Tak Ada Kasus Covid-19 di Indonesia, Begini Alur Pemeriksaan Lab Balitbangkes
A
A
A
JAKARTA - Hingga 10 Februari 2020 pukul 18.00 WIB, ada 64 spesimen Covid-19 yang dikirim dari 16 provinsi ke Laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Hasilnya, sebanyak 62 spesimen negatif Covid-19 dan dua spesimen masih dalam proses pemeriksaan.
Ke-16 provinsi itu adalah DKI Jakarta 14 spesimen, Bali 11 spesimen, Jawa Tengah 7 spesimen, Jawa Barat 6 spesimen, Jawa Timur 6 spesimen, Banten 4 spesimen, Sulawesi Utara 4 spesimen, DIY 3 spesimen, Kalimantan Timur 2 spesimen, Jambi 1 spesimen, Papua Barat 1 spesimen, NTB 1 spesimen, Kepulauan Riau 1 spesimen, Bengkulu 1 spesimen, Kalimantan Barat 1 spesimen, dan Sulawesi Tenggara 1 spesimen.
Prosedur pemeriksaan spesimen yang dilakukan di Lab Badan Litbangkes, Kemenkes, ini sudah sesuai dengan standar Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Dr. dr. Vivi Setiawaty, M.Biomed mengatakan, pemeriksaan spesimen mengikuti standar WHO dan dikerjakan di Lab Biosafety Level (BSL) 2.
“Itu sudah ada pedomannya dan semua negara menggunakan BSL 2. Kita tidak keluar dari alur minimal yang ditetapkan WHO,” kata Vivi di Jakarta melalui keterangan resmi yang diterima SINDOnews, kemarin.
Di Lab Litbangkes, lanjut Vivi, terdapat fasilitas BSL 2, BSL 3, dan Lab Biorepository untuk penyimpanan materi genetik, juga spesimen klinis dari pasien. Alat dan kemampuan di Lab Litbangkes tersebut sudah terstandar oleh WHO.
“Setiap tahun WHO melakukan quality assurance atau akreditasi ke lab kami, dan tiap tahun memang ada orang dari WHO datang untuk akreditasi lab,” sebut Vivi.
Prosedur pemeriksaan spesimen di Lab Badan Litbangkes mulai dari penerimaan spesimen, pemeriksaan spesimen, hingga pelaporan. Pada tahap penerimaan spesimen, spesimen diambil dari pasien di rumah sakit rujukan, kemudian dikirim ke Lab Badan Litbangkes. Spesimen yang diterima Lab Badan Litbangkes tidak cuma 1, tapi minimlal 3 spesimen dari 1 pasien.
Kemudian masuk pada tahap pemeriksaan spesimen. Pada tahapan ini, spesimen yang diterima Lab Badan Litbangkes diekstraksi untuk diambil RNA-nya. Setelah RNA didapat lalu dicampurkan dengan reagen untuk pemeriksaan dengan metode Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (PCR).
PCR merupakan pemeriksaan dengan menggunakan teknologi amplifikasi asam nukleat virus untuk mengetahui ada-tidaknya virus atau DNA virus. Untuk mengetahui genotipe virus yang menginfeksi bisa dilakukan sekuensing. Setelah itu dimasukkan ke mesin yang gunanya untuk memperbanyak RNA supaya bisa dibaca oleh spektrofotometer. Hasilnya akan didapat positive control dengan gambaran kurva sigmoid, sedangkan negative control tidak terbentuk kurva (mendatar saja).
Ini adalah satu quality assurance untuk memastikan apa yang diperiksa itu benar atau tidak, kemudian ada kontrol lain. Jadi untuk pemeriksaan spesimen banyak hal yang harus terpenuhi sebelum menyatakan bahwa sampel yang diperiksa positif atau negatif.
“Jadi kalau positif, dia (sampel) harus menyerupai positive control-nya. Jadi selama ini spesimen yang diperiksa negatif karena semua datar menyerupai negative control-nya,” jelas Vivi.
Setelah itu masuk pada tahap pelaporan. Vivi mengatakan, memang ada alur yang harus dilakukan untuk sampai pada pelaporan hasil.
"Kita semua bekerja sesuai pedoman WHO, bahwa pengambilan spesimen tidak dilakukan sekali tapi beberapa spesimen pada satu orang pasien,” tandasnya.
Ke-16 provinsi itu adalah DKI Jakarta 14 spesimen, Bali 11 spesimen, Jawa Tengah 7 spesimen, Jawa Barat 6 spesimen, Jawa Timur 6 spesimen, Banten 4 spesimen, Sulawesi Utara 4 spesimen, DIY 3 spesimen, Kalimantan Timur 2 spesimen, Jambi 1 spesimen, Papua Barat 1 spesimen, NTB 1 spesimen, Kepulauan Riau 1 spesimen, Bengkulu 1 spesimen, Kalimantan Barat 1 spesimen, dan Sulawesi Tenggara 1 spesimen.
Prosedur pemeriksaan spesimen yang dilakukan di Lab Badan Litbangkes, Kemenkes, ini sudah sesuai dengan standar Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Dr. dr. Vivi Setiawaty, M.Biomed mengatakan, pemeriksaan spesimen mengikuti standar WHO dan dikerjakan di Lab Biosafety Level (BSL) 2.
“Itu sudah ada pedomannya dan semua negara menggunakan BSL 2. Kita tidak keluar dari alur minimal yang ditetapkan WHO,” kata Vivi di Jakarta melalui keterangan resmi yang diterima SINDOnews, kemarin.
Di Lab Litbangkes, lanjut Vivi, terdapat fasilitas BSL 2, BSL 3, dan Lab Biorepository untuk penyimpanan materi genetik, juga spesimen klinis dari pasien. Alat dan kemampuan di Lab Litbangkes tersebut sudah terstandar oleh WHO.
“Setiap tahun WHO melakukan quality assurance atau akreditasi ke lab kami, dan tiap tahun memang ada orang dari WHO datang untuk akreditasi lab,” sebut Vivi.
Prosedur pemeriksaan spesimen di Lab Badan Litbangkes mulai dari penerimaan spesimen, pemeriksaan spesimen, hingga pelaporan. Pada tahap penerimaan spesimen, spesimen diambil dari pasien di rumah sakit rujukan, kemudian dikirim ke Lab Badan Litbangkes. Spesimen yang diterima Lab Badan Litbangkes tidak cuma 1, tapi minimlal 3 spesimen dari 1 pasien.
Kemudian masuk pada tahap pemeriksaan spesimen. Pada tahapan ini, spesimen yang diterima Lab Badan Litbangkes diekstraksi untuk diambil RNA-nya. Setelah RNA didapat lalu dicampurkan dengan reagen untuk pemeriksaan dengan metode Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (PCR).
PCR merupakan pemeriksaan dengan menggunakan teknologi amplifikasi asam nukleat virus untuk mengetahui ada-tidaknya virus atau DNA virus. Untuk mengetahui genotipe virus yang menginfeksi bisa dilakukan sekuensing. Setelah itu dimasukkan ke mesin yang gunanya untuk memperbanyak RNA supaya bisa dibaca oleh spektrofotometer. Hasilnya akan didapat positive control dengan gambaran kurva sigmoid, sedangkan negative control tidak terbentuk kurva (mendatar saja).
Ini adalah satu quality assurance untuk memastikan apa yang diperiksa itu benar atau tidak, kemudian ada kontrol lain. Jadi untuk pemeriksaan spesimen banyak hal yang harus terpenuhi sebelum menyatakan bahwa sampel yang diperiksa positif atau negatif.
“Jadi kalau positif, dia (sampel) harus menyerupai positive control-nya. Jadi selama ini spesimen yang diperiksa negatif karena semua datar menyerupai negative control-nya,” jelas Vivi.
Setelah itu masuk pada tahap pelaporan. Vivi mengatakan, memang ada alur yang harus dilakukan untuk sampai pada pelaporan hasil.
"Kita semua bekerja sesuai pedoman WHO, bahwa pengambilan spesimen tidak dilakukan sekali tapi beberapa spesimen pada satu orang pasien,” tandasnya.
(tsa)