Reynhard Sinaga Perkosa Ratusan Pria, Ini Kata Psikolog
A
A
A
JAKARTA - Reynhard Sinaga terbukti bersalah dalam 159 kasus pemerkosaan dan serangan seksual terhadap 48 korban pria di Inggris. Terkait kejahatan yang dilakukannya ini, pria asal Indonesia tersebut dijatuhi hukuman seumur hidup oleh Pengadilan Manchester, Inggris.
Kepolisian Manchester memiliki bukti 195 video kekerasan seksual yang dilakukan oleh pria lulusan arsitektur Universitas Indonesia (UI) itu. Dalam video itu terlihat sejumlah korban diperkosa secara berkali-kali. Reynhard diketahui memperkosa korbannya setelah memberi mereka minuman yang telah dicampur dengan GHB atau yang dikenal sebagai date rape drug.
Perihal kasus ini, psikolog Nana Gerhana, M.Psi menjelaskan, melakukan hubungan seksual dengan paksaan dan berulang dengan jumlah korban yang banyak termasuk dalam kategori gangguan perilaku seksual berat. Kondisi ini banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah tindakan tidak menyenangkan saat masa kecil.
"Melakukan hubungan seksual dengan paksaan dan berulang dengan berbagai korban merupakan gangguan perilaku seksual berat. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi pemerkosa. Pengalaman traumatis, faktor lingkungan, pola pengasuhan, gaya hidup dan masih banyak penyebab lain yang dapat melatarbelakangi perilaku tersebut," papar Nana saat dihubungi SINDOnews, Selasa (7/1/2020).
"Kasus ini pasti sangat menyita perhatian khususnya bagi pemerintah dan warga negara Indonesia. Kasus ini pasti menimbulkan banyak emosi negatif dan kekuatiran banyak pihak," tambahnya.
Menurut Nana, apa yang dilakukan Reynhard belum tentu masuk dalam kategori psikopat atau gangguan jiwa. Meski apa yang dilakukan pria tersebut terbilang mengerikan dan dia juga tidak merasa bersalah, bahkan terlihat tenang dan selalu tersenyum saat persidangan, tapi dibutuhkan pemeriksaan kejiwaan lebih lanjut oleh ahli.
"Pelaku merupakan homoseksual dan ini masuk dalam kategori penyimpangan perilaku seksual. Kasus ini masuk ke dalam ranah kriminalitas karena dilakukan dengan terencana menggunakan zat berbahaya dan merugikan korban fisik dan emosional. Untuk mengetahui adakah gangguan jiwa yang menyertai Reynhard Sinaga maka diperlukan pemeriksaan lebih dalam dan comprehensif oleh para ahli," kata Nana.
Sementara, dr. Nova Riyanti Yusuf, Sp.KJ, mengatakan, Reynhard bisa mengalami skizofrenia atau gangguan mental jangka panjang. Kendati demikian, kebanyakan kasus pemerkosaan tidak memiliki hubungan dengan gangguan jiwa.
"Kebanyakan kasus pemerkosa bukan gangguan jiwa. Orang dengan skizofrenia atau psikosis lainnya bisa melakukan pemerkosaan atau menunjukkan perilaku seksual abnormal yang bisa berhubungan langsung dengan psikosis atau secara tidak langsung dengan disinhibisi," ujar Nova saat dihubungi SINDOnews.
Kejahatan yang dilakukan Reynhard bisa menyebabkan banyak dampak. Korban akan merasakan kemarahan, traumatis, depresi dan emosi negatif lainnya. Hal ini akan menjadi serius jika perasaan negatif korban tidak teratasi dan korban tidak mampu mengakuisisi kejadian yang menimpa dirinya.
"Keseluruhan korban merupakan laki-laki. Dampak pada laki-laki dan wanita yang menjadi korban pemerkosaan tidak berbeda signifikan. Bahkan mungkin lebih serius tergantung bagaimana korban mempersepsikan kejadian tersebut. Umumnya mereka akan merasakan marah dan jijik ketika teringat kejadian tersebut, berlanjut akan menyebabkan traumatis bahkan depresi," tutur Nana.
Kepolisian Manchester memiliki bukti 195 video kekerasan seksual yang dilakukan oleh pria lulusan arsitektur Universitas Indonesia (UI) itu. Dalam video itu terlihat sejumlah korban diperkosa secara berkali-kali. Reynhard diketahui memperkosa korbannya setelah memberi mereka minuman yang telah dicampur dengan GHB atau yang dikenal sebagai date rape drug.
Perihal kasus ini, psikolog Nana Gerhana, M.Psi menjelaskan, melakukan hubungan seksual dengan paksaan dan berulang dengan jumlah korban yang banyak termasuk dalam kategori gangguan perilaku seksual berat. Kondisi ini banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah tindakan tidak menyenangkan saat masa kecil.
"Melakukan hubungan seksual dengan paksaan dan berulang dengan berbagai korban merupakan gangguan perilaku seksual berat. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi pemerkosa. Pengalaman traumatis, faktor lingkungan, pola pengasuhan, gaya hidup dan masih banyak penyebab lain yang dapat melatarbelakangi perilaku tersebut," papar Nana saat dihubungi SINDOnews, Selasa (7/1/2020).
"Kasus ini pasti sangat menyita perhatian khususnya bagi pemerintah dan warga negara Indonesia. Kasus ini pasti menimbulkan banyak emosi negatif dan kekuatiran banyak pihak," tambahnya.
Menurut Nana, apa yang dilakukan Reynhard belum tentu masuk dalam kategori psikopat atau gangguan jiwa. Meski apa yang dilakukan pria tersebut terbilang mengerikan dan dia juga tidak merasa bersalah, bahkan terlihat tenang dan selalu tersenyum saat persidangan, tapi dibutuhkan pemeriksaan kejiwaan lebih lanjut oleh ahli.
"Pelaku merupakan homoseksual dan ini masuk dalam kategori penyimpangan perilaku seksual. Kasus ini masuk ke dalam ranah kriminalitas karena dilakukan dengan terencana menggunakan zat berbahaya dan merugikan korban fisik dan emosional. Untuk mengetahui adakah gangguan jiwa yang menyertai Reynhard Sinaga maka diperlukan pemeriksaan lebih dalam dan comprehensif oleh para ahli," kata Nana.
Sementara, dr. Nova Riyanti Yusuf, Sp.KJ, mengatakan, Reynhard bisa mengalami skizofrenia atau gangguan mental jangka panjang. Kendati demikian, kebanyakan kasus pemerkosaan tidak memiliki hubungan dengan gangguan jiwa.
"Kebanyakan kasus pemerkosa bukan gangguan jiwa. Orang dengan skizofrenia atau psikosis lainnya bisa melakukan pemerkosaan atau menunjukkan perilaku seksual abnormal yang bisa berhubungan langsung dengan psikosis atau secara tidak langsung dengan disinhibisi," ujar Nova saat dihubungi SINDOnews.
Kejahatan yang dilakukan Reynhard bisa menyebabkan banyak dampak. Korban akan merasakan kemarahan, traumatis, depresi dan emosi negatif lainnya. Hal ini akan menjadi serius jika perasaan negatif korban tidak teratasi dan korban tidak mampu mengakuisisi kejadian yang menimpa dirinya.
"Keseluruhan korban merupakan laki-laki. Dampak pada laki-laki dan wanita yang menjadi korban pemerkosaan tidak berbeda signifikan. Bahkan mungkin lebih serius tergantung bagaimana korban mempersepsikan kejadian tersebut. Umumnya mereka akan merasakan marah dan jijik ketika teringat kejadian tersebut, berlanjut akan menyebabkan traumatis bahkan depresi," tutur Nana.
(alv)