Mengenal Lebih Dekat Penderita Hemofilia

Selasa, 23 April 2019 - 10:05 WIB
Mengenal Lebih Dekat...
Mengenal Lebih Dekat Penderita Hemofilia
A A A
HEMOFILIA atau kelainan pembekuan darah memang tidak bisa disembuhkan. Namun, dengan pengobatan dan perawatan yang tepat, mereka juga bisa hidup normal.

Setiap menyukai seorang gadis, Hafiz Kalamullah, 28, selalu sudah bersiap dengan penolakan. Meski begitu, kali ini dia memantapkan hati pada sosok gadis pujaannya yang bernama Liza. Dara dengan senyum manis ini memang menyambut cinta Hafiz. Hati Hafiz boleh lega. Meski demikian, masih ada pihak keluarga Liza yang harus dia kantongi pula restunya.

Dengan kondisi kesehatan yang dialami, wajar saja jika Hafiz merasa was-was. Pasalnya, dia mengidap hemofilia, yaitu kelainan pembekuan darah yang diturunkan ibu kepada anak laki-lakinya. Akibatnya, darah sulit membeku dan perdarahan akan berlangsung lebih lama dibanding orang normal. Pria dengan hemofilia akan menurunkan gen ini kepada seluruh anak perempuannya.

Bagi perempuan pembawa sifat (carrier), di setiap kehamilan kemungkinan akan menurunkan gen hemofilia 50%. Jika gen itu diturunkan kepada anak laki-laki, sudah tentu anak itu akan menderita hemofilia. Jika diturunkan kepada anak perempuan, anak itu akan membawa sifat sama seperti sang ibu.Uniknya, setiap anak laki-laki dari individu dengan hemofilia akan terlahir sehat. Hemofilia A terjadi jika individu kekurangan faktor 8, sedangkan hemofilia B terjadi jika individu kekurangan faktor 9. Berdasarkan kadar faktor pembeku darah dalam tubuh, kedua hemofilia ini dapat digolongkan menjadi ringan, sedang, dan berat. Kelainan ini bersifat seumur hidup. Menurut Ketua Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) Prof Dr dr Djajadiman Gatot SpA, hingga saat ini penderita hemofilia hanya tercatat 2.092 orang.
Sementara menurut statistik, setidaknya terdapat 20- 25.000 penderita hemofilia di Indonesia. “Artinya, baru 10% yang telah terdeteksi,” kata dia saat Peluncuran Aplikasi Android Hemofilia Indonesia di Jakarta beberapa waktu lalu.

Wakil Ketua HMHI Dr dr Novie Amelia Chozie SpA mengemukakan, rendahnya tingkat identifikasi penderita hemofilia salah satunya dipengaruhi stigma dan mitos yang beredar, yang akhirnya membuat penderita cenderung menyembunyikan kondisinya. Faktor lainnya adalah minimnya pelayanan skrining.

“Diagnosis pasti hemofilia membutuhkan pemeriksaan kadar faktor penggumpalan darah. Sayangnya, saat ini belum bisa dilakukan di seluruh rumah sakit, masih terbatas, terutama di rumah sakit rujukan tingkat provinsi di daerah,” kata dr Novie.

Maka itu, menurutnya, skrining cukup dilakukan dengan melihat gejala klinis dan pemeriksaan awal. Dr Novie mengatakan, konsentrat faktor 8 harga satu botol mencapai Rp4 juta, sedangkan, setidaknya pasien harus disuntik tiap 12 jam. Untuk kasus perdarahan di otak atau organ dalam bahkan dibutuhkan pengobatan sampai sebulan.

Pasien hemofilia juga harus ditangani secara terpadu oleh dokter gigi, rehabilitasi medik, psikolog, maupun psikiater. Di negara maju, pasien mendapat obat rutin seminggu 2-3 kali, tergantung kebijakan negara bersangkutan. “Jadi, angka kejadian perdarahan sendi jauh di bawah negara berkembang.

Di Indonesia, obat diberikan hanya ketika ada keluhan,” ucapnya. Kembali pada kasus Hafiz, keluarga Liza akhirnya merestui hubungan mereka. Keduanya sudah dikaruniai seorang putra bernama Asarihan yang berusia 1 tahun. “Terlepas dari kondisinya, Hafiz adalah pribadi yang bertanggung jawab. Itu yang membuat saya yakin menerima dia. Sekarang pengobatan juga sudah di-cover BPJS,” kata wanita yang bekerja sebagai freelancer ini. Yang pasti, Liza harus lebih sabar dan perhatian dengan kondisi sang suami. “Kita harus tahu, kalau lagi bengkak harus istirahat dulu, menghindari kegiatan fisik yang berat, serta memastikan persediaan obat di rumah,” beber Liza.

Dia menekankan bahwa memiliki pasangan dengan kondisi seperti Hafiz bukanlah hal yang mustahil. Dr Novie mengingatkan agar penderita hemofilia tidak melakukan kegiatan fisik yang bisa berakibat cedera seperti olahraga tertentu. Orang tua juga harus belajar cara melakukan pertolongan pertama saat terjadi perdarahan, yaitu dengan RICE; rest (istirahatkan), ice (kompres es), compression (penekanan), dan elevation (tinggikan). “Dalam waktu dua jam, faktor pembeku sudah harus diberikan, kalau tidak sendi akan sulit disembuhkan,” ujarnya. (Sri Noviarni)

(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1520 seconds (0.1#10.140)