Hadiri FTT 2019, Jangan Lupa Cicipi Kuliner Khas Sulteng
A
A
A
SULTENG - Beragam kegiatan tersaji dalam gelaran Festival Teluk Tomini (FTT) 2019. Even ini berlangsung di Kecamatan Parigi, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah, 19-23 April. Salah satu kegiatan yang mampu menarik perhatian adalah Festival Kuliner. Aneka makanan khas Parigi dan Sulteng, tersaji indah di sana.
Seperti daerah-daerah lain di Indonesia, Sulawesi Tengah pun memiliki banyak kuliner khas. Baik makanan berat maupun makanan ringan, antara lain binte kaili, kapurung, dan lalampa toboli. Ketiganya bukan makanan utama, tetapi cukup mengenyangkan sebagai pengganjal perut.
Meski terbuat dari bahan dasar yang berbeda, namun kuliner-kuliner di daerah ini selalu memiliki kesamaan yaitu mengandung ikan laut.
Kadis Pariwisata Parigi Moutong Zulfinachri Achmad mengatakan, kulinder Parigi Moutong atau Sulteng memang tak bisa dipisahkan dari unsur ikan laut. Sebab, daerah ini merupakan penghasil ikan laut yang cukup tinggi.
Sebagian warga berprofesi sebagai nelayan, sehingga komoditi laut tersebut bisa ditemui dimana saja. Bahkan, hampir semua rumah makan selalu menyediakan menu ikan laut.
“Bagi pecinta sea food, Parigi Moutong adalah surganya. Anda akan selalu menemukan box-box berisi ikan laut segar di depan rumah makan yang ada di daerah ini. Ikan-ikan itu biasanya dihidangkan dengan cara dibakar, digoreng, atau dibikin suap kuah kuning,” ujarnya, Senin (22/4/2019).
Namun, bagi yang ingin menikmati ikan laut dengan cara berbeda, ketiga kuliner khas di atas menjadi solusinya. Pertama ada lalampa toboli. Makanan ringan berbahan dasar beras ketan ini dikemas dengan gulungan daun pisang, lalu diberi olahan ikan cakalang.
Rasa dan penampakannya mirip lemper yang biasa ditemui di masyarakat Jawa. Hanya saja, ukuran lalampa lebih panjang dan harus dipanggang di atas bara api hingga daun pembungkus berwarna kuning kecokelatan.
Lalampa toboli sangat populer di Parigi Moutong. Seorang produsen Lalampa mengaku bisa menghabiskan beras ketan rata-rata sebanyak 65 kg/ hari. Bahkan jika sedang ramai, misalnya saat ada event besar seperti festival, permintaan bisa meningkat hingga dapat menghabiskan beras ketan 100 kg atau 1 kwintal/ hari.
“Pada Festival Teluk Tomini 2018, lalampa taboli hadir sebagai sajian utama, dimana saat itu berhasil memecahkan rekor MURI. Kami bangga kuliner khas ini bisa dikenal masyarakat luas,” ungkapnya.
Untuk kapurung, kuliner ini mirip papeda yang dimakan dengan kuah melimpah dan mengandung suwiran daging ikan. Olahan sagu yang disajikan sudah berupa potongan-potongan kecil, mirip bola-bola sagu yang terasa lembut jika sudah di dalam mulut. Dari segi rasa, kapurung terhitung nikmat dan tidak terasa amis sama sekali.
Sementara binte kaili, kuliner ini berbahan dasar biji jagung muda yang sekilas terlihat seperti sup. Kuliner ini juga mengandung suwiran ikan laut, paling cocok disantap saat masih panas. Untuk menikmatinya bisa ditambah kecap manis dan sambal bagi yang suka pedas.
Staf Ahli Menteri Bidang Multikultural Kemenpar Esthy Reko Astuty menyatakan, sektor pariwisata memiliki banyak cakupan yang bisa dikembangkan. Bukan hanya soal destinasi, tetapi juga menyangkut seni budaya dan kuliner.
”Pemerintah daerah bisa terus mengeksplor kekayaan wisata yang dimiliki Parigi Moutong. Baik wisata alam, seni budaya, maupun kulinernya. Semua bisa lebih dimaksimalkan agar semakin banyak wisatawan yang datang ke daerah utara di wilayah Sulawesi Tengah ini,” ucapnya.
Menteri Pariwisata Arief Yahya menuturkan, sekitar 30-40 persen pengeluaran para wisatawan berkutat pada kuliner. Para pelancong cenderung penasaran ingin mencoba menu-menu baru yang jarang atau bahkan tidak ada di daerahnya. Sehingga mereka akan menyediakan sebagian waktu liburanya untuk berburu kuliner.
“Setelah kuliner, barulah wisatawan akan berburu oleh-oleh seperti fashion (20 persen) dan kerajinan tangan (15 persen). Ini terjadi hampir di semua daerah di Indonesia. Kita dukung event seperti ini agar semakin berkembang dan berkelanjutan,” bebernya.
Seperti daerah-daerah lain di Indonesia, Sulawesi Tengah pun memiliki banyak kuliner khas. Baik makanan berat maupun makanan ringan, antara lain binte kaili, kapurung, dan lalampa toboli. Ketiganya bukan makanan utama, tetapi cukup mengenyangkan sebagai pengganjal perut.
Meski terbuat dari bahan dasar yang berbeda, namun kuliner-kuliner di daerah ini selalu memiliki kesamaan yaitu mengandung ikan laut.
Kadis Pariwisata Parigi Moutong Zulfinachri Achmad mengatakan, kulinder Parigi Moutong atau Sulteng memang tak bisa dipisahkan dari unsur ikan laut. Sebab, daerah ini merupakan penghasil ikan laut yang cukup tinggi.
Sebagian warga berprofesi sebagai nelayan, sehingga komoditi laut tersebut bisa ditemui dimana saja. Bahkan, hampir semua rumah makan selalu menyediakan menu ikan laut.
“Bagi pecinta sea food, Parigi Moutong adalah surganya. Anda akan selalu menemukan box-box berisi ikan laut segar di depan rumah makan yang ada di daerah ini. Ikan-ikan itu biasanya dihidangkan dengan cara dibakar, digoreng, atau dibikin suap kuah kuning,” ujarnya, Senin (22/4/2019).
Namun, bagi yang ingin menikmati ikan laut dengan cara berbeda, ketiga kuliner khas di atas menjadi solusinya. Pertama ada lalampa toboli. Makanan ringan berbahan dasar beras ketan ini dikemas dengan gulungan daun pisang, lalu diberi olahan ikan cakalang.
Rasa dan penampakannya mirip lemper yang biasa ditemui di masyarakat Jawa. Hanya saja, ukuran lalampa lebih panjang dan harus dipanggang di atas bara api hingga daun pembungkus berwarna kuning kecokelatan.
Lalampa toboli sangat populer di Parigi Moutong. Seorang produsen Lalampa mengaku bisa menghabiskan beras ketan rata-rata sebanyak 65 kg/ hari. Bahkan jika sedang ramai, misalnya saat ada event besar seperti festival, permintaan bisa meningkat hingga dapat menghabiskan beras ketan 100 kg atau 1 kwintal/ hari.
“Pada Festival Teluk Tomini 2018, lalampa taboli hadir sebagai sajian utama, dimana saat itu berhasil memecahkan rekor MURI. Kami bangga kuliner khas ini bisa dikenal masyarakat luas,” ungkapnya.
Untuk kapurung, kuliner ini mirip papeda yang dimakan dengan kuah melimpah dan mengandung suwiran daging ikan. Olahan sagu yang disajikan sudah berupa potongan-potongan kecil, mirip bola-bola sagu yang terasa lembut jika sudah di dalam mulut. Dari segi rasa, kapurung terhitung nikmat dan tidak terasa amis sama sekali.
Sementara binte kaili, kuliner ini berbahan dasar biji jagung muda yang sekilas terlihat seperti sup. Kuliner ini juga mengandung suwiran ikan laut, paling cocok disantap saat masih panas. Untuk menikmatinya bisa ditambah kecap manis dan sambal bagi yang suka pedas.
Staf Ahli Menteri Bidang Multikultural Kemenpar Esthy Reko Astuty menyatakan, sektor pariwisata memiliki banyak cakupan yang bisa dikembangkan. Bukan hanya soal destinasi, tetapi juga menyangkut seni budaya dan kuliner.
”Pemerintah daerah bisa terus mengeksplor kekayaan wisata yang dimiliki Parigi Moutong. Baik wisata alam, seni budaya, maupun kulinernya. Semua bisa lebih dimaksimalkan agar semakin banyak wisatawan yang datang ke daerah utara di wilayah Sulawesi Tengah ini,” ucapnya.
Menteri Pariwisata Arief Yahya menuturkan, sekitar 30-40 persen pengeluaran para wisatawan berkutat pada kuliner. Para pelancong cenderung penasaran ingin mencoba menu-menu baru yang jarang atau bahkan tidak ada di daerahnya. Sehingga mereka akan menyediakan sebagian waktu liburanya untuk berburu kuliner.
“Setelah kuliner, barulah wisatawan akan berburu oleh-oleh seperti fashion (20 persen) dan kerajinan tangan (15 persen). Ini terjadi hampir di semua daerah di Indonesia. Kita dukung event seperti ini agar semakin berkembang dan berkelanjutan,” bebernya.
(akn)