Menziarahi Kebesaran Bangsa Maritim melalui Museum
A
A
A
JAKARTA - Jakarta tak hanya menawarkan mal, kemacetan, kesemerawutan, dan pusat-pusat hiburan yang gemerlapan di malam hari. Jakarta juga menawarkan museum bagi kita yang ingin menziarahi perjalanan sejarah Jakarta dan Nusantara di masa silam.
Terdapat begitu banyak museum di Jakarta--meskipun tetap masih belum sebanding dengan jumlah penduduknya yang besar. Bila Anda ingin menziarahi kebesaran Nusantara sebagai bangsa maritim, setidaknya ada dua museum yang bisa Anda kunjungi. Yaitu Museum Bahari dan Museum Maritim. Minggu lalu saya mengunjungi kedua lokasi ini.
Kita ke Museum Bahari terlebih dahulu. Museum Bahari berlokasi di seberang Pelabuhan Sunda Kelapa, tepatnya Jalan Pasar Ikan Nomor 1, Kawasan Sunda Kelapa, Penjaringan, Jakarta Utara. Di museum yang menempati bangunan tua peninggalan era kolonial dengan arsitektur Belanda yang eksotik ini kita bisa mendapatkan informasi lengkap sejarah kelautan Indonesia.
Museum Bahari mengoleksi ratusan benda sejarah yang berkaitan dengan laut, baik asli maupun replika. Benda-benda tersebut dibagi menjadi tujuh kategori dan ditempatkan dalam ruang berbeda. Namun, yang paling menonjol dari Museum Bahari adalah kelengkapan koleksi kapalnya. Tempat ini bahkan jadi satu-satunya museum yang punya koleksi perahu dan kapal tradisional dari seluruh wilayah Indonesia. Tak heran museum ini merupakan satu dari delapan museum yang berada di bawah pengawasan Dinas Adat istiadat Permuseuman Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Kita bisa melihat 19 koleksi kapal asli dan replika, mulai dari kapal VOC, miniatur kapal layar Batavia dari abad ke-16, kapal Phinisi Nusantara khas rakyat Bugis, kapal Kekaisaran Majapahit, hingga kapal Kerajaan Sriwijaya.
Selain kapal tradisional Indonesia, Museum Bahari memiliki koleksi kapal dari berbagai negara, seperti Swedia dan Yunani. Kita juga bisa melihat benda koleksi TNI AL, maket Pulau Onrust, koleksi kartografi, tokoh-tokoh maritim Nusantara, dan sejarah perjalanan mereka dengan KPM Batavia.
Museum Bahari menyimpan informasi mengenai cerita rakyat hingga syair lagu yang sering dinyanyikan nelayan Indonesia zaman dahulu. Di bagian lain, kita akan menemukan koleksi peralatan milik pelaut di masa lalu, seperti teropong, jangkar, navigasi, jangkar, meriam, dan model mercusuar.
Ada pula koleksi yang berhubungan dengan oseanografi biologis, dari karakteristik area laut dan pantai di Indonesia, biota laut, hingga persebaran ikan di Indonesia.
Museum Bahari berdiri tepat di samping muara Sungai Ciliwung, diresmikan pertama kali pada 7 Juli 1977. Jauh sebelum difungsikan menjadi museum, kawasan ini merupakan kompleks gudang milik VOC yang dibangun sebagai penyimpanan komoditi utama VOC, seperti rempah, kopi, teh, tembaga, timah, dan tekstil.
Konstruksi yang berdiri persis di samping muara Ci Liwung ini memiliki dua sisi, sisi barat dikenal dengan istilah Westzijdsche Pakhuizen atau Gudang Barat (dibangun secara bertahap mulai tahun 1652-1771) dan sisi timur, disebut Oostzijdsche Pakhuizen atau Gudang Timur. Gudang barat terdiri dari empat unit kontruksi, dan tiga unit di antaranya yang sekarang dipakai sebagai Museum Bahari.
Pada masa pendudukan Jepang, gedung-gedung ini dipakai sebagai tempat menyimpan benda/barang logistik tentara Jepang. Setelah Indonesia merdeka, konstruksi ini dipakai oleh PLN dan PTT sebagai gudang.
Dengan arsitektur megah era kolonial nan indah, hampir semua sudut Museum Bahari dapat jadi spot foto yang menarik. Replika jangkar yang diletakkan sebagai gerbang masuk belakang museum, misalnya. Dan jangan lupa menara mercusuar yang terletak di bagian ujung bangunan.
Sekarang mari kita telusuri Museum Maritim. Apabila Museum Bahari 'menuturkan' perjalanan sejarah bangsa Indonesia sebagai bangsa maritim atau bangsa yang sebagian besar wilayahnya adalah laut, maka Museum Maritim yang berlokasi di kompleks Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, 'mengisahkan' informasi perkembangan dunia kemaritiman di Tanah Air pada era modern.
Museum Maritim yang dibangun dan dikelola oleh Pelindo II (IPC) ini menjadi salah satu pusat edukasi dan literasi maritim, utamanya pada perkembangan era baru pelabuhan di era digital.
Dan tentu saja berbagai informasi mengenai sejarah panjang pelabuhan, temuan artefak baik di dalam kapal-kapal pelabuhan maupun barang-barang komoditas yang menjadi ciri khas masing-masing pelabuhan, seperti pelabuhan Tanjung Priok, Sunda Kelapa di Jakarta, Tanjung Mas di Semarang, Tanjung Perak di Jakarta, dan lain sebagainya dapat ditemukan di sini.
Informasi-informasi tersebut sebagian disajikan melalui media diorama, peta, dan lain sebagainya seperti museum pada umumnya. Museum Maritim juga menyuguhkan sejumlah lokasi interaktif yang akan menambah pengalaman pengunjung di museum. Lokasi interaktif tersebut termasuk di antaranya adalah simulator nahkoda untuk mempelajari cara mengemudikan kapal.
Bagi kaum milenial yang gemar foto selfi, Museum Maritim menyediakan sejumah spot untuk foto-foto dengan latar belakang tiga dimensi. Nah, kalau kamu bosan dengan mal, kemacetan, dan dunia hiburan nan gemerlap Jakarta, kamu bisa menyelinap ke museum dan mereguk pengalaman berbeda dari Jakarta.
Terdapat begitu banyak museum di Jakarta--meskipun tetap masih belum sebanding dengan jumlah penduduknya yang besar. Bila Anda ingin menziarahi kebesaran Nusantara sebagai bangsa maritim, setidaknya ada dua museum yang bisa Anda kunjungi. Yaitu Museum Bahari dan Museum Maritim. Minggu lalu saya mengunjungi kedua lokasi ini.
Kita ke Museum Bahari terlebih dahulu. Museum Bahari berlokasi di seberang Pelabuhan Sunda Kelapa, tepatnya Jalan Pasar Ikan Nomor 1, Kawasan Sunda Kelapa, Penjaringan, Jakarta Utara. Di museum yang menempati bangunan tua peninggalan era kolonial dengan arsitektur Belanda yang eksotik ini kita bisa mendapatkan informasi lengkap sejarah kelautan Indonesia.
Museum Bahari mengoleksi ratusan benda sejarah yang berkaitan dengan laut, baik asli maupun replika. Benda-benda tersebut dibagi menjadi tujuh kategori dan ditempatkan dalam ruang berbeda. Namun, yang paling menonjol dari Museum Bahari adalah kelengkapan koleksi kapalnya. Tempat ini bahkan jadi satu-satunya museum yang punya koleksi perahu dan kapal tradisional dari seluruh wilayah Indonesia. Tak heran museum ini merupakan satu dari delapan museum yang berada di bawah pengawasan Dinas Adat istiadat Permuseuman Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Kita bisa melihat 19 koleksi kapal asli dan replika, mulai dari kapal VOC, miniatur kapal layar Batavia dari abad ke-16, kapal Phinisi Nusantara khas rakyat Bugis, kapal Kekaisaran Majapahit, hingga kapal Kerajaan Sriwijaya.
Selain kapal tradisional Indonesia, Museum Bahari memiliki koleksi kapal dari berbagai negara, seperti Swedia dan Yunani. Kita juga bisa melihat benda koleksi TNI AL, maket Pulau Onrust, koleksi kartografi, tokoh-tokoh maritim Nusantara, dan sejarah perjalanan mereka dengan KPM Batavia.
Museum Bahari menyimpan informasi mengenai cerita rakyat hingga syair lagu yang sering dinyanyikan nelayan Indonesia zaman dahulu. Di bagian lain, kita akan menemukan koleksi peralatan milik pelaut di masa lalu, seperti teropong, jangkar, navigasi, jangkar, meriam, dan model mercusuar.
Ada pula koleksi yang berhubungan dengan oseanografi biologis, dari karakteristik area laut dan pantai di Indonesia, biota laut, hingga persebaran ikan di Indonesia.
Museum Bahari berdiri tepat di samping muara Sungai Ciliwung, diresmikan pertama kali pada 7 Juli 1977. Jauh sebelum difungsikan menjadi museum, kawasan ini merupakan kompleks gudang milik VOC yang dibangun sebagai penyimpanan komoditi utama VOC, seperti rempah, kopi, teh, tembaga, timah, dan tekstil.
Konstruksi yang berdiri persis di samping muara Ci Liwung ini memiliki dua sisi, sisi barat dikenal dengan istilah Westzijdsche Pakhuizen atau Gudang Barat (dibangun secara bertahap mulai tahun 1652-1771) dan sisi timur, disebut Oostzijdsche Pakhuizen atau Gudang Timur. Gudang barat terdiri dari empat unit kontruksi, dan tiga unit di antaranya yang sekarang dipakai sebagai Museum Bahari.
Pada masa pendudukan Jepang, gedung-gedung ini dipakai sebagai tempat menyimpan benda/barang logistik tentara Jepang. Setelah Indonesia merdeka, konstruksi ini dipakai oleh PLN dan PTT sebagai gudang.
Dengan arsitektur megah era kolonial nan indah, hampir semua sudut Museum Bahari dapat jadi spot foto yang menarik. Replika jangkar yang diletakkan sebagai gerbang masuk belakang museum, misalnya. Dan jangan lupa menara mercusuar yang terletak di bagian ujung bangunan.
Sekarang mari kita telusuri Museum Maritim. Apabila Museum Bahari 'menuturkan' perjalanan sejarah bangsa Indonesia sebagai bangsa maritim atau bangsa yang sebagian besar wilayahnya adalah laut, maka Museum Maritim yang berlokasi di kompleks Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, 'mengisahkan' informasi perkembangan dunia kemaritiman di Tanah Air pada era modern.
Museum Maritim yang dibangun dan dikelola oleh Pelindo II (IPC) ini menjadi salah satu pusat edukasi dan literasi maritim, utamanya pada perkembangan era baru pelabuhan di era digital.
Dan tentu saja berbagai informasi mengenai sejarah panjang pelabuhan, temuan artefak baik di dalam kapal-kapal pelabuhan maupun barang-barang komoditas yang menjadi ciri khas masing-masing pelabuhan, seperti pelabuhan Tanjung Priok, Sunda Kelapa di Jakarta, Tanjung Mas di Semarang, Tanjung Perak di Jakarta, dan lain sebagainya dapat ditemukan di sini.
Informasi-informasi tersebut sebagian disajikan melalui media diorama, peta, dan lain sebagainya seperti museum pada umumnya. Museum Maritim juga menyuguhkan sejumlah lokasi interaktif yang akan menambah pengalaman pengunjung di museum. Lokasi interaktif tersebut termasuk di antaranya adalah simulator nahkoda untuk mempelajari cara mengemudikan kapal.
Bagi kaum milenial yang gemar foto selfi, Museum Maritim menyediakan sejumah spot untuk foto-foto dengan latar belakang tiga dimensi. Nah, kalau kamu bosan dengan mal, kemacetan, dan dunia hiburan nan gemerlap Jakarta, kamu bisa menyelinap ke museum dan mereguk pengalaman berbeda dari Jakarta.
(akn)