sakit, permukaan lantai sering kali masih luput dari perhatian.
Padahal, penelitian yang dilakukan Association of Professionals in Infection Control and Epidemiology (APIC) tahun 2017 menemukan bahwa lantai rumah sakit memiliki risiko tinggi dalam menyebarkan infeksi, di mana lantai di ruang pasien terbukti mengalami kontaminasi bakteri.
“Tanpa kita sadari, turbulensi udara di dalam atau luar ruangan dapat membawa bakteri yang terdapat di lantai dan menyebarkan penyakit. Melalui diskusi ini, kami ingin membangkitkan kesadaran seluruh pihak terkait untuk bersama-sama meningkatkan higienitas rumah sakit secara lebih menyeluruh,” papar drg Mirah.
(don)