Generasi Muda, Jangan Takut Bermimpi

Jum'at, 22 November 2019 - 23:00 WIB
Generasi Muda, Jangan...
Generasi Muda, Jangan Takut Bermimpi
A A A
Beberapa waktu lalu, media sosial dihebohkan petani membuang hasil panennya yaitu tomat ke selokan. Menyusul kemudian, petani buah naga, melemparkan begitu saja buah naganya ke kali. Alasan sama yakni, harga jual panenannya jatuh. Aksi ini dinilai sebagai bentuk ungkapan rasa putus asa, marah dan tidak tahu jalan keluarnya.

Video viral tersebut hanyalah puncak gunung es. Sebagaian besar petani merasakannya. Mereka menghadapi biaya produksi tidak sebanding dengan harga jual. Menghadapi saat panen jumlah pasokan melebihi kebutuhan pasar. Sehingga harga terjun sedalam dalamnya.

Kenyataan ini menjadi pemantik bagi sejumlah anak muda untuk melakukan sesuatu. Mereka adalah William Setiawan, Oki Setiawan, Edwin Setiawan, Michael Jovan, Ivan Arie Sustiawan dan Pamitra Wineka.

"Masalah di pertanian itu sangat kompleks. Tapi kami berfikir, untuk menjadi bagian dari solusi, kita tidak harus menjadi petani. Kami mencari solusi melalui teknologi," ungkap Michael Jovan yang biasa disapa Mike.

"Saat itu yang kami lihat, problem mendasar petani adalah mereka mampu memproduksi tetapi tidak mampu menjual. Jadi kami mencari solusi pada masalah ini. Selain itu, kami juga melihat, petani cukup sulit mengakses permodalan di bank. Bank tidak menyediakan desain untuk hitungan jumlah kebutuhan permodalan petani,"jelasnya.

Berangkat dari persoalan tersebut, dengan berlatar belakang IT, Mike beserta teman-temannya menggagas start-up untuk mencarikan solusi petani. Dan lahirlah start-up marketplace yang diberi nama TaniHub, yakni pada tahun 2016. Di TaniHub, petani dan pembeli dapat bertransaksi secara langsung. Kini TaniHub yang berada di bawah payung TaniGroup memiliki bidang usaha lain, yakni TaniFund dan TaniSupply

Dan start-up yang dimulai dari garasi ini, kini menempati gedung di kawasan bisnis Kuningan dan telah menaungi 35 ribu petani serta mengucurkan permodalan senilai Rp100 miliar.

Tak hanya itu, jumlah komoditas yang ditransaksikan mencapai 800 item. Mulai dari buah, sayur, ikan, daging, beras dan lain-lain. Bahkan sejumlah komoditas, telah memiliki brand tersendiri. Yakni Sommerville untuk buah, VIS untuk brand ikan, Goldfarm untuk sayur dan dalam waktu dekat brand Lentik untuk beras.

"Apa yang sekarang terjadi, seperti sebuah dream come true. Kami memiliki mimpi yang sama untuk menjadi solusi atas permasalahan petani Indonesia. Kami ingin petani Indonesia dapat menikmati hasil yang adil untuk segala kerja keras mereka di ladang, sementara setiap rumah tangga menikmati produk pertanian lokal dengan harga terjangkau. Jadi jangan takut bermimpi. Bermimpilah kejar, dan wujudkan,"pesannya.

Perjalanan TaniHub
TaniHub, didesain pertama sebagai market place. Namun di perjalanan, sejumlah tantangan terjadi. Astri Purnamasari Vp of Corporate Servive TaniHub menuturkan menjalankan model market place di agriculture tidak mudah. Petani dituntut harus aktif. Mereka harus meng-upload sendiri, lantas mengirim sendiri agar produknya dibeli orang. Dan itu tidak mudah. "Akhirnya TaniHub berubah bentuk menjadi e-commerce dan berbasis B to B,"ungkapnya.

Astri menceritakan, perjalanan TaniHub hingga sekarang seperti dream come true. Digagas, dirintis dan dieksekusi oleh 6 anak muda, awalnya adalah gagasan yang sederhana yakni mencarikan solusi untuk petani. "Dimana petani sebagian besar bisa memproduksi tetapi tidak bisa menjual. Dan, kita hadir untuk memotong rantai. Sayuran dan buah-buahan untuk sampai ke meja kita melewati minimal 4 layer," ungkapnya.

Tak heran, solusi TaniHub direspon positif oleh khalayak. Dan, momentumnya, saat debat capres 2019, TaniHub disebut salah satu paslon menjadi solusi di era 4.0. "Seketika perbincangan TaniHub di dunia maya naik tajam. Semua orang download dan membeli, sampai aplikasi kita sempat down. Dan, momen itu berkah buat kita, sekaligus menjadi alert bahwa TaniHub harus mengerjakan sesuatu yang lebih, karena dibutuhkan orang,"kenangnya

Seiring perjalanan, kebutuhan petani, bukan hanya akses ke market, tetapi petani juga butuh funding atau pendanaan. Oleh karena itu, di bawah bendera TaniGroup, lahirlah TaniFund yang fungsinya memberi pendanaan bagi petani yang membutuhkan. "Setelah TaniHub establish 1 tahun, kita merambah ke pendanaan yaitu dengan mendirikan TaniFund. TaniFund ini semacam fintech, jadi di bawah pengawasan dan izin OJK. Di TaniFund, petani bisa mengakses pendanaan sekaligus pembinaan," paparnya.

Di TaniFund, ungkap Astri, petani akan didampingi tim field mulai dari perencanaan hingga masa panen. "Petani akan dilatih membuat laporan, misalnya minggu pertama melakukan apa, minggu kedua melakukan apa, dan seterusnya. Sehingga petani akan tahu progres yang jelas tanamannya. Dan ini akan mempengaruhi hasilnya. Petani juga belajar membuat hitung-hitungan misalnya cost tenaga. Selama ini tenaga tidak dihitung. Mereka berpikir gajian kalau sudah panen,"ungkapnya. Di TaniHub, 100 persen hasil panen petani dibeli.

Meski demikian, pasokan dari TaniHub, ungkap Astri, hanya bisa menutup 10 persen demand. "Selebihnya kita masih mengambil dari petani trading atau sistem beli putus,"ungkapnya.

TaniFund, ungkap Astri telah mendanai sekitar Rp100 miliar. "Total pendanaan mencapai Rp100 miliar. Ada proyek yang sedang berjalan dan fund raising," ungkapnya.

Di tahun 2019 ini, TaniGroup juga membentuk varian bisnis yang lebih spesifik, yaitu TaniSupply. Dinahkodai Vincentius Sariyo sebagai Director, TaniSupply memiliki banyak fungsi. "Posisi TaniSupply ada diantara TaniHub dan TaniFund. Tugasnya melakukan pembelian, fungsi supply chain, sebagai last delivery, quality control, dan lain,"Papar Sariyo.

Kini jumlah petani yang bergabung menjadi mitra TaniGroup mencapai 35 ribu petani. "Mereka petani kecil-kecil yang hanya memiliki lahan kurang dari 1 hektar,"ungkap Sariyo.

Dengan jumlah petani ribuan tersebut, TaniSupply bisa menyediakan setidaknya 800 item kebutuhan. "Dominasi buah dan sayur. Kami juga ada ikan, beras, daging, bumbu dan lain-lain,"paparnya.

Tidak hanya itu, produk petani binaanya juga tembus ke berbagai supermarket, hotel restoran, food industri bahkan di e-commerce mitra. "Kami memang ingin berkolaborasi dengan berbagai pihak. Semakin banyak pihak yang berkecimpung maka petani dan produk pertanian makin baik," terang Sariyo.

Kini TaniGroup telah establish di berbagai tempat, yakni, Surabaya, Bogor, Bandung dan Bali. "Di cabang-cabang tersebut, terdapat cold room dengan ukuran 700 meter persegi, armada dengan temperatur terjaga, akses pendanaan, tim field dan mitra tani yang didanai dan hasilnya diserap," terangnya.

TaniGroup juga tengah menjajagi membuka cabang di luar Jawa, yakni Mamuju, Balikpapan. "Pada prinsipnya semua cabang yang kita buka selalu mendekatkan dengan supply. Untuk menjaga kualitas komoditas, kita tidak dapat terlalu jauh dengan supply," Jelas Sariyo.

Meski demikian ia memastikan belum ada rencana membuka di luar negeri. Meskipun banyak tawaran dari berbagai negara semisal Malaysia, India untuk membuka cabang, tetapi ia ingin fokus di penguatan dalam negeri. " Sesuai dengan misi awal kita yakni memberdayakan petani lokal dengan menyediakan akses pasar dan akses keuangan ," tutupnya. (atik)
(atk)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1253 seconds (0.1#10.140)