Fakta: 63% Masyarakat Akses Situs Streaming Bajakan
A
A
A
JAKARTA - Sebuah studi terbaru tentang perilaku menonton konten online dari konsumen Indonesia mengungkapkan, hampir dua pertiga (63%) konsumen online telah mengakses web streaming bajakan atau situs torrent untuk mengakses konten premium tanpa membayar biaya berlangganan.Survei yang dilakukan YouGov yang ditugaskan oleh Coalition Against Piracy (CAP) dari Asia Video Industry Association juga menemukan bahwa 29% konsumen menggunakan TV box yang dapat digunakan untuk melakukan streaming konten televisi dan video bajakan. TVbox ini dikenal sebagai Perangkat Streaming Gelap (ISD), yang sudah terisi dengan aplikasi ilegal yang memungkinkan pengguna untuk mengakses ratusan saluran televisi bajakan dan konten video-on-demand yang biasanya memiliki biaya berlangganan tahunan yang rendah.
Aplikasi ilegal indoXXI (Lite) sejauh ini merupakan aplikasi paling populer dan digunakan oleh 35% pengguna ISD. Aplikasi ini bahkan lebih populer di kalangan anak muda yang mana 44% dari mereka berusia 18-24 tahun dan mengaku menggunakan layanan ilegal tersebut. Dari 63% konsumen yang mengaku mengakses web streaming bajakan atau situs torrent, 62% menyatakan bahwa mereka telah membatalkan semua atau sebagian langganan mereka dari layanan TV berbayar yang legal.
Untuk melawan pembajakan online yang merajalela serta merusak ini, Video Coalition of Indonesia (VCI) bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah mengidentifikasi dan memblokir domain yang terkait dengan situs web dan aplikasi pembajakan. Sejak Juli 2019, lebih dari 1.000 situs pembajakan dan domain aplikasi ilegal telah diblokir oleh Kemenkominfo. Anggota VCI termasuk Coalition Against Piracy (CAP) dari AVIA, APFI, APROFI, GPBSI, Grup Emtek, Grup MNC, Grup Viva, Telkom Indonesia, Grup Cinema 21, CGV, Cinemaxx, HOOQ, iflix, Viu, Rewind, SuperSoccerTV, dan Catchplay.
Industri konten di Indonesia kompak satu suara mengenai dampak kerusakan yang disebabkan oleh situs pembajakan lokal terhadap industri mereka. Chand Parwez, Ketua Asosiasi Perusahaan Film Indonesia (APFI) menyatakan prihatin dengan hasil studi terbaru ini. "Pencurian konten tidak dapat disangkal merugikan industri kreatif Indonesia dengan mencuri hak cipta. Situs ilegal ini juga menempatkan pengguna pada risiko tinggi terkena malware (perangkat lunak berbahaya)," kata Chand dalam rilis yang diterima SINDOnews, belum lama ini.
"APFI memuji upaya Kominfo dan VCI dalam memerangi pandemi ini dengan mengidentifikasi serta memblokir lebih dari seribu situs web dan domain bajakan, juga akan terus melakukan semua yang APFI bisa untuk mendukung mereka," timpal Hendy Lim, Wakil Presiden Bisnis Konten EMTEK.
Djonny Sjafruddin, Ketua GPBSI, asosiasi film Indonesia, menyatakan, tahun ini hampir 2.000 tayangan beroperasi dan pada 2020, total 3.000 tayangan akan diluncurkan di seluruh Indonesia. "Kita memerlukan investasi yang kuat, baik pemain lokal dan internasional, baik perusahaan bioskop maupun pembuat konten. Namun, hambatan terbesar terhadap investasi dan industri ini secara keseluruhan adalah pembajakan online," ujarnya.
Sementara itu, Neil Gane selaku General Manager CAP mengatakan, pihaknya telah mengangkat objek penelitian soal risiko potensial yang dihadapi oleh konsumen yang mengakses situs web bajakan dan aplikasi terlarang. "Kerusakan yang dilakukan oleh pencurian konten terhadap industri kreatif Indonesia adalah tanpa kompromi. Namun, kerusakan yang terjadi pada konsumen Indonesia sendiri, karena hubungan antara pembajakan konten dan malware, baru mulai dikenal. Ekosistem pembajakan ini bisa menjadi tempat yang subur untuk malware. Keinginan untuk hal yang gratis dan mengakses konten curian melalui situs bajakan atau perangkat streaming ilegal membutakan mata beberapa konsumen dari risiko nyata infeksi malware berbahaya seperti spyware," tutupnya.
Aplikasi ilegal indoXXI (Lite) sejauh ini merupakan aplikasi paling populer dan digunakan oleh 35% pengguna ISD. Aplikasi ini bahkan lebih populer di kalangan anak muda yang mana 44% dari mereka berusia 18-24 tahun dan mengaku menggunakan layanan ilegal tersebut. Dari 63% konsumen yang mengaku mengakses web streaming bajakan atau situs torrent, 62% menyatakan bahwa mereka telah membatalkan semua atau sebagian langganan mereka dari layanan TV berbayar yang legal.
Untuk melawan pembajakan online yang merajalela serta merusak ini, Video Coalition of Indonesia (VCI) bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah mengidentifikasi dan memblokir domain yang terkait dengan situs web dan aplikasi pembajakan. Sejak Juli 2019, lebih dari 1.000 situs pembajakan dan domain aplikasi ilegal telah diblokir oleh Kemenkominfo. Anggota VCI termasuk Coalition Against Piracy (CAP) dari AVIA, APFI, APROFI, GPBSI, Grup Emtek, Grup MNC, Grup Viva, Telkom Indonesia, Grup Cinema 21, CGV, Cinemaxx, HOOQ, iflix, Viu, Rewind, SuperSoccerTV, dan Catchplay.
Industri konten di Indonesia kompak satu suara mengenai dampak kerusakan yang disebabkan oleh situs pembajakan lokal terhadap industri mereka. Chand Parwez, Ketua Asosiasi Perusahaan Film Indonesia (APFI) menyatakan prihatin dengan hasil studi terbaru ini. "Pencurian konten tidak dapat disangkal merugikan industri kreatif Indonesia dengan mencuri hak cipta. Situs ilegal ini juga menempatkan pengguna pada risiko tinggi terkena malware (perangkat lunak berbahaya)," kata Chand dalam rilis yang diterima SINDOnews, belum lama ini.
"APFI memuji upaya Kominfo dan VCI dalam memerangi pandemi ini dengan mengidentifikasi serta memblokir lebih dari seribu situs web dan domain bajakan, juga akan terus melakukan semua yang APFI bisa untuk mendukung mereka," timpal Hendy Lim, Wakil Presiden Bisnis Konten EMTEK.
Djonny Sjafruddin, Ketua GPBSI, asosiasi film Indonesia, menyatakan, tahun ini hampir 2.000 tayangan beroperasi dan pada 2020, total 3.000 tayangan akan diluncurkan di seluruh Indonesia. "Kita memerlukan investasi yang kuat, baik pemain lokal dan internasional, baik perusahaan bioskop maupun pembuat konten. Namun, hambatan terbesar terhadap investasi dan industri ini secara keseluruhan adalah pembajakan online," ujarnya.
Sementara itu, Neil Gane selaku General Manager CAP mengatakan, pihaknya telah mengangkat objek penelitian soal risiko potensial yang dihadapi oleh konsumen yang mengakses situs web bajakan dan aplikasi terlarang. "Kerusakan yang dilakukan oleh pencurian konten terhadap industri kreatif Indonesia adalah tanpa kompromi. Namun, kerusakan yang terjadi pada konsumen Indonesia sendiri, karena hubungan antara pembajakan konten dan malware, baru mulai dikenal. Ekosistem pembajakan ini bisa menjadi tempat yang subur untuk malware. Keinginan untuk hal yang gratis dan mengakses konten curian melalui situs bajakan atau perangkat streaming ilegal membutakan mata beberapa konsumen dari risiko nyata infeksi malware berbahaya seperti spyware," tutupnya.
(tsa)