Film Kemarin, Cerita Tsunami dan Akhir Perjalanan Band Seventeen

Selasa, 29 Oktober 2019 - 19:01 WIB
Film Kemarin, Cerita...
Film Kemarin, Cerita Tsunami dan Akhir Perjalanan Band Seventeen
A A A
JAKARTA - Masih teringat dalam benak ketika peristiwa tsunami di Selat Sunda menghantam daerah pesisir Banten dan Lampung, Indonesia pada 13 Desember 2018, dimana 426 orang tewas dan 7.202 terluka dan 23 orang hilang, termasuk sebagian besar personel band Seventeen.

Tewasnya 6 orang keluarga Seventeen, termasuk alm Bani (bassist), alm Herman (gitaris), alm Andi (drummer) berserta seluruh kru dan management ini yang membuat Mahakarya Pictures bersama Mahaka Integra Radio mengabadikan peristiwa tersebut lewat film Kemarin.

Lewat naskah yang ditulis Wisnu Surya Pratama dan disutradari Upie Guava, film doku drama ini akan terasa menyentuh, dimulai dari perjalanan Seventeen dan hal-hal yang dihadapi para personel, termasuk perselisihan dalam band.

Tak sampai disana, dalam durasi kurang lebih 90 menit, kisah Seventeen terkena tsunami menjadi cerita dramatis yang bisa membuat penonton menitikan air mata dan bagaimana Ifan (vokalis) bisa selamat dari persitiwa alam tersebut.

Sebenarnya, dua minggu sebelum peristiwa tsunami pada 13 Desember 2018, Seventeen bersama management sempat melakukan meeting tentang rencana pembuatan film documenter untuk merayakan 20 tahun perjalanan musik mereka. Namun, setelah itu Seventeen sibuk dengan kontrak kerja yang berturut-turut hingga tahun baru.

Suratan berkata lain, tepat pada 22 Desember 2018, saat Seventeen mengisi acara gathering, tsunami datang. Niatan membuat film pun sebenarnya terurungkan karena semua masih dalam keadaan duka. Namun, sebulan setelah tsunami, kamera milik almarhum Andi ditemukan. Dalam kamera tersebut tersimpan semua kenangan terakhir Seventeen di Tanjung Lesung. Dari H-1 tsunami hingga saat Seventeen di atas panggung bahkan ketika tsunami menerjang di lagu kedua mereka tampil.

"Setelah melihat semua isi kamera alm Andi, aku putuskan untuk melanjutkan pembuatan film dokumenter. Lalu menghubungi Upie (Guava) untuk menyampaikan rencana ini. Upie sangat tertarik dan merasa terhormat mendapat kesempatan ini," kata Dendi Reynando selaku CEO Mahakarya.

Sementara, pemilihan ‘Kemarin’ sebagai judul film ini terkait dengan salah satu lagu Seventeen, dimana liriknya yang dibuat mendiang Herman itu bercerita tentang kematian.

“Memang Kemarin itu diambil dari salah satu lagu Seventeen. Lagunya ini tentang kematian dan sempat jadi perdebatan (antar personel) dan sempat mau ganti lirik pada 2016, tetapi belum (alm) Herman belum sempat ganti lirik,” terang Dendi.

“Lagunya ini memang beda. Bahkan, Ifan sempat tak mau menyanyikannya. Di album juga hanya menjadi pelengkap. Tapi, persis dua tahun lagu ini menjadi soundtrack dari apa yang kita alami,” tambah dia. (Baca juga: Kenali Risiko dan Gejala Osteoporosis, Biar Tulang Tak Mudah Keropos ).

Sementara, Ifan bersyukur dengan apa yang telah dilaluinya dan berharap filmnya itu bisa bermanfaat bagi banyak orang. “Jadi film ini juga menceritakan proses aku bisa selamat dari tsunami, aku menghadapi kepanikan dan musibah. Mudah-mudahan bermanfaat,” kata Ifan.
(tdy)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1629 seconds (0.1#10.140)