Peran Penting Puskesmas untuk Merawat Pasien Asma
A
A
A
JAKARTA - Prevalensi asma terus meningkat, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini terjadi karena perubahan gaya hidup dan meningkatnya polusi udara. Namun di Indonesia, masih terdapat kesenjangan dalam mengobati asma. Oleh karena itu, peran puskesmas sebagai pusat kesehatan primer dalam merawat pasien asma menjadi sangat penting.
Seperti diketahui, Puskesmas menjadi pintu gerbang untuk pendaftaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan merupakan fasilitas kesehatan tingkat pertama yang akan dikunjungi pasien ketika mereka sakit.
Melihat tantangan penanganan asma di puskesmas, AstraZeneca bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Project Hope, dan Universitas Gadjah Mada telah mengidentifikasi lima kesenjangan multidimensi dalam pengobatan asma di Puskesmas.
"Sebagai bagian dari rangkaian program Healthy Lung, kami bangga bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan Project HOPE untuk melakukan serangkaian kegiatan intervensi dalam mengatasi kesenjangan yang kami temukan dalam penelitian formatif kami sebelumnya, guna mendorong hasil yang lebih baik bagi pasien asma. Dengan perbaikan pelayanan asma di puskesmas maka biaya layanan akan semakin efisien," kata Risman Abuderi selaku Direktur PT AstraZeneca Indonesia saat jumpa pers di Mandari Oriental Jakarta, Senin (14/10/2019).
"Lima kesenjangan tersebut diantaranya adalah ketersediaan obat dan infrastruktur, implementasi SOP, kepemimpinan tenaga medis oleh Asosiasi Medis, kapasitas staf kesehatan dan pelatihan, edukasi dan kepatuhan terhadap pengobatan," tambahnya.
Program intervensi untuk mengatasi kesenjangan tersebut juga telah dilakukan di Puskesmas di tiga kota, yaitu Bandung, Bantul, dan Banjar. Program intervensi telah menghasilkan hasil positif hingga saat ini, yang menunjukkan bahwa jika asma dapat ditangani di tingkat puskesmas, penyakit ini dapat dikendalikan dan beban ekonomi dapat dikurangi.
"Tujuan healthy lung mengangkat persoalan penyakit pernapasan kepada pembuat kebijakan sehingga nantinya dapat membentuk sistem kesehatan yang mendukung kemudahan akses di masa depan melalui tiga pilar. Kemitraan dan kesadaran, pemahaman dan keahlian, kapasitas dan akses," jelas Agus Soetianto, MIPH., MHM selaku Country Representative of Project HOPE.
Adapun hasil dari program intervensi ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk menyediakan solusi bagi pengobatan asma di puskesmas Indonesia. Sementara, hingga saat ini, banyak ditemukan pasien asma pergi langsung ke rumah sakit daripada mengunjungi puskesmas terlebih dahulu dengan harapan mendapatkan pengobatan asma yang lebih baik daripada di puskesmas.
"Dengan meningkatkan pelayanan terhadap pasien asma selama program intervensi dilaksanakan, pasien yang menggunakan obat controller inhalasi menunjukan peningkatan status asma terkontrol dibandingkan dengan pasien yang menggunakan obat oral. Kami juga menemukan bahwa selama kegiatan intervensi, pasien yang tidak dirujuk ke rumah sakit cenderung meningkat," papar dr. Rosye Arosdiani Apip, M.Kom selaku Kabid P2P Dinkes Kota Bandung.
Seperti diketahui, Puskesmas menjadi pintu gerbang untuk pendaftaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan merupakan fasilitas kesehatan tingkat pertama yang akan dikunjungi pasien ketika mereka sakit.
Melihat tantangan penanganan asma di puskesmas, AstraZeneca bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Project Hope, dan Universitas Gadjah Mada telah mengidentifikasi lima kesenjangan multidimensi dalam pengobatan asma di Puskesmas.
"Sebagai bagian dari rangkaian program Healthy Lung, kami bangga bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan Project HOPE untuk melakukan serangkaian kegiatan intervensi dalam mengatasi kesenjangan yang kami temukan dalam penelitian formatif kami sebelumnya, guna mendorong hasil yang lebih baik bagi pasien asma. Dengan perbaikan pelayanan asma di puskesmas maka biaya layanan akan semakin efisien," kata Risman Abuderi selaku Direktur PT AstraZeneca Indonesia saat jumpa pers di Mandari Oriental Jakarta, Senin (14/10/2019).
"Lima kesenjangan tersebut diantaranya adalah ketersediaan obat dan infrastruktur, implementasi SOP, kepemimpinan tenaga medis oleh Asosiasi Medis, kapasitas staf kesehatan dan pelatihan, edukasi dan kepatuhan terhadap pengobatan," tambahnya.
Program intervensi untuk mengatasi kesenjangan tersebut juga telah dilakukan di Puskesmas di tiga kota, yaitu Bandung, Bantul, dan Banjar. Program intervensi telah menghasilkan hasil positif hingga saat ini, yang menunjukkan bahwa jika asma dapat ditangani di tingkat puskesmas, penyakit ini dapat dikendalikan dan beban ekonomi dapat dikurangi.
"Tujuan healthy lung mengangkat persoalan penyakit pernapasan kepada pembuat kebijakan sehingga nantinya dapat membentuk sistem kesehatan yang mendukung kemudahan akses di masa depan melalui tiga pilar. Kemitraan dan kesadaran, pemahaman dan keahlian, kapasitas dan akses," jelas Agus Soetianto, MIPH., MHM selaku Country Representative of Project HOPE.
Adapun hasil dari program intervensi ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk menyediakan solusi bagi pengobatan asma di puskesmas Indonesia. Sementara, hingga saat ini, banyak ditemukan pasien asma pergi langsung ke rumah sakit daripada mengunjungi puskesmas terlebih dahulu dengan harapan mendapatkan pengobatan asma yang lebih baik daripada di puskesmas.
"Dengan meningkatkan pelayanan terhadap pasien asma selama program intervensi dilaksanakan, pasien yang menggunakan obat controller inhalasi menunjukan peningkatan status asma terkontrol dibandingkan dengan pasien yang menggunakan obat oral. Kami juga menemukan bahwa selama kegiatan intervensi, pasien yang tidak dirujuk ke rumah sakit cenderung meningkat," papar dr. Rosye Arosdiani Apip, M.Kom selaku Kabid P2P Dinkes Kota Bandung.
(tdy)