Transplantasi dengan Jantung Mati
A
A
A
JAKARTA - Para dokter di Australia berhasil melakukan transplantasi jantung yang sudah berhenti berdetak selama 20 menit. Pasien pertama yang menerima jantung itu mengaku merasa 10 tahun lebih muda. Wanita itu juga merasa menjadi orang yang berbeda sekarang.
Para pakar menggunakan jantung mati itu dalam operasi rumit dan dilakukan di St Vincent’s Hospital di Sydney, Australia dengan dipimpin Profesor Kumud Dhital. Operasi telah dilakukan terhadap tiga pasien. Dua pasien memulihkan diri dengan baik sedangkan satu lagi masih berada di unit perawatan intensif di rumah sakit.
Sampai saat ini, unit transplantasi hanya bergantung pada donor jantung pasien yang menderita mati otak yang jantungnya masih berdetak. Jantung dalah satu-satunya organ yang tidak bisa gunakan setelah berhenti berdetak. Jantung yang didonorkan dan masih berdetak biasanya disimpan di dalam es selama sekitar empat jam sebelum ditransplantasikan.
Menurut Dhihal, jantung mati telah digunakan dalam gelombang pertama transplantasi jantung manusia pada 1960an dengan pendonor dan penerima berada di kamar operasi yang berdampingan.
“Pelokasian pendonor dan penerima ini sangat jarang saat ini, ini yang membuat kita jadi tergantung pada pendonor mati otak—sampai saat ini,” ujar Dhihal, yang dilansir The Daily Telegraph.
Dhital mengaku sangat senang ketika operasi pertama itu sukses. Semua terjadi berkat teknologi baru. “Perkembangan solusi pengawetan dengan teknologi yang mampu mengawetkan jantung, menghidupkannya dan menaksir fungsi jantung membuatnya ini mungkin,” papar dia.
Dalam teknik yang dilakukan di Sydney ini, jantung yang sudah berhenti berdetak dan dihidupkan lagi di dalam mesin yang dikenal sebagai heart in a box (jantung di dalam kotak). Jantung itu dijaga agar tetap hangat, detak jantung dipulihkan dan fluida yang mengandung makanan membantu mengurangi kerusakan pada otot jantung.
Heart in a box, yang diuji di sejumlah tempat di seluruh dunia, diperkirakan bisa menyelamatkan 30% lebih nyawa dengan meningkatkan jumlah organ yang tersedia untuk ditransplantasikan.
Pasien pertama yang menjalani operasi itu adalah Michelle Gribilas. Wanita berusia 57 tahun dari Sydney itu menderita gagal jantung bawaan dan telah menjalani operasi sekitar dua bulan lalu. “Sebelumnya saya sangat sakit. Sekarang saya adalah orang yang sama sekali berbeda. Saya merasa seperti berusia 40 tahun. Saya sangat beruntung,” ujar dia.
Pasien kedua, Jan Damen, 43, juga menderita gagal jantung bawaan dan menjalani operasi beberapa hari lalu. Ayah tiga anak itu masih memulihkan diri di rumah sakit. “Saya merasa hebat. Saya tak sabar ingin kembali ke dunia sana,” ujar mantan tukang kayu itu.
Tim periset yang melakukan bedah ini telah melakukan penelitian terhadap proyek ini selama 20 tahun.
Para pakar menggunakan jantung mati itu dalam operasi rumit dan dilakukan di St Vincent’s Hospital di Sydney, Australia dengan dipimpin Profesor Kumud Dhital. Operasi telah dilakukan terhadap tiga pasien. Dua pasien memulihkan diri dengan baik sedangkan satu lagi masih berada di unit perawatan intensif di rumah sakit.
Sampai saat ini, unit transplantasi hanya bergantung pada donor jantung pasien yang menderita mati otak yang jantungnya masih berdetak. Jantung dalah satu-satunya organ yang tidak bisa gunakan setelah berhenti berdetak. Jantung yang didonorkan dan masih berdetak biasanya disimpan di dalam es selama sekitar empat jam sebelum ditransplantasikan.
Menurut Dhihal, jantung mati telah digunakan dalam gelombang pertama transplantasi jantung manusia pada 1960an dengan pendonor dan penerima berada di kamar operasi yang berdampingan.
“Pelokasian pendonor dan penerima ini sangat jarang saat ini, ini yang membuat kita jadi tergantung pada pendonor mati otak—sampai saat ini,” ujar Dhihal, yang dilansir The Daily Telegraph.
Dhital mengaku sangat senang ketika operasi pertama itu sukses. Semua terjadi berkat teknologi baru. “Perkembangan solusi pengawetan dengan teknologi yang mampu mengawetkan jantung, menghidupkannya dan menaksir fungsi jantung membuatnya ini mungkin,” papar dia.
Dalam teknik yang dilakukan di Sydney ini, jantung yang sudah berhenti berdetak dan dihidupkan lagi di dalam mesin yang dikenal sebagai heart in a box (jantung di dalam kotak). Jantung itu dijaga agar tetap hangat, detak jantung dipulihkan dan fluida yang mengandung makanan membantu mengurangi kerusakan pada otot jantung.
Heart in a box, yang diuji di sejumlah tempat di seluruh dunia, diperkirakan bisa menyelamatkan 30% lebih nyawa dengan meningkatkan jumlah organ yang tersedia untuk ditransplantasikan.
Pasien pertama yang menjalani operasi itu adalah Michelle Gribilas. Wanita berusia 57 tahun dari Sydney itu menderita gagal jantung bawaan dan telah menjalani operasi sekitar dua bulan lalu. “Sebelumnya saya sangat sakit. Sekarang saya adalah orang yang sama sekali berbeda. Saya merasa seperti berusia 40 tahun. Saya sangat beruntung,” ujar dia.
Pasien kedua, Jan Damen, 43, juga menderita gagal jantung bawaan dan menjalani operasi beberapa hari lalu. Ayah tiga anak itu masih memulihkan diri di rumah sakit. “Saya merasa hebat. Saya tak sabar ingin kembali ke dunia sana,” ujar mantan tukang kayu itu.
Tim periset yang melakukan bedah ini telah melakukan penelitian terhadap proyek ini selama 20 tahun.
(hyk)