Golkar tak kenal lelah dorong interpelasi remisi koruptor

Kamis, 15 Desember 2011 - 03:18 WIB
Golkar tak kenal lelah dorong interpelasi remisi koruptor
Golkar tak kenal lelah dorong interpelasi remisi koruptor
A A A
Sindonews.com- Politikus Partai Golkar tidak kenal lelah menggugat kebijakan Kementerian Hukum dan HAM mengenai pengetatan pemberian remisi bagi terpidana korupsi dan teroris.

Melalui kadernya di DPR, Bambang Soesatyo terus berusaha menggolkan hak interpelasi terhadap kebijakan tersebu yang dinilai sebagai bentuk kembalinya pada rezim otoritarian.

"Eksperimen itu harus dihentikan dengan mekanisme perlawanan yang konstitusional, yakni menggunakan instrumen Hak Interpelasi DPR," ujar Bambang yang disampaikan melalui pesan elektronik, Rabu 14 Desember 2011.

Dia menilai, kebijakan itu ilegal. Menurutnya, mekanisme perumusan kebijakan pengetatan remisi harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini sesuai dengan negara Indonesia sebagai negara hukum. "Sistem hukum kita menolak mentah-mentah perilaku pemerintahan yang otoriter," jelasnya.

Anggota Komisi III DPR ini mengatakan, pembatalan pemberian remisi terhadap terpidana, tidak bisa dilakukan secara lisan. "Pengetatan remisi itu diputuskan melalui telepon oleh Wamenkum HAM Deny Indrayana per 30 Oktober 2011," ucapnya.

Lanjutnya, keputusan lisan per telepon itu diperkuat dengan surat edaran Plt Dirjen Pemasyarakatan yang baru diterbitkan pada 31 Oktober 2011. Padahal, sebelumnya sudah diterbitkan surat keputusan (SK) remisi Menkum HAM saat itu, yang akan diberlakukan terhadap 102 terpidana koruptor dan narkotika, untuk periode 28-30 Oktober 2011.

Dua minggu kemudian, tepatnya tanggal 16 November 2011, diterbitkanlah Keputusan Menkum HAM untuk membatalkan SK remisi para terpidana itu. Tentu saja, sikap Menkum HAM, Amir Syamsuddin membingugkan logika politikus Partai Golkar ini. Oleh karena itu, baginya telah terjadi pelanggaran karena keputusan menteri (kepmen) itu merujuk pada PP Nomor 32/1999.

Padahal, PP itu tak berlaku lagi, karena telah digantikan dengan PP Nomor 28/2006. SK Pembatalan remisi setidaknya merugikan 102 narapidana.

"Saya tahu, kebijakan ini dirumuskan sedemikian rupa untuk ‘menembak’ kader Golkar Paskah Suzzeta yang juga mendapatkan pembebasan bersyarat menurut SK remisi dari Menkum HAM sebelumnya," cetusnya.

Hak interpelasi yang diajukan Komisi III DPR dinilai karena Kemenkum HAM tidak merasa bahwa kebijakan pengetatan remisi bagi koruptor bertentangan dengan aturan undang-undang.

Sebelumnya, Ketua DPR Marzuki Alie menyebut rencana penggunaan hak interpelasi terkait kebijakan pengetatan syarat pemberian remisi bagi koruptor, masih sebatas usul.

Marzuki menjelaskan hingga kini pimpinan DPR belum menerima surat usulan menggunakan hak interpelasi yang dimotori Partai Golkar di Komisi Hukum itu. "Suratnya belum saya terima. Belum kita rapimkan, belum kita bawa ke badan musyawarah sehingga interpelasi ini baru berupa wacana," kata Marzuki di Gedung DPR, Jakarta, Selasa 13 Desember 2011.

Hingga saat ini sudah terkumpul 50 tanda tangan anggota dewan yang mendukung digunakannya hak interpelasi. Tanda tangan ini berasal dari anggota dewan di tujuh fraksi yakni, PKS, Partai Golkar, Partai Gerindra, PAN, PDIP, PPP, dan Partai Hanura. Fraksi tersebut sepakat menggunakan hak interpelasi menanyakan dasar hukum kebijakan Kementerian Hukum dan HAM tersebut.

Sementara itu Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin mengaku siap memberi penjelasan mengenai kebijakan yang diambil. "Kita hargai dan hormati. Itu hak sepenuhnya daripada DPR. Kami siap memberikan jawabannya," tegas dia.

Amir Syamsuddin berharap, kisruh kebijakan moratorium atau pengetatan syarat pemberian remisi bagi koruptor, dapat diselesaikan dalam rapat kerja bersama Komisi Hukum DPR. "Mudah-mudahan kita bisa menemukan jalan yang baik, sehingga ada solusi dalam menjembatani perbedaan persepsi kami dengan dewan," kata Amir.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2046 seconds (0.1#10.140)