Hana Madness, Tenangkan Jiwa dengan Kreatifitas Seni

Sabtu, 16 November 2019 - 08:45 WIB
Hana Madness, Tenangkan Jiwa dengan Kreatifitas Seni
Hana Madness, Tenangkan Jiwa dengan Kreatifitas Seni
A A A
Gangguan kejiwaan dan mental serta pengalaman masa lalu yang buruk tak membuat seniman Hana Alfikih menyerah. Justru sebaliknya, hal itu makin memicu kreativitas, intuisi, dan rasa dalam menghasilkan sebuah karya seni baik mural maupun lukisan inspiratif tentang isu kesehatan jiwa.

Hana Alfikih, yang dipanggil Hana Madness, merupakan seniman doodle yang mengidap penyakit bipolar atau mengalami perubahan suasana hati secara fluktuatif dan drastis. Kondisi gangguan ini dirasakannya sejak kecil dan semakin menjadi ketika memasuki masa kuliah semester 5 di Jurusan Advertising di salah salah universitas swasta di Jakarta. Mood dia naik turun secara ekstrem.

Situasi paling sulit dirasakannya ketika duduk di bangku SMP. Hana sebagai penyintas (survivor) mengaku kerap mengalami perlakuan tidak mengenakkan dari lingkungan terdekat. Mulai dikurung di rumah hingga beberapa kali dirukiah. Baru kemudian pada 2010 dia mendapat diagnosa bipolar disorder atau gangguan mental yang ditandai perubahan suasana hati ekstrem. Parahnya, wanita bertato itu pernah dikucilkan dan tak dipedulikan lagi di dalam keluarga.

”Aku sangat ekstrem dan psikotik sekali. Saat SMP aku merasa tidak punya siapa-siapa, karena jarang pulang. Kalau di rumah aku juga selalu nangis, menyakiti diri, bahkan mencoba beberapa kali bunuh diri. Sampai pada keluar masuk bangsal psikiatri ditambah banyak trauma masa kecil membuat hidupku enggak nyaman. Aku merasa berada di titik terendah dalam hidup saat dikucilkan dan tidak dianggap dalam keluarga,” ujar Hana dalam wawancara ekslusif di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (5/11).

Ketika Hana dihinggapi rasa kesepian dan tidak ada tempat berteduh karena penangan yang salah dari keluarga, dia pun mencoba menuangkan emosi dan bercerita pada pensil dan sketchbook. Sejak itu, dia tidak pernah meninggalkan benda itu kemana pun ia pergi, termasuk sekolah.

“Akhirnya aku membuktikan, setelah lulus SMA desain doodle yang aku buat dilirik salah satu perusahan besar untuk dicetak menjadi cover korek api dan tersebar ke seluruh Indonesia,” cerita perempuan kelahiran Oktober 1992 ini.

Hana bahkan divonis memiliki gangguan mental Bipolar tipe 1 pada 2013 dan sempat dianggap mengidap Schizophrenia di masa awal kuliah. Nyatanya, itu tak membuat Hana tenggelam pada stigma. Dia justru berhasil menepis semua tuduhan ‘gila’ yang pernah dilayangkan pada dirinya, bahkan dari keluarganya sendiri.

"Segala fluktuasi emosi itu jarang terjadi sejak rajin menumpahkan energi pada karya. Di sini, akhirnya saya mengerti bahwa seni-lah yang menyelamatkan saya,” kisahnya. (Thomasmanggalla)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4351 seconds (0.1#10.140)