Taman Nasional Tanjung Puting Pacu Semangat Industri di FGD Kemenpar
A
A
A
PALANGKARAYA - Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) Kalimantan Tengah kembali tampil terdepan karena potensinya yang melimpah dan bisa menjadi destinasi ekowisata dunia.
"Kita punya potensi yang melimpah dan sangat layak masuk ke dalam jejeran destinasi ekowisata dunia. TNTP memiliki 38 jenis mamalia, beberapa di antaranya dilindungi. Sebut saja orangutan, bekantan dan beruang madu. Ada pula 230 spesies burung, dua spesies buaya, puluhan ular dan katak. Tak lupa, TNTP juga memilki pusat rehabilitasi orangutan pertama di Indonesia dan terbesar di dunia," beber Kepala Balai TNTP, Helmi, Jumat (10/5/2019).
Hal itu mengemuka dalam Focus Group Discussion (FGD) Pengembangan Produk Ekowisata Sungai di TNTP. Berbagai keunggulan ekowisata TNTP dipaparkan secara gamblang. Hal ini membuat FGD yang digelar di Swiss Belhotel Danum, Palangkaraya, 9-11 Mei 2019 tersebut makin berbobot.
Eksistensi TNTP jelas tak diragukan. Perjalanan panjangnya membuat TNTP sangat diburu oleh wisatawan mancanegara (wisman). Cagar alam ini ditetapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1937 dengan nama Suaka Marga Satwa Sampit. Kemudian pada sekitar tahun 70-an diubah namanya menjadi Suaka Margasatwa Tanjung Puting.
Dengan luas lahan sekitar 415 hektare, berbagai aktivitas menarik bisa dilakukan wisatawan selain melihat atau memberi makan orangutan secara langsung.
Di sepanjang sungai Sekonyer, menyusuri dengan perahu klotok bakal mengasikkan. Wisatawan akan disuguhi pemandangan hutan tropis yang teduh.
Jika beruntung, kita akan melihat pemandangan monyet-monyet yang bergelantungan dari satu pohon ke pohon yang lainnya. Hutan ini merupakan rumah bagi delapan jenis primata, termasuk monyet yang memiliki hidung panjang (bekantan) yang dikenal masyarakat sekitar dengan sebutan monyet Belanda.
“Yang paling diincar tentu melihat orang utan. Tapi baru-baru ini ada tren wisata yang diperkenalkan oleh wisatawan asal Korea Selatan. Mereka menyebutnya sebagai wisata healing karena hutan tropis itu kan merupakan sumber oksigen. Jadi mereka itu senang menyusuri sungai sambil melihat yang hijau-hijau. Katanya baik untuk kesehatan,” jelas Helmi.
Kesiapan TN Tanjung Puting sebagai destinasi bertaraf internasional pun ditunjukkan dari pemberdayaan sumber daya manusianya. Helmi mengklaim bahwa saat ini, objek wisata tersebut memiliki 127 pemandu wisata yang telah tersertifikasi.
“Jumlahnya akan terus bertambah. Karena dari 25.000 wisatawan yang datang ke tempat ini, 70% di antaranya adalah wisatawan mancanegara,” tukasnya.
Hal senada juga diungkapkan Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaaan Kemenpar Ni Wayan Giri Adyani. Menurutnya TNTP sudah menjadi daya pikat dunia. Apalagi TNTP memiliki akses yang mumpuni. Bahkan, jarak antara bandara menuju Pelabuhan Kumai pun hanya memerlukan waktu sekitar 15 menit.
Sementara untuk amenitasnya, wisatawan dapat menyewa ‘kapal klotok’ yang dilengkapi berbagai fasilitas menarik.
“Ada 3 bandara yang dapat digunakan wisatawan. Rute penerbangannya pun cukup beragam, bisa dari Jakarta atau Surabaya. Kalau penginapannya sendiri, wisatawan bisa menginap di kapal klotok. Ini yang disukai wisman yang datang ke TNTP,” papar Giri.
Menteri Pariwisata Arief Yahya pun tak ragu keunggulan potensi wisata di TNTP. Bahkan TNTP masuk kejejeran elit Indonesia Sustainable Tourism Award (ISTA) 2018. Dengan berbagai kelebihannya sangat wajar jika TNTP menjadi contoh konkret pengembangan destinasi ekowisata di Indonesia.
"Tanjung Puting sudah lama dikenal oleh wisatawan dunia. Ini menjadi modal kuat yang akan mengangkat TNTP. Kemenpar akan terus membantu memaksimalkan segala bentuk promosi untuk mengangkat TNTP. Kita juga selalu menggelar famtrip dari berbagai travel agent dunia di TNTP," papar Menpar Arief.
"Kita punya potensi yang melimpah dan sangat layak masuk ke dalam jejeran destinasi ekowisata dunia. TNTP memiliki 38 jenis mamalia, beberapa di antaranya dilindungi. Sebut saja orangutan, bekantan dan beruang madu. Ada pula 230 spesies burung, dua spesies buaya, puluhan ular dan katak. Tak lupa, TNTP juga memilki pusat rehabilitasi orangutan pertama di Indonesia dan terbesar di dunia," beber Kepala Balai TNTP, Helmi, Jumat (10/5/2019).
Hal itu mengemuka dalam Focus Group Discussion (FGD) Pengembangan Produk Ekowisata Sungai di TNTP. Berbagai keunggulan ekowisata TNTP dipaparkan secara gamblang. Hal ini membuat FGD yang digelar di Swiss Belhotel Danum, Palangkaraya, 9-11 Mei 2019 tersebut makin berbobot.
Eksistensi TNTP jelas tak diragukan. Perjalanan panjangnya membuat TNTP sangat diburu oleh wisatawan mancanegara (wisman). Cagar alam ini ditetapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1937 dengan nama Suaka Marga Satwa Sampit. Kemudian pada sekitar tahun 70-an diubah namanya menjadi Suaka Margasatwa Tanjung Puting.
Dengan luas lahan sekitar 415 hektare, berbagai aktivitas menarik bisa dilakukan wisatawan selain melihat atau memberi makan orangutan secara langsung.
Di sepanjang sungai Sekonyer, menyusuri dengan perahu klotok bakal mengasikkan. Wisatawan akan disuguhi pemandangan hutan tropis yang teduh.
Jika beruntung, kita akan melihat pemandangan monyet-monyet yang bergelantungan dari satu pohon ke pohon yang lainnya. Hutan ini merupakan rumah bagi delapan jenis primata, termasuk monyet yang memiliki hidung panjang (bekantan) yang dikenal masyarakat sekitar dengan sebutan monyet Belanda.
“Yang paling diincar tentu melihat orang utan. Tapi baru-baru ini ada tren wisata yang diperkenalkan oleh wisatawan asal Korea Selatan. Mereka menyebutnya sebagai wisata healing karena hutan tropis itu kan merupakan sumber oksigen. Jadi mereka itu senang menyusuri sungai sambil melihat yang hijau-hijau. Katanya baik untuk kesehatan,” jelas Helmi.
Kesiapan TN Tanjung Puting sebagai destinasi bertaraf internasional pun ditunjukkan dari pemberdayaan sumber daya manusianya. Helmi mengklaim bahwa saat ini, objek wisata tersebut memiliki 127 pemandu wisata yang telah tersertifikasi.
“Jumlahnya akan terus bertambah. Karena dari 25.000 wisatawan yang datang ke tempat ini, 70% di antaranya adalah wisatawan mancanegara,” tukasnya.
Hal senada juga diungkapkan Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaaan Kemenpar Ni Wayan Giri Adyani. Menurutnya TNTP sudah menjadi daya pikat dunia. Apalagi TNTP memiliki akses yang mumpuni. Bahkan, jarak antara bandara menuju Pelabuhan Kumai pun hanya memerlukan waktu sekitar 15 menit.
Sementara untuk amenitasnya, wisatawan dapat menyewa ‘kapal klotok’ yang dilengkapi berbagai fasilitas menarik.
“Ada 3 bandara yang dapat digunakan wisatawan. Rute penerbangannya pun cukup beragam, bisa dari Jakarta atau Surabaya. Kalau penginapannya sendiri, wisatawan bisa menginap di kapal klotok. Ini yang disukai wisman yang datang ke TNTP,” papar Giri.
Menteri Pariwisata Arief Yahya pun tak ragu keunggulan potensi wisata di TNTP. Bahkan TNTP masuk kejejeran elit Indonesia Sustainable Tourism Award (ISTA) 2018. Dengan berbagai kelebihannya sangat wajar jika TNTP menjadi contoh konkret pengembangan destinasi ekowisata di Indonesia.
"Tanjung Puting sudah lama dikenal oleh wisatawan dunia. Ini menjadi modal kuat yang akan mengangkat TNTP. Kemenpar akan terus membantu memaksimalkan segala bentuk promosi untuk mengangkat TNTP. Kita juga selalu menggelar famtrip dari berbagai travel agent dunia di TNTP," papar Menpar Arief.
(alf)