Milenial Miliki Peran Penting terhadap Penyintas Autoimun
A
A
A
JAKARTA - Autoimun merupakan penyakit yang berbahaya. Penyakit ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan sehat dalam tubuh dan menimbulkan keluhan kronis. Di Amerika Serikat, Autoimun menempati posisi ketiga penyakit mematikan. Jumlah penderita Autoimun di AS mencapai 50 juta jiwa atau 15,5 persen dari total penduduk.
Meskipun Autoimun berbahaya, sayangnya pengetahuan masyarakat terhadap penyakit ini dirasa masih kurang. Walau masih belum terdapat data yang tercatat, diduga kuat penderitanya di Tanah Air bisa mencapai jutaan bahkan puluhan juta orang.
Berupaya meningkatkan perhatian masyarakat terhadap Autoimun, tiga lembaga peduli kesehatan perempuan, yakni Firda Athira Foundation (FAF), Clerry Cleffy Institue (CCI) dan Marisza Cardoba Foundation (MCF) menggelar rangkaian talkshow di sembilan kota, salah satunya berlangsung di Jakarta.
Di Jakarta, talkshow tersebut diberi tajuk Autoimun Berbagi Kebahagiaan (A Day Full of Happiness With Autoimmune Survivor), dan berlangsung di Lobby Lounge Sheraton Grand Gandaria City, Jakarta, Sabtu (27/7).
Sejumlah narasumber terpercaya dihadirkan dalam talkshow tersebut, di antaranya Ketua Dewan Pembina MCF, Dr. dr. Iris Rengganis, Sp.PD-KAI; ahli penyakit dalam, dr. Stevent Sumantri, Sp.PD; serta perwakilan dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Pariwisata, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Acara yang dipandu dr. Hernayati Hutabarat, Sp. KK ini juga menghadirkan Pendiri dan Direktur CCI sekaligus Pendiri FAF, Dwi Prihandini S.Psi, MSi., Firda Athira Aziz, serta Marizsa Cardoba, yang juga seorang penyintas Autoimun dan pernah mengalami silent disability selama 25 tahun.
Di tengah-tengah acara, Firda sempat mengutarakan jika generasi milenial mempunyai peran penting dalam memberi dukungan kepada teman-temannya yang menderita Autoimun agar tetap memiliki semangat yang sama meraih masa depan.
"Dengan dukungan teman-teman penderita autoimun khususnya sesama anak muda akan punya daya juang lebih dan menganggap apa yang dideritanya bukan sebuah halangan untuk menggapai masa depannya dan meraih cita-citanya," tutur Firda.
"Karena itu acara ini penting untuk terus disosialisasikan. Kami akan jalani ke-10 kota di Indonesia," tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, dr. Iris Rengganis menyoroti pengetahuan masyarakat tentang Autoimun yang sangat minim, karena kurangnya edukasi tentang penyakit yang diakibatkan adanya gangguan sistem kekebalan tubuh (imun).
Autoimun berkembang saat sistem kekebalan tubuh salah dalam menilai sel sehat yang terdapat dalam tubuh dan malah menganggapnya sebagai zat asing. Akibatnya, tubuh mulai memproduksi antibodi yang akan menyerang dan merusak sel sehat dalam tubuh. Autoimun umumnya lebih banyak menyerang wanita usia produktif, dan faktor penyebabnya dapat berbeda antara satu penderita dengan yang lainnya.
dr. Stevent Sumantri menambahkan bahwa Autoimun bisa mengakibatkan kondisi yang serius terhadap penderitanya, misalnya gangguan pada tulang persendian, saraf, kelenjar, dan organ-organ penting lainnya. Autoimun juga menjadi penyebab utama kematian pada perempuan usia muda dan pertengahan, serta anak-anak.
Saat ini, bisa dikatakan penyintas Autoimun semakin meningkat di dunia. Rata-rata penyintas mengakui mengalami perasaan terpuruk, terlebih karena situasi ini tidak dipahami oleh diri mereka sendiri dan kebanyakan orang.
Dalam sesi yang lain, Dwi Prihandini mengungkapkan bahwa generasi milenial di Indonesia akan mencapai populasi sekitar 70 persen. Hal itu berarti kemungkinan orang-orang yang mengidap penyakit Autoimun akan bertambah banyak dari generasi mereka.
Sementara itu, Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga Kemenkes RI, drg. Kartini Rustandi, M.Kes mengingatkan agar anak-anak Indonesia lebih banyak makan sayuran dan buah-buhan yang sehat. "Anak-anak sekarang lebih banyak makan fast food atau junk food. Apakah ini bisa menjadi pencetus Autoimun?" ungkapnya.
drg. Kartini juga berpesan supaya anak-anak di Indonesia lebih banyak melakukan aktivitas fisik setidaknya 60 menit sehari. "Sebanyak 60 persen anak-anak kurang aktivitas fisik. Dulu banyak permainan anak yang bisa dilakukan, seperti bermain gobak sodor dll. Meski memperoleh gizi cukup, namun jika tidak banyak melakukan aktivitas fisik, maka kalsium dan vitamin D yang diasup enggak akan berfungsi dengan baik," paparnya.
Selain meningkatkan perhatian masyarakat terhadap Autoimun, rangkaian talkshow ini juga memiliki tujuan memberdayakan para penyintas Autoimun, khususnya bagi yang tidak bisa beraktivitas di luar rumah lagi untuk mencari penghidupan. Seperti diungkapkan Marisza, dalam acara ini para pengidap Autoimun diberikan pelatihan secara intensif meskipun hanya satu hari. Di sana mereka belajar menggali penyebab terkena Autoimun dari perspektif positif.
"Kami (CCI, FAF dan MCF) yang berkerjasama menggelar acara ini turut terpanggil untuk melakukan pemberdayaan ekonomi kepada penyintas Autoimun," pungkas Marisza, yang juga Autoimun entrepreneur atau wirausaha Autoimun.
Meskipun Autoimun berbahaya, sayangnya pengetahuan masyarakat terhadap penyakit ini dirasa masih kurang. Walau masih belum terdapat data yang tercatat, diduga kuat penderitanya di Tanah Air bisa mencapai jutaan bahkan puluhan juta orang.
Berupaya meningkatkan perhatian masyarakat terhadap Autoimun, tiga lembaga peduli kesehatan perempuan, yakni Firda Athira Foundation (FAF), Clerry Cleffy Institue (CCI) dan Marisza Cardoba Foundation (MCF) menggelar rangkaian talkshow di sembilan kota, salah satunya berlangsung di Jakarta.
Di Jakarta, talkshow tersebut diberi tajuk Autoimun Berbagi Kebahagiaan (A Day Full of Happiness With Autoimmune Survivor), dan berlangsung di Lobby Lounge Sheraton Grand Gandaria City, Jakarta, Sabtu (27/7).
Sejumlah narasumber terpercaya dihadirkan dalam talkshow tersebut, di antaranya Ketua Dewan Pembina MCF, Dr. dr. Iris Rengganis, Sp.PD-KAI; ahli penyakit dalam, dr. Stevent Sumantri, Sp.PD; serta perwakilan dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Pariwisata, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Acara yang dipandu dr. Hernayati Hutabarat, Sp. KK ini juga menghadirkan Pendiri dan Direktur CCI sekaligus Pendiri FAF, Dwi Prihandini S.Psi, MSi., Firda Athira Aziz, serta Marizsa Cardoba, yang juga seorang penyintas Autoimun dan pernah mengalami silent disability selama 25 tahun.
Di tengah-tengah acara, Firda sempat mengutarakan jika generasi milenial mempunyai peran penting dalam memberi dukungan kepada teman-temannya yang menderita Autoimun agar tetap memiliki semangat yang sama meraih masa depan.
"Dengan dukungan teman-teman penderita autoimun khususnya sesama anak muda akan punya daya juang lebih dan menganggap apa yang dideritanya bukan sebuah halangan untuk menggapai masa depannya dan meraih cita-citanya," tutur Firda.
"Karena itu acara ini penting untuk terus disosialisasikan. Kami akan jalani ke-10 kota di Indonesia," tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, dr. Iris Rengganis menyoroti pengetahuan masyarakat tentang Autoimun yang sangat minim, karena kurangnya edukasi tentang penyakit yang diakibatkan adanya gangguan sistem kekebalan tubuh (imun).
Autoimun berkembang saat sistem kekebalan tubuh salah dalam menilai sel sehat yang terdapat dalam tubuh dan malah menganggapnya sebagai zat asing. Akibatnya, tubuh mulai memproduksi antibodi yang akan menyerang dan merusak sel sehat dalam tubuh. Autoimun umumnya lebih banyak menyerang wanita usia produktif, dan faktor penyebabnya dapat berbeda antara satu penderita dengan yang lainnya.
dr. Stevent Sumantri menambahkan bahwa Autoimun bisa mengakibatkan kondisi yang serius terhadap penderitanya, misalnya gangguan pada tulang persendian, saraf, kelenjar, dan organ-organ penting lainnya. Autoimun juga menjadi penyebab utama kematian pada perempuan usia muda dan pertengahan, serta anak-anak.
Saat ini, bisa dikatakan penyintas Autoimun semakin meningkat di dunia. Rata-rata penyintas mengakui mengalami perasaan terpuruk, terlebih karena situasi ini tidak dipahami oleh diri mereka sendiri dan kebanyakan orang.
Dalam sesi yang lain, Dwi Prihandini mengungkapkan bahwa generasi milenial di Indonesia akan mencapai populasi sekitar 70 persen. Hal itu berarti kemungkinan orang-orang yang mengidap penyakit Autoimun akan bertambah banyak dari generasi mereka.
Sementara itu, Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga Kemenkes RI, drg. Kartini Rustandi, M.Kes mengingatkan agar anak-anak Indonesia lebih banyak makan sayuran dan buah-buhan yang sehat. "Anak-anak sekarang lebih banyak makan fast food atau junk food. Apakah ini bisa menjadi pencetus Autoimun?" ungkapnya.
drg. Kartini juga berpesan supaya anak-anak di Indonesia lebih banyak melakukan aktivitas fisik setidaknya 60 menit sehari. "Sebanyak 60 persen anak-anak kurang aktivitas fisik. Dulu banyak permainan anak yang bisa dilakukan, seperti bermain gobak sodor dll. Meski memperoleh gizi cukup, namun jika tidak banyak melakukan aktivitas fisik, maka kalsium dan vitamin D yang diasup enggak akan berfungsi dengan baik," paparnya.
Selain meningkatkan perhatian masyarakat terhadap Autoimun, rangkaian talkshow ini juga memiliki tujuan memberdayakan para penyintas Autoimun, khususnya bagi yang tidak bisa beraktivitas di luar rumah lagi untuk mencari penghidupan. Seperti diungkapkan Marisza, dalam acara ini para pengidap Autoimun diberikan pelatihan secara intensif meskipun hanya satu hari. Di sana mereka belajar menggali penyebab terkena Autoimun dari perspektif positif.
"Kami (CCI, FAF dan MCF) yang berkerjasama menggelar acara ini turut terpanggil untuk melakukan pemberdayaan ekonomi kepada penyintas Autoimun," pungkas Marisza, yang juga Autoimun entrepreneur atau wirausaha Autoimun.
(nug)