Musim Panen Influencer di Media Sosial
A
A
A
INFLUENCER atau disebut juga selebgram di ranah media sosial (medsos) kini sudah menjadi ladang penghasilan yang menjanjikan. Booming media daring belakangan menjadikan mereka jadi idola baru dan sarana promosi sebuah produk.
Perkembangan medsos seperti Facebook, Instagram, Twitter, hingga Youtube menjadi tambang emas bagi para influencer. Besarnya jumlah pengikut (followers) para selebritas di jagat maya ini menjadi target pemasaran perusahaan dengan brand besar. Kegilaan masyarakat terhadap medsos memang membuat banyak pelaku usaha mengubah strategi pemasaran.
Jika dulu anggaran iklan banyak dibelanjakan melalui media konvensional seperti koran dan TV, sekarang platform medsos sasarannya. Perubahan tren dan pergeseran perhatian audiens yang sebelumnya mudah dipengaruhi oleh iklan juga mempengaruhi, dimana kini masyarakat, terutama yang berusia muda, cenderung memilih role model atau influencer.
Mereka dipercaya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap para followers, sehingga dapat mempengaruhi pengikut untuk menyukai suatu produk, membeli dan loyal dengan produk tersebut. Siapa yang tidak tahu @awkarin atau Karin Novilda, yang awalnya dikenal dengan kisah cintanya yang menghebohkan namun sekarang memiliki jiwa sosial yang tinggi?
Atau Arief Muhammad yang dulu kita kenal dengan akun @poconggg di platform Twitter dengan hobi travelling-nya yang diunggah di Youtube? Alexander Thian dengan nama akun @amrazing juga pasti Anda akrab dengan cerita plesiran dan foto-fotonya yang membuat decak kagum di Instagram. Mereka memberikan inspirasi dan pengaruhnya dengan caranya masing-masing.
Selain itu, konsisten memperkuat strategi personal branding serta word of mouth lewat koneksi mereka di medsos. Lihat saja, dengan followers bejibun, sekali posting biasanya mereka akan kebanjiran komentar serta jumlah view dan like yang banyak. Hal ini tentu berpengaruh besar terhadap interaksinya dengan pengikut. Pada laporan GetCRAFT – Indonesia NativeAdvertising & Influencer Marketing Report 2018 disebutkan tentang kecenderungan brand untuk lebih mengarahkan budget pemasaran digital ke native advertising.
Misalnya paid social media posts, influencer marketing, paid search, dan sponsored content. Hal tersebut terjadi karena fokus konten native advertising bukan pada promosi semata, tapi mengemas pesan itu agar terasa natural sebagai bagian dari media terkait, sehingga membuka peluang lebih besar untuk menarik keterlibatan (engagement) audiens yang disasar.
Diketahui juga, iklan sebesar USD5 Miliar hingga USD10 Miliar akan dihabiskan untuk kanal ini dalam lima tahun mendatang. GetCRAFT menyatakan bahwa sekitar 51% dari brand yang disurvei akan lebih memanfaatkan influencer untuk ke depannya. Selain relatif lebih murah, keunggulan beriklan melalui influencer lainnya adalah kepercayaan, dimana rekomendasi teman dan keluarga lebih dipercaya bagi di masyarakat.
Selain itu, rekomendasi atau review yang dilakukan orang asing di internet juga memiliki pengaruh yang signifikan. “Influencer hadir karena perubahan konsumsi masyarakat yang dulunya mendapatkan informasi lewat media elektronik atau surat kabar, sekarang bisa juga lewat platform medsos,” ujar Enda Nasution, Pengamat Media Sosial yang dihubungi Koran Sindo, Rabu (16/10).
Menurut Enda, influencer adalah seseorang yang diakui pengalaman dan keahliannya pada bidang tertentu oleh banyak orang. Jadi apabila dia menginformasikan sesuatu di akun medsosnya dapat dipercaya masyarakat dan tertarik menjadi followers. Seorang pembalap misalnya, biasa dipakai jasanya untuk mempromosikan produk atau alat otomotif.
Hal ini jelas karena dia memiliki kemampuan dan pengetahuan yang luas soal dunia otomotif. “Atau ahli di bidang layanan finansial, seluk beluk dunia fashion & beauty atau dunia travel. Mereka sudah diakui pengalaman dan kapasitasnya, jadi masyarakat bisa mendapatkan informasi yang menarik dan tepat dari postingan influencer tersebut,” tuturnya.
Sebenarnya, kata dia, selebritas di dunia maya ini tidak selalu yang jumlah followers-nya banyak. Karena ada juga yang disebut dengan micro influencer yang pengikutnya termasuk sedikit namun justru terbukti memiliki tingkat engagement yang tinggi terhadap followers. “Jenisnya memang berbeda-beda. Ada yang mega influencer yang followers-nya mencapai jutaan, tapi ada juga hanya ribuan yang disebut micro influencer,” ujar Enda.
Enda mengemukakan, agar eksistensinya di medsos tetap stabil, influencer musti konsisten mengunggah konten secara berkala. Bisa tiga kali dalam seminggu atau bahkan setiap hari, yang penting rutin. Karena para followers tentu ingin tetap di-update dengan postingan panutannya, dengan konten yang punya value yang bermanfaat dan memberi motivasi.
Profesi influencer, terang dia, memang menjanjikan keuntungan yang lumayan dari segi pendapatan. Namun dengan persaingan pesohor di dunia maya yang makin bejibun, influencer dituntut untuk bersikap profesional dan menambah keahliannya sehingga bisa tetap dicintai penggemar.
“Penghasilan dari endorsement bervariasi tergantung seberapa terkenal mereka. Kalau yang biasa saja, rata-rata mulai satu juta rupiah per bulan,” kata Enda.Meski medsos sedang ramai, kata Enda, keberadaan influencer tak serta merta ‘membunuh’ artis layar kaca. Karena setiap platform media memiliki porsinya masing-masing.
Apalagi medsos juga bisa dimanfaatkan musisi atau artis TV untuk menjadi alat promosi lagu atau sinetron baru serta menjadi penghasilan tambahan. Senada dengan Enda, Psikolog Sosial, Decky Pelupessy menyatakan, adanya influencer tak menjadikan industri TV terabaikan. Medsos dipakai hanya sebagai media alternatif saja.
“Platform medsos biasanya disukai oleh anak muda. Sementara yang sudah berumur masih suka nonton TV. Jadi, segmennya tetap ada,” imbuhnya. Hadirnya influencer, ujar dia, sebenarnya berasal dari sifat dasar manusia yang ingin diakui, menjadi orang penting dan populer di lingkungannya. (Rendra Hanggara)
Perkembangan medsos seperti Facebook, Instagram, Twitter, hingga Youtube menjadi tambang emas bagi para influencer. Besarnya jumlah pengikut (followers) para selebritas di jagat maya ini menjadi target pemasaran perusahaan dengan brand besar. Kegilaan masyarakat terhadap medsos memang membuat banyak pelaku usaha mengubah strategi pemasaran.
Jika dulu anggaran iklan banyak dibelanjakan melalui media konvensional seperti koran dan TV, sekarang platform medsos sasarannya. Perubahan tren dan pergeseran perhatian audiens yang sebelumnya mudah dipengaruhi oleh iklan juga mempengaruhi, dimana kini masyarakat, terutama yang berusia muda, cenderung memilih role model atau influencer.
Mereka dipercaya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap para followers, sehingga dapat mempengaruhi pengikut untuk menyukai suatu produk, membeli dan loyal dengan produk tersebut. Siapa yang tidak tahu @awkarin atau Karin Novilda, yang awalnya dikenal dengan kisah cintanya yang menghebohkan namun sekarang memiliki jiwa sosial yang tinggi?
Atau Arief Muhammad yang dulu kita kenal dengan akun @poconggg di platform Twitter dengan hobi travelling-nya yang diunggah di Youtube? Alexander Thian dengan nama akun @amrazing juga pasti Anda akrab dengan cerita plesiran dan foto-fotonya yang membuat decak kagum di Instagram. Mereka memberikan inspirasi dan pengaruhnya dengan caranya masing-masing.
Selain itu, konsisten memperkuat strategi personal branding serta word of mouth lewat koneksi mereka di medsos. Lihat saja, dengan followers bejibun, sekali posting biasanya mereka akan kebanjiran komentar serta jumlah view dan like yang banyak. Hal ini tentu berpengaruh besar terhadap interaksinya dengan pengikut. Pada laporan GetCRAFT – Indonesia NativeAdvertising & Influencer Marketing Report 2018 disebutkan tentang kecenderungan brand untuk lebih mengarahkan budget pemasaran digital ke native advertising.
Misalnya paid social media posts, influencer marketing, paid search, dan sponsored content. Hal tersebut terjadi karena fokus konten native advertising bukan pada promosi semata, tapi mengemas pesan itu agar terasa natural sebagai bagian dari media terkait, sehingga membuka peluang lebih besar untuk menarik keterlibatan (engagement) audiens yang disasar.
Diketahui juga, iklan sebesar USD5 Miliar hingga USD10 Miliar akan dihabiskan untuk kanal ini dalam lima tahun mendatang. GetCRAFT menyatakan bahwa sekitar 51% dari brand yang disurvei akan lebih memanfaatkan influencer untuk ke depannya. Selain relatif lebih murah, keunggulan beriklan melalui influencer lainnya adalah kepercayaan, dimana rekomendasi teman dan keluarga lebih dipercaya bagi di masyarakat.
Selain itu, rekomendasi atau review yang dilakukan orang asing di internet juga memiliki pengaruh yang signifikan. “Influencer hadir karena perubahan konsumsi masyarakat yang dulunya mendapatkan informasi lewat media elektronik atau surat kabar, sekarang bisa juga lewat platform medsos,” ujar Enda Nasution, Pengamat Media Sosial yang dihubungi Koran Sindo, Rabu (16/10).
Menurut Enda, influencer adalah seseorang yang diakui pengalaman dan keahliannya pada bidang tertentu oleh banyak orang. Jadi apabila dia menginformasikan sesuatu di akun medsosnya dapat dipercaya masyarakat dan tertarik menjadi followers. Seorang pembalap misalnya, biasa dipakai jasanya untuk mempromosikan produk atau alat otomotif.
Hal ini jelas karena dia memiliki kemampuan dan pengetahuan yang luas soal dunia otomotif. “Atau ahli di bidang layanan finansial, seluk beluk dunia fashion & beauty atau dunia travel. Mereka sudah diakui pengalaman dan kapasitasnya, jadi masyarakat bisa mendapatkan informasi yang menarik dan tepat dari postingan influencer tersebut,” tuturnya.
Sebenarnya, kata dia, selebritas di dunia maya ini tidak selalu yang jumlah followers-nya banyak. Karena ada juga yang disebut dengan micro influencer yang pengikutnya termasuk sedikit namun justru terbukti memiliki tingkat engagement yang tinggi terhadap followers. “Jenisnya memang berbeda-beda. Ada yang mega influencer yang followers-nya mencapai jutaan, tapi ada juga hanya ribuan yang disebut micro influencer,” ujar Enda.
Enda mengemukakan, agar eksistensinya di medsos tetap stabil, influencer musti konsisten mengunggah konten secara berkala. Bisa tiga kali dalam seminggu atau bahkan setiap hari, yang penting rutin. Karena para followers tentu ingin tetap di-update dengan postingan panutannya, dengan konten yang punya value yang bermanfaat dan memberi motivasi.
Profesi influencer, terang dia, memang menjanjikan keuntungan yang lumayan dari segi pendapatan. Namun dengan persaingan pesohor di dunia maya yang makin bejibun, influencer dituntut untuk bersikap profesional dan menambah keahliannya sehingga bisa tetap dicintai penggemar.
“Penghasilan dari endorsement bervariasi tergantung seberapa terkenal mereka. Kalau yang biasa saja, rata-rata mulai satu juta rupiah per bulan,” kata Enda.Meski medsos sedang ramai, kata Enda, keberadaan influencer tak serta merta ‘membunuh’ artis layar kaca. Karena setiap platform media memiliki porsinya masing-masing.
Apalagi medsos juga bisa dimanfaatkan musisi atau artis TV untuk menjadi alat promosi lagu atau sinetron baru serta menjadi penghasilan tambahan. Senada dengan Enda, Psikolog Sosial, Decky Pelupessy menyatakan, adanya influencer tak menjadikan industri TV terabaikan. Medsos dipakai hanya sebagai media alternatif saja.
“Platform medsos biasanya disukai oleh anak muda. Sementara yang sudah berumur masih suka nonton TV. Jadi, segmennya tetap ada,” imbuhnya. Hadirnya influencer, ujar dia, sebenarnya berasal dari sifat dasar manusia yang ingin diakui, menjadi orang penting dan populer di lingkungannya. (Rendra Hanggara)
(nfl)