Penganan Pelite, Kue Favorit Soekarno di Pengasingan Muntok
A
A
A
BANGKA - Kota Muntok di Pulau Bangka, Provinsi Bangka Belitung, selain dikenal dunia akan timahnya juga sarat nilai sejarah yang penting bagi bangsa ini. Presiden RI pertama Soekarno pernah diasingkan di Kota Muntok pada Februari-Juli 1949.
Jejak sang Proklamator bisa ditelusuri di kota yang merupakan bagian dari Bangka Barat ini. Salah satu yang menarik adalah perihal penganan kesukaan Bung Karno semasa lima bulan di pengasingan.
“Saat diasingkan di sini, Bung Karno sangat menyenangi kue penganan pelite. Beliau mengasosiasikannya dengan pelita untuk menerangi bangsa ini,” kata Ketua Mentok Heritage Community (HMC) Chairul Amri Rani saat ditemui di Muntok, pekan lalu.
Penganan pelite atau disebut juga kue sampan merupakan sejenis kue basah dari adonan tepung beras dan santan. Cara membuatnya, adonan dituang ke wadah takir kecil dari daun pandan yang di bawahnya telah ditaburi gula sebagai pemanis. Lalu, kue dikukus hingga matang dan mengeluarkan aroma pandan.
Setelah matang, kue bisa dinikmati menggunakan sendok kecil. Rasanya agak mirip bubur sumsum dengan tekstur yang sedikit lebih padat. “Kue ini lebih enak dimakan sewaktu hangat, itu wangi sekali pandannya,” saran pria yang akrab disapa Amri.
Penganan pelite bisa dijumpai di pasar-pasar tradisional, salah satunya di pasar Muntok depan Masjid Jami’ yang merupakan masjid tertua di provinsi Bangka Belitung (dibangun pada 1883). Sejak pagi mulai pukul 05.00, orang berdatangan membeli kue untuk camilan atau sarapan pagi. Ada ratusan jenis kue dijajakan di sini dengan harga sangat terjangkau, mulai Rp1.000-Rp5.000 per buah. Penganan pelite dibanderol Rp2.000 per dua buah.
Pemilik Kedai Kue Ibu Siah, Nur Asiah, 70, yang sudah berjualan di pasar ini sejak 1993 menyebut penganan pelite sebagai salah satu kue terlaris. Selain enak dan murah, ada nilai historis yang melekat di benak masyarakat lokal maupun pengunjung.
“Orang juga mengenalnya sebagai kue Bung Karno. Setiap ada acara napak tilas sejarah, orang berebut kue pelite ini,” kata pensiunan guru SD itu.
Selain kue legendaris penganan pelite, ada beragam kue enak yang bisa dicoba di sini seperti tompek selong (sejenis martabak mini), bludar, kue berut (roti), penganan bakar, jongkong, bingke, onde-onde, sarang madu (bika ambon), kue lumping, korket. Kalau mau yang agak berat untuk sarapan bisa memilih aneka pantiaw (sejenis kwetiau), empek-empek, lakse (laksa), dan otak-otak.
“Kue-kue ini semuanya orang lain yang bikin. Ada 30 orang yang titip jual kue di sini. Jumlahnya lebih dari 2.000 kue per hari,” ungkap nenek tujuh cucu itu.
Sebagai kota multibudaya dan multietnik, Muntok memiliki lebih dari 200 jenis kue tradisional. Beberapa di antaranya merupakan akulturasi semua suku di Muntok seperti Melayu, China, Arab, Palembang, dan Siantan.
Pada 2010, Muntok memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai Pemrakarsa dan Penyelenggara Pembuatan Kue dengan Jenis Terbanyak di Indonesia, yaitu sekitar 217 jenis. Sejak itulah, julukan Muntok sebagai “Kota 1.000 Kue” lebih menggema.
Di samping ragam kue tradisional, Negeri Sejiran Setason juga menawarkan wisata kuliner lain yang wajib dicoba. Beberapa menu hidangan yang direkomendasikan antara lain lempah kuning, sup khas Bangka Barat terbuat dari ikan tenggiri yang dimasak dengan irisan nanas. Menu berkuah lain adalah lempah daret, alar keladi yang dimasak dengan tiga bumbu yaitu terasi, cabai, dan garam.
Selain itu, dua sajian lain yang tak boleh dilewatkan adalah pempek udang dan otak-otak yang disajikan dengan sambal terasi ataupun sambal tauco yang diberi perasan jeruk kunci. Rasa gurih pempek udang berpadu sambal yang pedas-segar dijamin bikin ketagihan! (Inda Susanti)
Jejak sang Proklamator bisa ditelusuri di kota yang merupakan bagian dari Bangka Barat ini. Salah satu yang menarik adalah perihal penganan kesukaan Bung Karno semasa lima bulan di pengasingan.
“Saat diasingkan di sini, Bung Karno sangat menyenangi kue penganan pelite. Beliau mengasosiasikannya dengan pelita untuk menerangi bangsa ini,” kata Ketua Mentok Heritage Community (HMC) Chairul Amri Rani saat ditemui di Muntok, pekan lalu.
Penganan pelite atau disebut juga kue sampan merupakan sejenis kue basah dari adonan tepung beras dan santan. Cara membuatnya, adonan dituang ke wadah takir kecil dari daun pandan yang di bawahnya telah ditaburi gula sebagai pemanis. Lalu, kue dikukus hingga matang dan mengeluarkan aroma pandan.
Setelah matang, kue bisa dinikmati menggunakan sendok kecil. Rasanya agak mirip bubur sumsum dengan tekstur yang sedikit lebih padat. “Kue ini lebih enak dimakan sewaktu hangat, itu wangi sekali pandannya,” saran pria yang akrab disapa Amri.
Penganan pelite bisa dijumpai di pasar-pasar tradisional, salah satunya di pasar Muntok depan Masjid Jami’ yang merupakan masjid tertua di provinsi Bangka Belitung (dibangun pada 1883). Sejak pagi mulai pukul 05.00, orang berdatangan membeli kue untuk camilan atau sarapan pagi. Ada ratusan jenis kue dijajakan di sini dengan harga sangat terjangkau, mulai Rp1.000-Rp5.000 per buah. Penganan pelite dibanderol Rp2.000 per dua buah.
Pemilik Kedai Kue Ibu Siah, Nur Asiah, 70, yang sudah berjualan di pasar ini sejak 1993 menyebut penganan pelite sebagai salah satu kue terlaris. Selain enak dan murah, ada nilai historis yang melekat di benak masyarakat lokal maupun pengunjung.
“Orang juga mengenalnya sebagai kue Bung Karno. Setiap ada acara napak tilas sejarah, orang berebut kue pelite ini,” kata pensiunan guru SD itu.
Selain kue legendaris penganan pelite, ada beragam kue enak yang bisa dicoba di sini seperti tompek selong (sejenis martabak mini), bludar, kue berut (roti), penganan bakar, jongkong, bingke, onde-onde, sarang madu (bika ambon), kue lumping, korket. Kalau mau yang agak berat untuk sarapan bisa memilih aneka pantiaw (sejenis kwetiau), empek-empek, lakse (laksa), dan otak-otak.
“Kue-kue ini semuanya orang lain yang bikin. Ada 30 orang yang titip jual kue di sini. Jumlahnya lebih dari 2.000 kue per hari,” ungkap nenek tujuh cucu itu.
Sebagai kota multibudaya dan multietnik, Muntok memiliki lebih dari 200 jenis kue tradisional. Beberapa di antaranya merupakan akulturasi semua suku di Muntok seperti Melayu, China, Arab, Palembang, dan Siantan.
Pada 2010, Muntok memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai Pemrakarsa dan Penyelenggara Pembuatan Kue dengan Jenis Terbanyak di Indonesia, yaitu sekitar 217 jenis. Sejak itulah, julukan Muntok sebagai “Kota 1.000 Kue” lebih menggema.
Di samping ragam kue tradisional, Negeri Sejiran Setason juga menawarkan wisata kuliner lain yang wajib dicoba. Beberapa menu hidangan yang direkomendasikan antara lain lempah kuning, sup khas Bangka Barat terbuat dari ikan tenggiri yang dimasak dengan irisan nanas. Menu berkuah lain adalah lempah daret, alar keladi yang dimasak dengan tiga bumbu yaitu terasi, cabai, dan garam.
Selain itu, dua sajian lain yang tak boleh dilewatkan adalah pempek udang dan otak-otak yang disajikan dengan sambal terasi ataupun sambal tauco yang diberi perasan jeruk kunci. Rasa gurih pempek udang berpadu sambal yang pedas-segar dijamin bikin ketagihan! (Inda Susanti)
(nfl)