Kerap Alami Kegagalan, Gejala Withdrawal Berhenti Merokok Perlu Diperhatikan

Kamis, 27 Juni 2019 - 01:20 WIB
Kerap Alami Kegagalan,...
Kerap Alami Kegagalan, Gejala Withdrawal Berhenti Merokok Perlu Diperhatikan
A A A
JAKARTA - Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengumumkan hasil audit terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan atas temuan defisit anggaran sebesar Rp9,1 triliun. Penyebab defisit tersebut salah satunya ditengarai besarnya biaya pelayanan kesehatan yang harus ditanggung akibat tingginya jumlah penduduk yang menderita penyakit tidak menular yang katastropik seperti jantung, stroke, dan kanker.

Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K) mengatakan bahwa di antara berbagai penyakit katastropik tersebut, kanker paru masih menjadi penyebab kematian tertinggi di dunia dengan 1,8 juta jiwa meninggal di tahun 2018 akibat penyakit ini.

"Data World Health Organization (WHO) di 2018 memperlihatkan bahwa rokok merupakan penyebab utama dari kanker paru-paru, dan berkontribusi lebih dari 2/3 kematian terkait kanker paru-paru secara global. Perokok juga akan terekspos ancaman kanker 13 kali lipat lebih tinggi dibandingkan nonperokok," jelas dr Agus di Jakarta, baru-baru ini.

Sementara itu, Pakar Kesehatan Publik dan Ketua Perkumpulan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia (PAMJAKI), dr. Rosa Christiana Ginting, Betr.med, MHP, HIA, AAK menyayangkan adanya ironi di mana rokok adalah salah satu faktor risiko utama penyebab kanker paru-paru, tetapi alternatif solusi bagi para perokok masih sangat terbatas.

"Melihat kondisi BPJS Kesehatan saat ini, kebijakan yang efektif sangat diperlukan untuk mengurangi angka perokok di Indonesia. Namun, kita juga harus mempertimbangkan bahwa perokok sering menghadapi gejala withdrawal yang merupakan akibat dari proses berhenti merokok," ungkap dr Rosa.

"Berdasarkan pengalaman perokok yang gagal berhenti, gejala seperti tremor, kecemasan, berkeringat secara berlebihan, hiperaktif, peningkatan detak jantung, bahkan mual dan muntah dapat dialami. Ini merupakan variasi dari gejala withdrawal. Maka sangat penting untuk melihat alternatif yang tepat guna membantu seseorang berhenti merokok," paparnya.

Visiting Professor dari Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore, Tikki Pangestu yang juga pernah menjabat sebagai Director, Research Policy & Cooperation, WHO, menambahkan bahwa pakar kesehatan dan dokter perlu lebih terbuka akan pendekatan lain demi berhenti merokok, termasuk pendekatan yang selama ini dilakukan dan sudah berhasil diimplementasikan di negara maju.

"Ada indikasi kuat bahwa Electronic Nicotine Delivery System (ENDS) dapat membantu perokok yang ingin berhenti atau beralih ke produk alternatif. Bukti-bukti ini sudah cukup untuk dijadikan petunjuk bagi para pemegang kebijakan," tambah Tikki.

Menilik data di Indonesia, Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia 2018 menunjukkan jumlah vapers di Indonesia mencapai 1,2 juta pengguna pada 2018. Melihat jutaan perokok dewasa di Indonesia, angka perokok yang akan beralih ke produk vaporizer diperkirakan sekitar 1 juta orang.

"Untuk itu, sekarang adalah waktu yang tepat bagi Indonesia untuk memulai penelitian lokal secara komprehensif dan berkualitas sebagai solusi alternatif untuk mengurangi angka perokok di Indonesia dan dampaknya terhadap beban anggaran kesehatan," tutup dr Rosa.
(nug)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1196 seconds (0.1#10.140)