Penanganan terhadap Bayi Kuning

Rabu, 05 November 2014 - 07:46 WIB
Penanganan terhadap Bayi Kuning
Penanganan terhadap Bayi Kuning
A A A
KELAHIRAN bayi merupakan saat yang membahagiakan dan sekaligus mendebarkan bagi seorang Ibu. Karena pasca kelahiran, seorang Ibu masih harus terus memantau ekstra perkembangan si kecilnya. Pasti Anda sering mendengar bayi kuning? Jika mengalaminya, Anda tidak perlu panik jika ini terjadi pada buah hati yang baru saja lahir. Segera kembali ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis.

Bayi kuning, ada dua macam. Yaitu yang faali (fisiologis) dan patologis. Yang patologis adalah yang dapat menganggu tumbuh kembang bayi di kemudian hari. "Yang faali disebut juga kuning yang normal. Umumnya terjadi di hari kedua atau ketiga setelah kelahiran hingga 7 atau 14 hari. Walaupun secara faali, tetapi perlu diwaspadai. Karena kuning yang faali mungkin mempunyai latar belakang patologis," jelas Prof. Dr. dr. Nartono Kadri, Sp.A(K) , dari Bagian Perinatologi, Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Selain itu, bayi yang minum ASI dapat juga terlihat kuning pada minggu pertama dan kedua, yang berangsur-angsur akan hilang sendiri. "Ini gejala biasa. Di dalam ASI ada komponen yang memengaruhi timbulnya kuning pada bayi. Tidak berbahaya, kok," jelas Nartono.

Kendati demikian, lanjutnya, orangtua harus tetap waspada. Terutama kalau si bayi sedang dalam keadaan sakit yang berkaitan dengan acidosis (penyakit yang berhubungan dengan menurunnya kadar pH darah). Misalnya, sesak napas atau mencret berat. "Sebab, kadar bilirubin bebas bisa meningkat," tandas dr. Natono.

Nah, inilah beberapa tindakan yang biasanya dilakukan untuk menangani bayi kuning.

1. Melakukan terapi sinar (blue light). Terapi ini disebut juga sebagai fototerapi. Terapi sinar lampu biru ini menggunakan lampu yang memiliki panjang gelombang tertentu. Sebanyak 12 buah lampu disusun secara pararel. Pada bagian bawah lampu terdapat kaca yang disebut flexy glass untuk meningkatkan energi sinar sehingga intensitasnya lebih efektif. Sinar dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada tubuh bayi. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyinari, tentunya berbeda-beda pada setiap bayi.

2. Pengobatan. Pemberian obat-obatan atau antibiotika bila penyebabnya adalah suatu infeksi. Namun, terapi pengobatan ini tidak dijadikan pilihan utama, karena biasanya bayi sudah bisa ditangani dengan terapi sinar. Yang jelas, bila sudah ada perbaikan, penggunaan obat-obatan segera dihentikan.

3. Pemberian cairan yang cukup. Berikan cukup cairan (ASI) untuk mengurangi sirkulasi enterohepatik dan menurunkan bilirubin lewat fecees dan urin yang dikeluarkan si kecil. Tentunya hal ini juga dilakukan di bawah pengawasan dokter. Karena dalam beberapa kasus, kadar bilirubin bayi justru bisa meningkat karena ASI. Biasanya ASI akan dihentikan dulu sementara. Setelah kadar bilirubin kembali normal, pemberian ASI boleh dilanjutkan. Karena itulah pemberian ASI sebaiknya dilakukan di bawah pengawasan dokter.

4. Melakukan transfusi tukar darah, bila kadar bilirubin melebihi 20 mg/dl. Proses ini dilakukan secara bertahap. Bila dengan sekali tukar darah kadar bilirubin sudah menunjukkan angka yang menggembirakan maka terapi transfusi bisa dihentikan. Terapi ini terbilang efektif untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.

Bagaimanapun, pencegahan akan lebih baik daripada mengobati. Saat ini tenaga medis melakukan pemeriksaan rutin bilirubin total bayi, sehingga dapat diketahui kadarnya sebelum bayi dibawa pulang dari tempat persalinan.
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7825 seconds (0.1#10.140)