PDP Corona Minta Jangan Sudutkan Orang yang Baru Pulang dari LN

Rabu, 18 Maret 2020 - 22:12 WIB
PDP Corona Minta Jangan Sudutkan Orang yang Baru Pulang dari LN
PDP Corona Minta Jangan Sudutkan Orang yang Baru Pulang dari LN
A A A
JAKARTA - Pasien dalam pengawasan (PDP) bernama Rita Pontoh memberikan klarifikasinya terkait video penelantaran dirinya sebagai PDP Covid-19 di Rumah Sakit Mitra Keluarga Bekasi viral di dunia maya. Klarifikasi ini dilakukan Rita, setelah videonya ditanggapi RS Mitra Keluarga melalui siaran pers tertanggal 17 Maret 2020.

Melalui pernyataan tertulisnya, Rita membeberkan kronologis detail kejadian yang seutuhnya agar tidak terjadi fitnah, rumor maupun anggapan mencari sensasi. "Saya siap mempertanggungjawabkan secara penuh, sadar dan tanpa tekanan pihak manapun," tegas Rita.

Pada awalnya, Rita bepergian ke Eropa selama 30 hari sejak 11 Februari lalu, dan salah satu negara yang dia tuju adalah Italia, sebelum negara tersebut di-lockdown. Dia sendiri tiba di Tanah Air pada 10 Maret. Saat memasuki Bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng, dia melakukan screening. Ketika itu, dia sedang batuk dan sedikit demam, namun masih dinyatakan sehat dan memperoleh kartu kuning.

Keesokan harinya, dia tidak bisa tidur, terus menerus batuk dan dadanya terasa panas. Akan tetapi dia beranggapan jika hal tersebut terjadi karena jetlag. Selanjutnya, dia hendak menuju ke Kantor Imigrasi untuk memperpanjang paspor pada 12 Maret. Selama menuju ke Kantor Imigrasi, batuk Rita berlangsung terus menerus. Sadar ada kemungkinan terkena Covid-19, keluarga pun menyarankan Rita untuk memeriksakan diri ke rumah sakit. Meski ingin karantina mandiri, Rita juga berpikir jika dirinya membutuhkan obat juga.

Guna memastikan kesehatannya, Rita berkunjung ke Rumah Sakit Mitra Keluarga Bekasi pada siang hari di 12 Maret. Setibanya di rumah sakit tersebut, Rita disarankan ke dokter umum. Oleh karena antreannya begitu panjang, Rita memilih ke internis dengan maksud bisa penanganan lebih cepat. Di hadapan dokter internis, Rita menyampaikan semua keluhannya, termasuk perjalanannya ke Eropa, termasuk Italia.

"Ada asisten beliau melakukan tensi dan suhu tubuh saya 37,2. Beliau bilang, 'Ibu agak demam dan agak sesak sepertinya. Sejak kapan?' Saya sampaikan sejak 5 Maret 2020 dan saya masih di Belanda, jadi belum ke dokter, hanya minum obat demam. Jawab saya seperti itu," terang Rita.

Lantas, dokter internis menyatakan Rita masuk dalam kategori PDP. Dokter memerintahkannya untuk menyempurnakan penggunaan maskernya. "Dan selanjutnya beliau minta izin untuk menelepon kolega beliau. Selesai telpon, saya diajak ke sebuah ruangan seperti IGD tapi dipisahkan dan disuruh tunggu," kata Rita.

Setelah sekitar 10 menit menunggu, hadir seorang dokter wanita, dan Rita lupa bertanya namanya. Dokter tersebut mengatakan jika Rita harus menjalani tes SWAB. Karena tidak tahu, Rita berupaya bertanya tentang tes SWAB, lantas sang dokter memberikannya penjelasan. Tes SWAB merupakan proses pengambilan sampel cairan dari tenggorokan. "Saya bertanya apakah tes itu tidak bisa di lakukan di sini?" tanyanya. Namun, dokter mengatakan tidak bisa, dan kemudian memberikan 4 rumah sakit rujukan.

Rita pun menyanggupi menuju ke rumah sakit rujukan tersebut. Ketika Rita menanyakan perihal surat pengantar atau rujukan, sang dokter menjawab tidak perlu. "Ibu langsung datang dan sampaikan kartu kuning yang dari bandara ini, nanti mereka paham," ucapnya menirutkan perkataan dokter RS Mitra Keluarga.

Selanjutnya Rita memberitahukan juga ke dokter tersebut jika dirinya sempat berinteraksi dengan keluarga di Jakarta. Dengan jujur dia mengatakan bahwa sudah bertemu dengan suami, namun belum berjumpa anak-anaknya. Dokter menyahut kalau Rita seharusnya tidak berinteraksi dengan suami atau keluarganya terlebih dahulu. Selanjutnya, dokter RS Mitra Keluarga memintanya segera berangkat ke rumah sakit rujukan.

Akan tetapi, saat meminta izin mengambil mobil ke rumah dan berganti pakaian di rumah terlebih dahulu, Rita dilarang oleh dokter RS Mitra Keluarga, dan justru dipersilakan naik angkutan online. Rita pun terkejut, dan tidak paham seberapa bahaya PDP hingga tak diperkenankan bertemu keluarga. Karena masih dalam kondisi gerimis, Rita duduk di lobi. Sambil menunggu hujan reda, dia pun membuat video yang viral tersebut.

Menurutnya, apabila seseorang dikategorikan PDP dan berbahaya berkeliaran, kenapa diperbolehkan naik taksi, namun tidak diperbolehkan bertemu keluarga atau ganti kendaraan pulang ke rumah. Dirinya pun mempertanyakan protokol penanganan PDP yang lebih manusiawi. Dia juga terkejut saat mengetahui informasi dari kawan-kawannya bahwa screening bandara dan kartu kuning itu justru membuatnya semakin berada di posisi yang sulit.

Dengan tegas Rita mengungkapkan bahwa dirinya berobat ke rumah sakit karena batuk, bukan menjalani pemeriksaan Covid-19, dan status PDP kepadanya juga diberikan oleh rumah sakit. Dia meminta kepada pemerintah untuk melakukan screening dan Rapid Test Covid-19 secara serius kepada masyarakat. Dan dia juga meminta kepada influencer untuk tidak menyudutkan orang yang baru pulang dari negara yang terkena wabah Covid-19. "Mohon jangan playing God," tutupnya.
(nug)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5113 seconds (0.1#10.140)