Perkuat Akses Australia Menpar Arief Yahya Gandeng Jetstar
A
A
A
MELBEOURNE - Menteri Pariwisata Arief Yahya memang tidak pernah kehabisan ide untuk menaikkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Tanah Air. CEO sejati selalu sensitif melihat indikator, punya deteksi dini dan early warning, serta cepat mengambil langkah antisipasi sampai ke level detail. Kecepatan eksekusi yang dia ambil, mirip mengelola korporasi, speed and smart!
Begitu pasar Australia melandai, pertumbuhan mulai seret, Menpar Arief Yahya langsung menyelam ke detail, 3A —Atraksi Akses Amenitas. Rumus yang dia ciptakan dan sekarang sudah menjadi referensi di mana-mana. Atraksi dan Amenitas, untuk market Australia cukup oke, hanya beberapa info gempa dan erupsi Gunung Agung Bali yang sulit ditebak.
Menpar Arief Yahya langsung menggeser perhatian ke Akses. Hipotesisnya masih tetap: Kunci untuk menaikkan jumlah kunjungan Wisman Australia ada di akses, terutama LCC-Low Cost Carrier. “Hampir di seluruh dunia, pertumbuhan passanger LCC naik dua digit, rata-rata 20 persen. Sedangkan FSC-Full Service Carrier di kisaran 5 persen,” kata Menpar Arief Yahya.
Hal itu disampaikan lagi dalam lunch meeting dengan Management Jetstar dan VITO Melbourne serta Executive VITO di Restoran Makan, Melbourne, (13/7/2019). Pertemuan berlangsung sangat efektif dan masing-masing optimis akan menaikkan jumlah wisatawan ke Indonesia.
Pihak Jetstar diwakili oleh salah seorang founder Rohan Garnett, yang saat ini juga menduduki jabatan Executive Manager, Government & Public Affairs, lalu Alan McIntyre, Executive Manager, Network, Partnership, Revenue Management, serta Edward Sanders, Group of Strategy Jetstar Head.
Saking seriusnya, Rohan Garnett menjelaskan bahwa Jetstar telah membuka pusat training untuk cabin crew atau pramugari dan petugas kabin di Bali, saat ini sudah 50 peserta yang lolos dalam seleksi yang sangat ketat dengan pelatihan di Bali selama empat Minggu, lalu dilanjutkan di Melbourne Australia selama dua Minggu. “Kami telah dan akan terus merekrut karyawan dari Indonesia,” jelas Rahan Garnett.
Sampai dengan akhir tahun, kata Rohan Garnett, diproyeksikan akan mencapai 200 cabin crew yang asli anak-anak Indonesia di Jetstar. Mengapa pilihannya anak Indonesia, jawabannya karena maskapai berbasis biaya rendah yang sahamnya dimiliki oleh Qantas group dan merupakan perusahaan publik di Australia ini makin yakin dan mantap untuk membawa passanger ke dan dari Indonesia.
Kedua, Jetstar juga akan meningkatkan frekuensi penerbangan, dari Adelaide-Denpasar Bali, paling lambat Oktober 2019. Saat ini sudah ada satu penerbangan setiap hari, untuk mengakses wisatawan dari Australia bagian selatan itu. “Kita akan tingkatlan menjadi 2x sehari, frekuensi penerbangannya,” kata Rohan.
Ketiga, Jetstar akan membuka rute baru lagi tahun ini ke salah satu dari 10 destinasi prioritas dari Changi Int Airport Singapore. Di manakah titik yang dimaksud? Masih dirahasiakan, tetapi Menpar Arief Yahya dan VITO sudah mengetahui planning terbang rute baru yang potensial itu.
Agresivitas Jetstar sebagai LCC juga terlihat dari rencana mereka untuk mengganti pesawat. Tentu agar bisa mengangkut passanger lebih banyak ke Tanah Air. “Dengan pesawat jenis A321 Neo, Jetstar akan meningkatkan jumlah penumpang dengan regenerasi fleet dari A320 menjadi A321 neo mulai dari awal tahun depan,” jelas Rohan Garnett.
Ini yang membuat senyum Menpar Arief Yahya, yang di dalam meeting itu didampingi Rizki Handayani Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenpar, Valerina Daniel Ketua Tim Percepatan Pariwisata Berkelanjutan, Don Kardono Stafsus Menpar Bidang Komunikasi, E-VITO, Siam Nugraha dan VITO Melbourne, Emil Ridwan.
Australia yang sejak 2017 tembus 100.000 lebih per bulan, atau 1.256.927 wisman, lalu tahun 2018 menanjak lagi hingga 1.301.225 wisman, bakal makin optimis.
Aktivasi menarik lain yang bakal dikerjasamakan Jetstar dengan Kemenpar adalah program CSR, Corporate Social Responsibility. Tentu dikaitkan dengan sektor pariwisata, lingkungan atau manajemen sampah di Bali dan mengundang relawan atau volunteering.
Gayung bersambut, sejak lama Kemenpar membangun simpul-simpul STO-Sustainable Tourism Observatory dengan UNWTO- United Nation World Tourism Organization dan kampus-kampus top di Tanah Air termasuk yang di Bali dengan Universitas Udayana.
“Kami sudah ada programnya dan sedang dikembangkan oleh Kemenpar bersama kampus dan UNWTO. Dan kami mengajak publik untuk bergabung seperti akademisi, NGO, untuk mensukseskan program sustainable tourism yang sudah menjadi concern dunia,” tambah Menpar Arief Yahya.
Menpar juga sudah memutuskan untuk mengajak Yayasan Sanur, sebagai pilot project. Karena Sanur memang lebih pas sudah memiliki community yang kuat dan kompak.
Ibarat menemukan obat, untuk menggenjot jumlah wisman dari Negeri Kanguru, Menpar Arief Yahya cepat medeteksi, cepat pula mengeksekusi.
“Strategi mendorong LCC seperti Jetstar itu ibarat sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Jika LCC punya banyak seats capacity, maka millennials travelers juga akan semakin mudah bergerak, dan menjangkau ke Indonesia,” ungkap Menpar Arief Yahya.
Karena itu, Jetstar dan Wonderful Indonesia akan bersama-sama mempromosikan pariwisata untuk pasar Australia. Minimal di tiga kota utama dulu, Melbourne, Adelaide, Sydney.
Begitu pasar Australia melandai, pertumbuhan mulai seret, Menpar Arief Yahya langsung menyelam ke detail, 3A —Atraksi Akses Amenitas. Rumus yang dia ciptakan dan sekarang sudah menjadi referensi di mana-mana. Atraksi dan Amenitas, untuk market Australia cukup oke, hanya beberapa info gempa dan erupsi Gunung Agung Bali yang sulit ditebak.
Menpar Arief Yahya langsung menggeser perhatian ke Akses. Hipotesisnya masih tetap: Kunci untuk menaikkan jumlah kunjungan Wisman Australia ada di akses, terutama LCC-Low Cost Carrier. “Hampir di seluruh dunia, pertumbuhan passanger LCC naik dua digit, rata-rata 20 persen. Sedangkan FSC-Full Service Carrier di kisaran 5 persen,” kata Menpar Arief Yahya.
Hal itu disampaikan lagi dalam lunch meeting dengan Management Jetstar dan VITO Melbourne serta Executive VITO di Restoran Makan, Melbourne, (13/7/2019). Pertemuan berlangsung sangat efektif dan masing-masing optimis akan menaikkan jumlah wisatawan ke Indonesia.
Pihak Jetstar diwakili oleh salah seorang founder Rohan Garnett, yang saat ini juga menduduki jabatan Executive Manager, Government & Public Affairs, lalu Alan McIntyre, Executive Manager, Network, Partnership, Revenue Management, serta Edward Sanders, Group of Strategy Jetstar Head.
Saking seriusnya, Rohan Garnett menjelaskan bahwa Jetstar telah membuka pusat training untuk cabin crew atau pramugari dan petugas kabin di Bali, saat ini sudah 50 peserta yang lolos dalam seleksi yang sangat ketat dengan pelatihan di Bali selama empat Minggu, lalu dilanjutkan di Melbourne Australia selama dua Minggu. “Kami telah dan akan terus merekrut karyawan dari Indonesia,” jelas Rahan Garnett.
Sampai dengan akhir tahun, kata Rohan Garnett, diproyeksikan akan mencapai 200 cabin crew yang asli anak-anak Indonesia di Jetstar. Mengapa pilihannya anak Indonesia, jawabannya karena maskapai berbasis biaya rendah yang sahamnya dimiliki oleh Qantas group dan merupakan perusahaan publik di Australia ini makin yakin dan mantap untuk membawa passanger ke dan dari Indonesia.
Kedua, Jetstar juga akan meningkatkan frekuensi penerbangan, dari Adelaide-Denpasar Bali, paling lambat Oktober 2019. Saat ini sudah ada satu penerbangan setiap hari, untuk mengakses wisatawan dari Australia bagian selatan itu. “Kita akan tingkatlan menjadi 2x sehari, frekuensi penerbangannya,” kata Rohan.
Ketiga, Jetstar akan membuka rute baru lagi tahun ini ke salah satu dari 10 destinasi prioritas dari Changi Int Airport Singapore. Di manakah titik yang dimaksud? Masih dirahasiakan, tetapi Menpar Arief Yahya dan VITO sudah mengetahui planning terbang rute baru yang potensial itu.
Agresivitas Jetstar sebagai LCC juga terlihat dari rencana mereka untuk mengganti pesawat. Tentu agar bisa mengangkut passanger lebih banyak ke Tanah Air. “Dengan pesawat jenis A321 Neo, Jetstar akan meningkatkan jumlah penumpang dengan regenerasi fleet dari A320 menjadi A321 neo mulai dari awal tahun depan,” jelas Rohan Garnett.
Ini yang membuat senyum Menpar Arief Yahya, yang di dalam meeting itu didampingi Rizki Handayani Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenpar, Valerina Daniel Ketua Tim Percepatan Pariwisata Berkelanjutan, Don Kardono Stafsus Menpar Bidang Komunikasi, E-VITO, Siam Nugraha dan VITO Melbourne, Emil Ridwan.
Australia yang sejak 2017 tembus 100.000 lebih per bulan, atau 1.256.927 wisman, lalu tahun 2018 menanjak lagi hingga 1.301.225 wisman, bakal makin optimis.
Aktivasi menarik lain yang bakal dikerjasamakan Jetstar dengan Kemenpar adalah program CSR, Corporate Social Responsibility. Tentu dikaitkan dengan sektor pariwisata, lingkungan atau manajemen sampah di Bali dan mengundang relawan atau volunteering.
Gayung bersambut, sejak lama Kemenpar membangun simpul-simpul STO-Sustainable Tourism Observatory dengan UNWTO- United Nation World Tourism Organization dan kampus-kampus top di Tanah Air termasuk yang di Bali dengan Universitas Udayana.
“Kami sudah ada programnya dan sedang dikembangkan oleh Kemenpar bersama kampus dan UNWTO. Dan kami mengajak publik untuk bergabung seperti akademisi, NGO, untuk mensukseskan program sustainable tourism yang sudah menjadi concern dunia,” tambah Menpar Arief Yahya.
Menpar juga sudah memutuskan untuk mengajak Yayasan Sanur, sebagai pilot project. Karena Sanur memang lebih pas sudah memiliki community yang kuat dan kompak.
Ibarat menemukan obat, untuk menggenjot jumlah wisman dari Negeri Kanguru, Menpar Arief Yahya cepat medeteksi, cepat pula mengeksekusi.
“Strategi mendorong LCC seperti Jetstar itu ibarat sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Jika LCC punya banyak seats capacity, maka millennials travelers juga akan semakin mudah bergerak, dan menjangkau ke Indonesia,” ungkap Menpar Arief Yahya.
Karena itu, Jetstar dan Wonderful Indonesia akan bersama-sama mempromosikan pariwisata untuk pasar Australia. Minimal di tiga kota utama dulu, Melbourne, Adelaide, Sydney.
(alf)