EDM, Juru Selamat Bisnis Musik Dunia
A
A
A
Electronic dance music berhasil menggairahkan musik dunia dari kelesuan. Penghasilan genre musik ini mencapai Rp75,84 triliun per tahun. Akhir tahun 1970-an, musisi dan penggemar musik rock tiba-tiba diam terpaku.
Mereka kaget dengan hadirnya sebuah musik dengan irama cepat dan penuh beat. Cara bermain musiknya pun unik. Suara-suara justru dihadirkan lewat piringan hitam yang dimainkan dengan khusus. Tidak butuh lama, musik tersebut langsung mencuri perhatian anak-anak muda. Musik rock pun tersingkirkan tanpa disadari. Nama musik tersebut adalah disko.
Jello Biafra dari The Dead Kennedys, sempat mengutarakan keprihatinannya seputar popularitas musik disko. Dia malah menganggap musik disko, seperti halnya kabaret yang populer ketika Republik Weimar berkuasa di Jerman. Seperti kabaret, menurut Jello Biafra, musik disko adalah upaya untuk menekan kepekaan sosial dan ketidakpedulian pada pergerakan.
“Mereka hanya mau bergoyang,” ujar Jello Biafra kala itu. Hampir setengah abad berselang, repetisi terjadi. Sebuah musik yang menghentak-hentak, diolah dari rekayasa elektronika, tiba-tiba saja mencuri perhatian anak-anak muda dunia.
Jika dulu namanya disko, musik yang hadir saat ini dikenal dengan nama EDM, sebuah singkatan dari electronic dance music(EDM). Tak ubahnya disko, EDM begitu membius. Seperti para rock star, para musisi EDM pun menjelma jadi idola dunia. Mereka dilayani layaknya bintang besar musik dunia. Mereka pun dipaksa berkeliling dunia karena hampir di setiap negara di dunia selalu menggelar konser musik EDM.
Pada akhir tahun ini saja Jakarta menggelar sebuah eventtahunan EDM yang sangat besar, yakni Djakarta Warehouse Project(DWP) 2014. Di ajang DWP 2014hadir bintangbintang besar EDM, seperti Skrillex Showtek Rasmus Faber, Bondax, DVBBBS, Adventure Club, Nervo, dan Peking Duk.
Nama-nama tersebut memang terkesan asing. Namun, bagi para millenials,namanama ini tak kalah hebatnya dengan Bob Dylan, John Lennon, dan Freddie Mercury. Repetisi tidak hanya terjadi pada tren. Kontroversi yang terjadi pada tahun 1970-an ketika musik disko ditolak habis-habisan oleh para musisi, juga terulang kembali.
Begitu masifnya EDM menginvasi anakanak muda dunia sampai membuat banyak musisi pesimis akan masa depan musik di luar genre EDM. Sampai-sampai majalah Rolling Stonemerasa perlu meredam popularitas EDM dengan menyebut EDM adalah musik palsu.
Proses kreatif yang serbainstan, menurut Rolling Stone,adalah alasan utama. Ditambah lagi semakin canggihnya musik software,maka menjadi musisi EDM bukanlah sebuah proses kreatif panjang. Bagi mereka, EDM bukanlah seni, tapi hanya sebuah produksi. “Ini bukan masalah membuat bunyibunyian yang sempurna. Ini juga bukan apa saja yang disediakan di komputer, tapi justru apa yang ada di hati dan kepala kalian,” keluh Dave Grohl, frontmangrup musik Foo Fighters.
Kontroversi memang terus terjadi. Namun, sulit untuk dibantah bahwa EDM saat ini justru menjadi detak jantung yang menyelamatkan bisnis musik. Seperti dilaporkan oleh Association for Electronic Musik (AFEM), saat ini industri musik EDM berhasil mendulang keuntungan sebesar USD6,2 miliar atau sekitar Rp75,84 triliun setiap tahunnya.
“Sepanjang sejarah musik, tidak ada satu pun musik genre yang bisa mencapai hal yang sama seperti yang diraih oleh EDM,” tulis laporan Washington Post minggu lalu. Keuntungan sebesar tersebut memang tidak hanya diraih lewat penjualan musik. EDM justru menjadi sebuah industri yang justru menarik korporasi-korporasi besar untuk ikut ambil keuntungan.
Sekarang sudah tidak heran lagi ketika sejumlah event EDM digelar beberapa produk-produk gaya hidup, baik itu pakaian, minuman, maupun rokok sangat gencar memberikan dukungan. Penjualan musik EDM pun semanis eventyang mereka gelar. Dalam laporannya, AFEM mengatakan bahwa EDM merupakan satu-satunya genre musik yang penjualan musik secara digital tidak mengalami penurunan.
Di saat genre musik lain kesulitan untuk menggaet pembeli, EDM justru menjadi gula yang diserbu ribuan semut. Perpaduan penjualan musik digital, sponsor dari berbagai korporasi besar, hingga sejumlah pergelaran EDM berskala internasional. Inilah yang akhirnya menyelamatkan musik dunia dari kelesuan. Bisa dibilang saat ini EDM adalah sang juru penyelamat dunia musik dari kelesuan.
Wahyu sibarani
Mereka kaget dengan hadirnya sebuah musik dengan irama cepat dan penuh beat. Cara bermain musiknya pun unik. Suara-suara justru dihadirkan lewat piringan hitam yang dimainkan dengan khusus. Tidak butuh lama, musik tersebut langsung mencuri perhatian anak-anak muda. Musik rock pun tersingkirkan tanpa disadari. Nama musik tersebut adalah disko.
Jello Biafra dari The Dead Kennedys, sempat mengutarakan keprihatinannya seputar popularitas musik disko. Dia malah menganggap musik disko, seperti halnya kabaret yang populer ketika Republik Weimar berkuasa di Jerman. Seperti kabaret, menurut Jello Biafra, musik disko adalah upaya untuk menekan kepekaan sosial dan ketidakpedulian pada pergerakan.
“Mereka hanya mau bergoyang,” ujar Jello Biafra kala itu. Hampir setengah abad berselang, repetisi terjadi. Sebuah musik yang menghentak-hentak, diolah dari rekayasa elektronika, tiba-tiba saja mencuri perhatian anak-anak muda dunia.
Jika dulu namanya disko, musik yang hadir saat ini dikenal dengan nama EDM, sebuah singkatan dari electronic dance music(EDM). Tak ubahnya disko, EDM begitu membius. Seperti para rock star, para musisi EDM pun menjelma jadi idola dunia. Mereka dilayani layaknya bintang besar musik dunia. Mereka pun dipaksa berkeliling dunia karena hampir di setiap negara di dunia selalu menggelar konser musik EDM.
Pada akhir tahun ini saja Jakarta menggelar sebuah eventtahunan EDM yang sangat besar, yakni Djakarta Warehouse Project(DWP) 2014. Di ajang DWP 2014hadir bintangbintang besar EDM, seperti Skrillex Showtek Rasmus Faber, Bondax, DVBBBS, Adventure Club, Nervo, dan Peking Duk.
Nama-nama tersebut memang terkesan asing. Namun, bagi para millenials,namanama ini tak kalah hebatnya dengan Bob Dylan, John Lennon, dan Freddie Mercury. Repetisi tidak hanya terjadi pada tren. Kontroversi yang terjadi pada tahun 1970-an ketika musik disko ditolak habis-habisan oleh para musisi, juga terulang kembali.
Begitu masifnya EDM menginvasi anakanak muda dunia sampai membuat banyak musisi pesimis akan masa depan musik di luar genre EDM. Sampai-sampai majalah Rolling Stonemerasa perlu meredam popularitas EDM dengan menyebut EDM adalah musik palsu.
Proses kreatif yang serbainstan, menurut Rolling Stone,adalah alasan utama. Ditambah lagi semakin canggihnya musik software,maka menjadi musisi EDM bukanlah sebuah proses kreatif panjang. Bagi mereka, EDM bukanlah seni, tapi hanya sebuah produksi. “Ini bukan masalah membuat bunyibunyian yang sempurna. Ini juga bukan apa saja yang disediakan di komputer, tapi justru apa yang ada di hati dan kepala kalian,” keluh Dave Grohl, frontmangrup musik Foo Fighters.
Kontroversi memang terus terjadi. Namun, sulit untuk dibantah bahwa EDM saat ini justru menjadi detak jantung yang menyelamatkan bisnis musik. Seperti dilaporkan oleh Association for Electronic Musik (AFEM), saat ini industri musik EDM berhasil mendulang keuntungan sebesar USD6,2 miliar atau sekitar Rp75,84 triliun setiap tahunnya.
“Sepanjang sejarah musik, tidak ada satu pun musik genre yang bisa mencapai hal yang sama seperti yang diraih oleh EDM,” tulis laporan Washington Post minggu lalu. Keuntungan sebesar tersebut memang tidak hanya diraih lewat penjualan musik. EDM justru menjadi sebuah industri yang justru menarik korporasi-korporasi besar untuk ikut ambil keuntungan.
Sekarang sudah tidak heran lagi ketika sejumlah event EDM digelar beberapa produk-produk gaya hidup, baik itu pakaian, minuman, maupun rokok sangat gencar memberikan dukungan. Penjualan musik EDM pun semanis eventyang mereka gelar. Dalam laporannya, AFEM mengatakan bahwa EDM merupakan satu-satunya genre musik yang penjualan musik secara digital tidak mengalami penurunan.
Di saat genre musik lain kesulitan untuk menggaet pembeli, EDM justru menjadi gula yang diserbu ribuan semut. Perpaduan penjualan musik digital, sponsor dari berbagai korporasi besar, hingga sejumlah pergelaran EDM berskala internasional. Inilah yang akhirnya menyelamatkan musik dunia dari kelesuan. Bisa dibilang saat ini EDM adalah sang juru penyelamat dunia musik dari kelesuan.
Wahyu sibarani
(bbg)