Pertahankan Kualitas, Rantai Dingin Penjaga Vaksin Diperhatikan
A
A
A
JAKARTA - Pendistribusian vaksin menjadi hal utama yang harus diperhatikan, terutama bagi Indonesia yang memiliki wilayah luas. Belum lagi penyimpanan vaksin juga butuh perhatian khusus karena rentan terhadap perubahan temperatur lingkungan.
Dalam Permenkes Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi disebutkan bahwa vaksin merupakan produk biologis yang mudah rusak, sehingga harus disimpan pada suhu tertentu, yakni suhu 2-8ºC untuk vaksin sensitif beku (tidak boleh beku), dan pada suhu -15 hingga -25 ºC untuk vaksin sensitif panas.
Sekarang, hanya vaksin polio yang masih memerlukan tempat penyimpanan dengan suhu di bawah 0°C. Sejumlah vaksin, seperti Hepatitis B, DPT-HB-Hib, IPV, DT, Td akan berpotensi menjadi rusak jika terpapar suhu beku. Sedangkan vaksin Polio, BCG, dan Campak akan berpotensi rusak jika terpapar suhu panas. Namun secara umum, vaksin akan rusak jika terpapar sinar matahari secara langsung.
Dalam vaksin dikenal istilah rantai dingin (cold chain) atau prosedur penanganan vaksin dengan ketentuan suhu yang berlaku. Termasuk, fasilitas dan peralatan yang digunakan pada saat penyimpanan dan pengiriman dari pabrik sampai pengguna/pasien (ibu dan anak).
Manfaatnya adalah memperkecil kesalahan dan kerusakan vaksin selama proses penanganan, sehingga vaksin yang akan digunakan masih berkualitas baik dan mempunyai manfaat untuk kekebalan tubuh
Ratna Irawati, Direktur Pengawasan Distribusi dan Pelayanan Obat, Narkotika, Psikotropika, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengatakan, pengawasan rantai dingin juga termasuk dalam bagian Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Di Indonesia, hingga Oktober 2019 terdapat 617 Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang sudah memiliki sertifikat CDOB.
"Kami melakukan inspeksi dan sertifikasi guna mengawasi PBF. Inspeksi bisa rutin atau melihat track record dari PBF jika bermasalah kami akan rutin melakukan inspeksi," ujarnya.
Rantai dingin tidak akan berjalan efektif meski dengan peralatan modern sekalipun, apabila tidak didukung adanya petugas yang mengerti tentang penanganan vaksin, termasuk petugas dari transporter. Oleh karena itu, CDOB penting dilaksanakan di seluruh aspek mulai personel yang terus dilatih, bangunan, juga fasilitas.
Ratna menjelaskan, biasanya PBF yang sudah dalam skala nasional memiliki pelatihan sendiri kepada cabang-cabang karena sudah memiliki jaringan. "PBF lokal yang perlu ditingkatkan untuk pelatihan. Untuk mengawasi dan melatih PBF lokal, kami menggandeng himpunan farmasi distribusi untuk membuat pelatihan. Kegiatan itu masih proses karena butuh persiapan untuk training tersebut," tuturnya.
BPOM selama ini menilai, kekurangan dari para PBF pemegang CPOD yang ditemukan masih dari hal pelatihan. Sementara masalah, mayoritas dari mereka sudah menyiapkan dengan baik.
Dalam CDOB yang harus diperhatikan adalah lokasi yang aman dari banjir dan bencana alam, tempat penyimpanan yang sesuai suhu yang ditetapkan, serta tempat karantina untuk produk rusak. Operasional yang dilakukan oleh para personel mulai dari penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman. Kualifikasi, kalibrasi, dan validasi pada awal penggunaan atau jika terjadi perubahan kondisi sesuai spesifikasi.
Sejauh ini, permasalahan yang mencuat distribusi vaksin salah satunya adalah vaksin palsu yang bisa saja terjadi saat tenaga medis membeli vaksin. "Kami selalu menyarankan kehati-hatian bagi tempat pelayanan vaksin dalam memilih distributor. Pilihlah mereka yang terdaftar di CCOB. Hindari membeli vaksin dari perorangan. Pengetahuan tenaga medis juga diperlukan jika melihat keanehan dari bentuk vaksin,” tegasnya.
Validasi keamanan yang cukup berat diakui oleh salah satu provider pengiriman dari PT Merapi. Ketika mengantar vaksin diperlukan box terbuat dari stryofoam dengan pinggiran menggunakan bubble. Box tersebut harus diisi ice pack ukuran 15 cmx 15 cm. Tidak lupa juga harus menyiapkan termometer, sebab selama pengiriman yang mungkin saja hingga 4 hari, suhu harus tetap di kisaran 2-8 derajat celcius.
"Semua harus disesuaikan dengan waktu pengiriman. Jika tidak sampai 4 hari, mungkin ice packnya dikurangi. Kami melakukan trial dengan mengirimkan paket ke tempat tujuan guna melihat validasi suhu ketika sampai. Semua harus tepat," ujar Wilson Yahya, selaku Supply Chain Director PT Merapi.
Untuk pengiriman dari provider menuju tempat pelayanan kesehatan dengan jarak yang dekat kini ada alat cool box yang lebih canggih. Cool Box ini tidak perlu lagi menggunakan ice pack. Bentuk alat baru ini pun mirip kulkas kecil, namun lebih ringan. Pengoperasiannya menggunakan baterai yang tahan hingga 6 jam.
Fitur coolbox ini terdapat layar LCD yang dapat melihat suhu di dalam maupun di luar Cool Box. Ada juga sensor cover yang dapat mengetahui berapa kali box ini dibuka. Fitur ini sangat diperlukan untuk mencegah vaksin palsu yang sempat heboh.
"Setiap pengiriman terdapat laporan berapa vaksin yang dikirim dan untuk berapa tempat. Sehingga bisa terlihat berapa kali kemungkinan tutup Cool Box itu terbuka. Kalau hanya satu tempat Cool Box tentu dibuka cukup sekali," jelas Wilson.
Jika tidak sesuai, kurir vaksin tersebut dapat dimintai keterangan. Pemeriksaan yang ketat ini menghindari kurir membuka di tengah jalan untuk mengganti vaksin yang asli atau kemungkinan yang lain.
Cool Box baru ini juga diakui Willson harus dikenalkan kepada tempat layanan kesehatan. "Agar tidak miss understanding, nanti pihak rumah sakit malah bertanya kenapa tidak ada ice packnya. Kami sosialisasi cara penggunaan dan kegunaannya," ungkapnya. (Ananda Nararya)
Dalam Permenkes Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi disebutkan bahwa vaksin merupakan produk biologis yang mudah rusak, sehingga harus disimpan pada suhu tertentu, yakni suhu 2-8ºC untuk vaksin sensitif beku (tidak boleh beku), dan pada suhu -15 hingga -25 ºC untuk vaksin sensitif panas.
Sekarang, hanya vaksin polio yang masih memerlukan tempat penyimpanan dengan suhu di bawah 0°C. Sejumlah vaksin, seperti Hepatitis B, DPT-HB-Hib, IPV, DT, Td akan berpotensi menjadi rusak jika terpapar suhu beku. Sedangkan vaksin Polio, BCG, dan Campak akan berpotensi rusak jika terpapar suhu panas. Namun secara umum, vaksin akan rusak jika terpapar sinar matahari secara langsung.
Dalam vaksin dikenal istilah rantai dingin (cold chain) atau prosedur penanganan vaksin dengan ketentuan suhu yang berlaku. Termasuk, fasilitas dan peralatan yang digunakan pada saat penyimpanan dan pengiriman dari pabrik sampai pengguna/pasien (ibu dan anak).
Manfaatnya adalah memperkecil kesalahan dan kerusakan vaksin selama proses penanganan, sehingga vaksin yang akan digunakan masih berkualitas baik dan mempunyai manfaat untuk kekebalan tubuh
Ratna Irawati, Direktur Pengawasan Distribusi dan Pelayanan Obat, Narkotika, Psikotropika, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengatakan, pengawasan rantai dingin juga termasuk dalam bagian Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Di Indonesia, hingga Oktober 2019 terdapat 617 Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang sudah memiliki sertifikat CDOB.
"Kami melakukan inspeksi dan sertifikasi guna mengawasi PBF. Inspeksi bisa rutin atau melihat track record dari PBF jika bermasalah kami akan rutin melakukan inspeksi," ujarnya.
Rantai dingin tidak akan berjalan efektif meski dengan peralatan modern sekalipun, apabila tidak didukung adanya petugas yang mengerti tentang penanganan vaksin, termasuk petugas dari transporter. Oleh karena itu, CDOB penting dilaksanakan di seluruh aspek mulai personel yang terus dilatih, bangunan, juga fasilitas.
Ratna menjelaskan, biasanya PBF yang sudah dalam skala nasional memiliki pelatihan sendiri kepada cabang-cabang karena sudah memiliki jaringan. "PBF lokal yang perlu ditingkatkan untuk pelatihan. Untuk mengawasi dan melatih PBF lokal, kami menggandeng himpunan farmasi distribusi untuk membuat pelatihan. Kegiatan itu masih proses karena butuh persiapan untuk training tersebut," tuturnya.
BPOM selama ini menilai, kekurangan dari para PBF pemegang CPOD yang ditemukan masih dari hal pelatihan. Sementara masalah, mayoritas dari mereka sudah menyiapkan dengan baik.
Dalam CDOB yang harus diperhatikan adalah lokasi yang aman dari banjir dan bencana alam, tempat penyimpanan yang sesuai suhu yang ditetapkan, serta tempat karantina untuk produk rusak. Operasional yang dilakukan oleh para personel mulai dari penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman. Kualifikasi, kalibrasi, dan validasi pada awal penggunaan atau jika terjadi perubahan kondisi sesuai spesifikasi.
Sejauh ini, permasalahan yang mencuat distribusi vaksin salah satunya adalah vaksin palsu yang bisa saja terjadi saat tenaga medis membeli vaksin. "Kami selalu menyarankan kehati-hatian bagi tempat pelayanan vaksin dalam memilih distributor. Pilihlah mereka yang terdaftar di CCOB. Hindari membeli vaksin dari perorangan. Pengetahuan tenaga medis juga diperlukan jika melihat keanehan dari bentuk vaksin,” tegasnya.
Validasi keamanan yang cukup berat diakui oleh salah satu provider pengiriman dari PT Merapi. Ketika mengantar vaksin diperlukan box terbuat dari stryofoam dengan pinggiran menggunakan bubble. Box tersebut harus diisi ice pack ukuran 15 cmx 15 cm. Tidak lupa juga harus menyiapkan termometer, sebab selama pengiriman yang mungkin saja hingga 4 hari, suhu harus tetap di kisaran 2-8 derajat celcius.
"Semua harus disesuaikan dengan waktu pengiriman. Jika tidak sampai 4 hari, mungkin ice packnya dikurangi. Kami melakukan trial dengan mengirimkan paket ke tempat tujuan guna melihat validasi suhu ketika sampai. Semua harus tepat," ujar Wilson Yahya, selaku Supply Chain Director PT Merapi.
Untuk pengiriman dari provider menuju tempat pelayanan kesehatan dengan jarak yang dekat kini ada alat cool box yang lebih canggih. Cool Box ini tidak perlu lagi menggunakan ice pack. Bentuk alat baru ini pun mirip kulkas kecil, namun lebih ringan. Pengoperasiannya menggunakan baterai yang tahan hingga 6 jam.
Fitur coolbox ini terdapat layar LCD yang dapat melihat suhu di dalam maupun di luar Cool Box. Ada juga sensor cover yang dapat mengetahui berapa kali box ini dibuka. Fitur ini sangat diperlukan untuk mencegah vaksin palsu yang sempat heboh.
"Setiap pengiriman terdapat laporan berapa vaksin yang dikirim dan untuk berapa tempat. Sehingga bisa terlihat berapa kali kemungkinan tutup Cool Box itu terbuka. Kalau hanya satu tempat Cool Box tentu dibuka cukup sekali," jelas Wilson.
Jika tidak sesuai, kurir vaksin tersebut dapat dimintai keterangan. Pemeriksaan yang ketat ini menghindari kurir membuka di tengah jalan untuk mengganti vaksin yang asli atau kemungkinan yang lain.
Cool Box baru ini juga diakui Willson harus dikenalkan kepada tempat layanan kesehatan. "Agar tidak miss understanding, nanti pihak rumah sakit malah bertanya kenapa tidak ada ice packnya. Kami sosialisasi cara penggunaan dan kegunaannya," ungkapnya. (Ananda Nararya)
(nfl)