Bahaya Mengintai dari Asap Pengganti Tembakau
A
A
A
VAPE atau rokok elektrik sudah populer sebagai pengganti rokok tembakau. Banyak para penikmat tembakau menjadikan vape sebagai cara alternatif mengurangi rokok.
Anggapan bahwa vape tidak berbahaya membuat sebagian masyarakat menganggap hal ini sebagai terapi untuk mengurangi kecanduan terhadap tembakau. Namun apakah vape mampu mengurangi kecanduan terhadap rokok tembakau? Tidak adanya asap yang dikeluarkan dari alat penghisap membuat para pengguna vape merasa lebih aman untuk mengonsumsi. Namun hal ini ternyata tidak mengurangi risiko yang dapat mengganggu kesehatan.Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun meminta seluruh produsen rokok elektrik untuk tidak memberikan klaim bahwa vape aman untuk membantu mengurangi ketergantungan dari candu rokok tembakau sampai ada hasil ilmiah yang menunjukkan kebenarannya.
“Rokok elektrik awalnya ditawarkan sebagai alternatif pengganti rokok tembakau. Cara kerja alat ini sebenarnya sebagai penyemprot dan menguapkan cairan nikotin yang terdapat di dalam cartridge. Komposisinya pun berbeda-beda. Terdapat 4 jenis campuran, namun semuanya mengandung nikotin,” papar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama.
Tjandra pun kembali menjelaskan bahwa alat yang digunakan untuk rokok elektrik adalah seperti inh a ler (alat hirup) dengan menggunakan baterai. WHO pun menyebutnya sebagai sistem pengiriman nikotin, yaitu tenaga baterai yang ada di dalam alat ini mengubah nikotin di dalamnya menjadi uap.
Pada dasarnya vape dirancang untuk memberikan nikotin tanpa harus membakar tembakau, tapi tetap tidak menghilangkan sensasi merokok. Perbedaan yang mendasar antara rokok elektrik dan rokok biasa adalah vape tidak mengandung zat adiktif berbahaya. Tidak hanya itu saja, cairan nikotin yang sering digunakan rokok elektrik mengandung Propilen glycol .
Cairan ini mampu menyebabkan iritasi apabila dihirup secara terus-menerus. “Sebenarnya rokok elektrik dianggap aman karena tidak mengeluarkan asap seperti rokok biasanya. Tapi ini yang harus dikhawatirkan karena kita menghirup asap dan masuk ke dalam tubuh kita. Hal ini yang harus dikhawatirkan,” sebut Tjandra saat dihubungi KORAN SINDO.
Mengingat bahaya yang terkandung dalam vape sama besarnya dengan rokok bakar, beberapa negara memiliki peraturan tersendiri tentang peredaran rokok elektrik ini. Aktivis Smoke Free Agents, Hasna Pradityas, menuturkan ada 22 negara yang memiliki peraturan tersendiri terhadap peredaran vape dengan mengacu pada peraturan rokok yang sudah tersedia.
Adapun 14 negara lain memiliki peraturan baru tentang rokok elektrik. “Peraturan tentang peredaran rokok elektrik bervariasi. Misalnya saja di Brunei Darussalam, rokok elektrik disamakan dengan rokok tembakau, jadi menggunakan peraturan yang sudah ada baik dalam hal importasi maupun penjualan dan sebagainya,” ujar Hasna.
Hasna menambahkan, di kawasan Asia lain seperti Malaysia sudah ada kebijakan tersendiri tentang rokok elektrik dan barang elektronik lain. Hal ini juga sama dengan Singapura yang memberlakukan denda sekitar Rp 20,9 juta dan di Thailand akan diberlakukan kurungan hingga 10 tahun jika terdeteksi membawa vape saat kerja dan kuliah.
Berdasarkan data dari Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), sampai saat ini sudah lebih dari 3.500 toko vape yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia, sedangkan untuk jumlah pengguna vape di Jakarta sudah mencapai 40.000. Di Indonesia sendiri vape sudah menjadi komoditas yang dilegalkan.
Kementrian Keuangan melalui Direktoral Jenderal Bea dan Cukai telah memberikan legalitas resmi untuk produk pengolahan hasil tembakau ini. “Untuk bisa diterima sebagai komoditas yang legal, tentunya melalui proses yang panjang. Tapi semua bisa diselesaikan karena telah dianggap resmi di Indonesia,” kata Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Aryo Andrianto.
Aryo pun menambahkan, pelegalan produk hasil pengolahan tembakau lainnya merupakan suatu kemajuan bagi industri yang baru berkembang beberapa tahun ini. Resminya vape di Indonesia tentu lebih memperjelas posisi vape berbeda dengan rokok bakar pada umumnya.
“Jangan sampai produk tembakau alternatif yang berpotensi memiliki risiko kesehatan lebih rendah daripada rokok ini tetap dipandang sama bahayanya. Ke depannya semoga langkah yang dilakukan pemerintah kita bisa diikuti oleh negara ASEAN lainnya seperti Filipina, Singapura, dan Malaysia untuk juga melegalkan produk tembakau alternatif ini,“ papar Aryo. (Aprilia S Andyna)
Anggapan bahwa vape tidak berbahaya membuat sebagian masyarakat menganggap hal ini sebagai terapi untuk mengurangi kecanduan terhadap tembakau. Namun apakah vape mampu mengurangi kecanduan terhadap rokok tembakau? Tidak adanya asap yang dikeluarkan dari alat penghisap membuat para pengguna vape merasa lebih aman untuk mengonsumsi. Namun hal ini ternyata tidak mengurangi risiko yang dapat mengganggu kesehatan.Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun meminta seluruh produsen rokok elektrik untuk tidak memberikan klaim bahwa vape aman untuk membantu mengurangi ketergantungan dari candu rokok tembakau sampai ada hasil ilmiah yang menunjukkan kebenarannya.
“Rokok elektrik awalnya ditawarkan sebagai alternatif pengganti rokok tembakau. Cara kerja alat ini sebenarnya sebagai penyemprot dan menguapkan cairan nikotin yang terdapat di dalam cartridge. Komposisinya pun berbeda-beda. Terdapat 4 jenis campuran, namun semuanya mengandung nikotin,” papar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama.
Tjandra pun kembali menjelaskan bahwa alat yang digunakan untuk rokok elektrik adalah seperti inh a ler (alat hirup) dengan menggunakan baterai. WHO pun menyebutnya sebagai sistem pengiriman nikotin, yaitu tenaga baterai yang ada di dalam alat ini mengubah nikotin di dalamnya menjadi uap.
Pada dasarnya vape dirancang untuk memberikan nikotin tanpa harus membakar tembakau, tapi tetap tidak menghilangkan sensasi merokok. Perbedaan yang mendasar antara rokok elektrik dan rokok biasa adalah vape tidak mengandung zat adiktif berbahaya. Tidak hanya itu saja, cairan nikotin yang sering digunakan rokok elektrik mengandung Propilen glycol .
Cairan ini mampu menyebabkan iritasi apabila dihirup secara terus-menerus. “Sebenarnya rokok elektrik dianggap aman karena tidak mengeluarkan asap seperti rokok biasanya. Tapi ini yang harus dikhawatirkan karena kita menghirup asap dan masuk ke dalam tubuh kita. Hal ini yang harus dikhawatirkan,” sebut Tjandra saat dihubungi KORAN SINDO.
Mengingat bahaya yang terkandung dalam vape sama besarnya dengan rokok bakar, beberapa negara memiliki peraturan tersendiri tentang peredaran rokok elektrik ini. Aktivis Smoke Free Agents, Hasna Pradityas, menuturkan ada 22 negara yang memiliki peraturan tersendiri terhadap peredaran vape dengan mengacu pada peraturan rokok yang sudah tersedia.
Adapun 14 negara lain memiliki peraturan baru tentang rokok elektrik. “Peraturan tentang peredaran rokok elektrik bervariasi. Misalnya saja di Brunei Darussalam, rokok elektrik disamakan dengan rokok tembakau, jadi menggunakan peraturan yang sudah ada baik dalam hal importasi maupun penjualan dan sebagainya,” ujar Hasna.
Hasna menambahkan, di kawasan Asia lain seperti Malaysia sudah ada kebijakan tersendiri tentang rokok elektrik dan barang elektronik lain. Hal ini juga sama dengan Singapura yang memberlakukan denda sekitar Rp 20,9 juta dan di Thailand akan diberlakukan kurungan hingga 10 tahun jika terdeteksi membawa vape saat kerja dan kuliah.
Berdasarkan data dari Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), sampai saat ini sudah lebih dari 3.500 toko vape yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia, sedangkan untuk jumlah pengguna vape di Jakarta sudah mencapai 40.000. Di Indonesia sendiri vape sudah menjadi komoditas yang dilegalkan.
Kementrian Keuangan melalui Direktoral Jenderal Bea dan Cukai telah memberikan legalitas resmi untuk produk pengolahan hasil tembakau ini. “Untuk bisa diterima sebagai komoditas yang legal, tentunya melalui proses yang panjang. Tapi semua bisa diselesaikan karena telah dianggap resmi di Indonesia,” kata Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Aryo Andrianto.
Aryo pun menambahkan, pelegalan produk hasil pengolahan tembakau lainnya merupakan suatu kemajuan bagi industri yang baru berkembang beberapa tahun ini. Resminya vape di Indonesia tentu lebih memperjelas posisi vape berbeda dengan rokok bakar pada umumnya.
“Jangan sampai produk tembakau alternatif yang berpotensi memiliki risiko kesehatan lebih rendah daripada rokok ini tetap dipandang sama bahayanya. Ke depannya semoga langkah yang dilakukan pemerintah kita bisa diikuti oleh negara ASEAN lainnya seperti Filipina, Singapura, dan Malaysia untuk juga melegalkan produk tembakau alternatif ini,“ papar Aryo. (Aprilia S Andyna)
(nfl)