Kemenkes RI Serius Tangani Kasus Antraks di Gunung Kidul
A
A
A
Antraks yang terjadi di Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta membutuhkan perhatian serius. Pasalnya, antraks di Gunung Kidul sudah pernah terjadi pada 21 Mei sampai 27 Juni 2019 di Kecamatan Karangmojo, sementara baru-baru ini muncul kasus antraks di Kecamatan Ponjong pada Desember 2019.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Anung Sugihantono, M.Kes mengatakan Kasus antraks yang ditemukan pada 28 Desember 2019 sampai 13 Januari 2020 di Gunung Kidul ini merupakan pengulangan kasus. Sebelumnya pada 21 Mei sampai 27 Juni 2019 ditemukan 3 kasus konfirmasi antraks kulit pada manusia.
''Pada 28 Desember 2019 kami mendapat laporan adanya 21 orang dengan tanda klinis baik gejala atau tanda yang positif antraks yang 1 warga di antaranya meninggal dunia. Namun, sampai sekarang tidak ditemukan lagi kasus baru,'' kata Anung.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta, Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul telah melakukan upaya terpadu dengan Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY melakukan penyelidikan epidemiologi secara terpadu, penyuluhan dan skrining kepada seluruh warga masyarakat yang kontak dengan ternak yang mati atau sakit.
''Dilakukan pengambilan sampel berupa swab atau usap luka dan serum darah pada 20 orang, penyiraman formalin di lokasi yang terduga tercemar, dan penyuntikan vaksinasi, antibiotik, serta vitamin pada seluruh hewan ternak (50 ekor sapi dan 155 ekor kambing),'' paparnya.
Lebih lanjut, Anung menyarankan upaya penanganan yang dapat dilakukan apabila terjadi kasus antraks antara lain tidak mengonsumsi hewan ternak yang sakit atau mati mendadak. Hewan yang mati karena antraks harus segera dikubur dalam tanah minimal sedalam 2 meter.
Selain itu, daging hewan yang disembelih karena sakit tidak boleh dibagikan kepada warga, dan khusus kepada peternak sapi dan kambing untuk memvaksin hewannya.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Anung Sugihantono, M.Kes mengatakan Kasus antraks yang ditemukan pada 28 Desember 2019 sampai 13 Januari 2020 di Gunung Kidul ini merupakan pengulangan kasus. Sebelumnya pada 21 Mei sampai 27 Juni 2019 ditemukan 3 kasus konfirmasi antraks kulit pada manusia.
''Pada 28 Desember 2019 kami mendapat laporan adanya 21 orang dengan tanda klinis baik gejala atau tanda yang positif antraks yang 1 warga di antaranya meninggal dunia. Namun, sampai sekarang tidak ditemukan lagi kasus baru,'' kata Anung.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta, Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul telah melakukan upaya terpadu dengan Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY melakukan penyelidikan epidemiologi secara terpadu, penyuluhan dan skrining kepada seluruh warga masyarakat yang kontak dengan ternak yang mati atau sakit.
''Dilakukan pengambilan sampel berupa swab atau usap luka dan serum darah pada 20 orang, penyiraman formalin di lokasi yang terduga tercemar, dan penyuntikan vaksinasi, antibiotik, serta vitamin pada seluruh hewan ternak (50 ekor sapi dan 155 ekor kambing),'' paparnya.
Lebih lanjut, Anung menyarankan upaya penanganan yang dapat dilakukan apabila terjadi kasus antraks antara lain tidak mengonsumsi hewan ternak yang sakit atau mati mendadak. Hewan yang mati karena antraks harus segera dikubur dalam tanah minimal sedalam 2 meter.
Selain itu, daging hewan yang disembelih karena sakit tidak boleh dibagikan kepada warga, dan khusus kepada peternak sapi dan kambing untuk memvaksin hewannya.
(alv)