Psikolog UNS: Pendemi Virus Corona Berdampak pada Psikologis Masyarakat
A
A
A
JAKARTA - Virus Corona atau Covid-19 yang semakin merebak di sebagian besar negara termasuk Indonesia tidak hanya menyebabkan gejala dan penyakit fisik saja. Akan tetapi, juga memberikan dampak psikologis baik pada penderita atau masyarakat luas.
Dosen Program Studi (Prodi) Psikologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Rini Setyowati, M.Psi., Psikolog mengatakan, bagi penderita, dampak psikologis bisa dirasakan, seperti perasaan tertekan, stres, cemas saat didiagnosis positif Covid-19.
Penderita bisa merasa cemas atau khawatir secara berlebihan ketika privasinya atau identitasnya bocor kepada publik sehingga berdampak dikucilkan oleh lingkungan sekitarnya.
“Dalam kondisi ini, reaksi dari penderita bisa berupa bersikap tidak jujur dengan riwayat penyakit, perjalanan sebelumnya dan pernah kontak dengan penderita Covid-19 lain kepada tenaga medis. Reaksi lainnya bisa berupa penderita merasa cemas atau khawatir tentang hasil yang lambat setelah perawatan medis. Bagi masyarakat luas dapat menimbulkan perasaan tertekan, stres dan cemas dengan pemberitaan mengenai meningkatnya jumlah penderita Covid-19,” kata Rini kepada uns.ac.id.
Pemberitaan yang simpang siur atau kurang tepat, terang Rini, dapat memicu stres pada masyarakat yang mempengaruhi hormon stres sehingga menyebabkan sistem imun yang menurun dan rentan tertular Covid-19.
“Reaksi masyarakat dapat berupa memproteksi secara berlebihan terhadap diri maupun keluarganya. Misalnya dengan mencuci tangan berulang kali, membersihkan rumah dan lingkungan terus-menerus,” ujar Rini yang juga sebagai Psikolog Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret Surakarta (RS UNS).
Lebih jauh, hal ini dapat menimbulkan gejala obsesif compulsif, yaitu gangguan mental yang menyebabkan penderitanya merasa harus melakukan suatu tindakan secara berulang-ulang. Bila tidak dilakukan, individu tersebut akan diliputi kecemasan atau ketakutan. (Baca juga: Perangi Corona dari Sisi Mental, Begini Caranya! ).
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada masyarakat yang kurang bijak menyikapi kebijakan pemerintah untuk 14 hari beraktivitas di dalam rumah (belajar, bekerja dan beribadah di rumah), dimana mereka malah berlibur ke tempat wisata. Masyarakat inilah yang sebaiknya perlu diedukasi mengenai pentingnya mematuhi kebijakan pemerintah dan dampak dari sikapnya tersebut bagi keluarganya dan masyarakat lain.
Selanjutnya, bagaimanakah mengantisipasi dampak psikologis terhadap Covid-19 ini? Perlu strategi coping adaptif yaitu cara mengatasi masalah yang adaptif oleh baik penderita maupun masyarakat luas.
Perasaan khawatir, tertekan dan cemas ini apabila dapat diolah dengan tepat oleh individu maka bisa mengarahkan individu tersebut pada reaksi melindungi diri dengan tepat dan meningkatkan religiusitas individu karena individu dapat lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME.
Sebaliknya, apabila strateginya adalah coping maladaptif maka tidak menutup kemungkinan individu dapat mengalami distres, cemas, gejala obsesif kompulsif atau permasalahan psikologis lainnya. (Baca juga: Corona Menular Lebih Cepat daripada HIV ).
Rini menjelaskan, terdapat himbauan untuk masyarakat dari Himpunan Psikologi Indonesia terkait penyebaran Covid-19 yang disingkat PSIKOLOGI. Pertama Perhatikan kesehatan, kedua Sosial distancing, ketiga Ingatlah menjaga kebersihan, keempat Konsumsi buah, vitamin dan makanan bergizi, kelima Olah pikir, olah rasa dan meminimalisir kecemasan, keenam Lakukan kebiasaan baik dengan menutup mulut, hidung ketika batuk dan bersin serta hindari menyentuh bagian wajah dengan tangan, ketujuh Olahraga secara teratur, kedelapan Gunakan masker dan kesembilan Ingatlah untuk berdoa.
Dosen Program Studi (Prodi) Psikologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Rini Setyowati, M.Psi., Psikolog mengatakan, bagi penderita, dampak psikologis bisa dirasakan, seperti perasaan tertekan, stres, cemas saat didiagnosis positif Covid-19.
Penderita bisa merasa cemas atau khawatir secara berlebihan ketika privasinya atau identitasnya bocor kepada publik sehingga berdampak dikucilkan oleh lingkungan sekitarnya.
“Dalam kondisi ini, reaksi dari penderita bisa berupa bersikap tidak jujur dengan riwayat penyakit, perjalanan sebelumnya dan pernah kontak dengan penderita Covid-19 lain kepada tenaga medis. Reaksi lainnya bisa berupa penderita merasa cemas atau khawatir tentang hasil yang lambat setelah perawatan medis. Bagi masyarakat luas dapat menimbulkan perasaan tertekan, stres dan cemas dengan pemberitaan mengenai meningkatnya jumlah penderita Covid-19,” kata Rini kepada uns.ac.id.
Pemberitaan yang simpang siur atau kurang tepat, terang Rini, dapat memicu stres pada masyarakat yang mempengaruhi hormon stres sehingga menyebabkan sistem imun yang menurun dan rentan tertular Covid-19.
“Reaksi masyarakat dapat berupa memproteksi secara berlebihan terhadap diri maupun keluarganya. Misalnya dengan mencuci tangan berulang kali, membersihkan rumah dan lingkungan terus-menerus,” ujar Rini yang juga sebagai Psikolog Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret Surakarta (RS UNS).
Lebih jauh, hal ini dapat menimbulkan gejala obsesif compulsif, yaitu gangguan mental yang menyebabkan penderitanya merasa harus melakukan suatu tindakan secara berulang-ulang. Bila tidak dilakukan, individu tersebut akan diliputi kecemasan atau ketakutan. (Baca juga: Perangi Corona dari Sisi Mental, Begini Caranya! ).
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada masyarakat yang kurang bijak menyikapi kebijakan pemerintah untuk 14 hari beraktivitas di dalam rumah (belajar, bekerja dan beribadah di rumah), dimana mereka malah berlibur ke tempat wisata. Masyarakat inilah yang sebaiknya perlu diedukasi mengenai pentingnya mematuhi kebijakan pemerintah dan dampak dari sikapnya tersebut bagi keluarganya dan masyarakat lain.
Selanjutnya, bagaimanakah mengantisipasi dampak psikologis terhadap Covid-19 ini? Perlu strategi coping adaptif yaitu cara mengatasi masalah yang adaptif oleh baik penderita maupun masyarakat luas.
Perasaan khawatir, tertekan dan cemas ini apabila dapat diolah dengan tepat oleh individu maka bisa mengarahkan individu tersebut pada reaksi melindungi diri dengan tepat dan meningkatkan religiusitas individu karena individu dapat lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME.
Sebaliknya, apabila strateginya adalah coping maladaptif maka tidak menutup kemungkinan individu dapat mengalami distres, cemas, gejala obsesif kompulsif atau permasalahan psikologis lainnya. (Baca juga: Corona Menular Lebih Cepat daripada HIV ).
Rini menjelaskan, terdapat himbauan untuk masyarakat dari Himpunan Psikologi Indonesia terkait penyebaran Covid-19 yang disingkat PSIKOLOGI. Pertama Perhatikan kesehatan, kedua Sosial distancing, ketiga Ingatlah menjaga kebersihan, keempat Konsumsi buah, vitamin dan makanan bergizi, kelima Olah pikir, olah rasa dan meminimalisir kecemasan, keenam Lakukan kebiasaan baik dengan menutup mulut, hidung ketika batuk dan bersin serta hindari menyentuh bagian wajah dengan tangan, ketujuh Olahraga secara teratur, kedelapan Gunakan masker dan kesembilan Ingatlah untuk berdoa.
(tdy)