Nuklir Mampu Atasi Penyakit Kritis
A
A
A
Aplikasi teknologi nuklir ternyata bukan hanya memberikan energi, seperti pembangkit listrik untuk proses industri. Nuklir juga dikembangkan secara khusus di bidang kesehatan, di antaranya untuk penanganan beberapa penyakit kritis, seperti kanker dan gangguan ginjal.
Dunia kedokteran saat ini telah memanfaatkan nuklir untuk penanganan beberapa penyakit kritis, seperti kanker dan gangguan ginjal. Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Djarot Sulistio Wisnubroto menjelaskan, penyinaran radiasi telah digunakan untuk penanganan penyakit kanker.
Adapun untuk gangguan ginjal, proses renografi telah membantu para dokter untuk mendiagnosis kondisi ginjal pasien. “Sederhananya, kalau kita kena kanker, obat paling efektif, ya teknologi nuklir. Tapi kita tidak ingin kena kanker, bukan?” ujarnya di Jakarta akhir pekan lalu. Pemeriksaan renografi mengharuskan injeksi senyawa Iodine-131 hipuran ke dalam tubuh pasien.
Iodine-131 adalah senyawa radioaktif yang akan membantu memetakan fungsi ginjal. Adapun hipuran adalah tracer atau senyawa pembawa yang akan membawa Iodine-131 menuju organ yang diperiksa. Dosis senyawa radioaktif yang dimasukkan ke dalam tubuh sangat kecil sehingga tidak mengganggu organ internal tubuh.
Untuk penyakit kanker, dunia kedokteran telah menemukan positron emission tomography (PET) scan guna mengetahui fase kanker. Tak jauh berbeda dengan Ranogram, saat melakukan PET-Scan, pasien akan disuntik dengan senyawa radioaktif, lalu senyawa itu akan menuju ke organ target. Selanjutnya, pasien akan masuk ke dalam sebuah scanner berbentuk tabung.
Scanner akan memindai dan hasilnya akan terlihat di layar komputer. Djarot mengemukakan, BATAN sebenarnya telah memproduksi berbagai peralatan berbasis nuklir untuk kepentingan kesehatan namun tidak secara masif. “Kami sudah produksi, tapi itu prototipe saja yang akan dijadikan rujukan untuk kepentingan penelitian berbagai rumah sakit,” sebutnya.
Data Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menunjukkan, kematian akibat kanker di dunia mencapai 8,2 juta orang pada 2012. Di Tanah Air, data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 2012 menyebutkan, prevalensi kanker mencapai 4,3 banding 1.000 orang. Sementara itu, prevalensi penyakit ginjal kronik juga makin tinggi di seluruh dunia.
Seperti di Amerika Serikat yang mengalami kenaikan selama 10 tahun terakhir, yakni 30%. Sementara studi populasi yang dilakukan di empat kota, yakni Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali yang melibatkan sekitar 10.000 pasien dengan metode Modification Diet in Renal Disease (MDRD) menunjukkan bahwa prevalensi penyakit ginjal kronik mencapai 8,6% dari total penduduk Indonesia.
Kini, hampir satu dari tujuh orang menderita penyakit ginjal. Melihat pentingnya nuklir untuk kesehatan umat manusia, berbagai perusahaan nuklir di dunia terus mengembangkan riset nuklir untuk kesehatan, salah satunya Rosatom, perusahaan nuklir asal Rusia. Saat ini Rosatom telah menyuplai produk- produk, seperti isotop, radiofarmasi, instrumen radioisotop, dan senyawa kimia termasuk Iodine-131 ke lebih dari 30 negara.
Selain itu, Rosatom juga tengah memproduksi peralatan medis khusus Ephatom gamma CT scanner yang bisa mendiagnosis beragam kondisi medis. Produksi massal scanner ini akan dilakukan dalam waktu dekat. “Komitmen kami adalah mengembangkan teknologi nuklir untuk tujuan damai, termasuk nuklir untuk energi. Kami menyediakan beberapa item penting untuk mendukung perawatan bagi para pasien di dunia,” ujar Wakil Presiden Rosatom International Network Ivan Dybov.
Rosatom tengah mengembangkan sebuah pusat penelitian, pengembangan, dan pelatihan nuklir untuk kesehatan yang direncanakan beroperasi pada 2015 di Kota Dimitrovgrad. Rusia juga akan membangun pusat-pusat penelitian nuklir untuk kesehatan di kota-kota lain, seperti di Obninsk dan Tomsk.
Rendra hanggara
Dunia kedokteran saat ini telah memanfaatkan nuklir untuk penanganan beberapa penyakit kritis, seperti kanker dan gangguan ginjal. Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Djarot Sulistio Wisnubroto menjelaskan, penyinaran radiasi telah digunakan untuk penanganan penyakit kanker.
Adapun untuk gangguan ginjal, proses renografi telah membantu para dokter untuk mendiagnosis kondisi ginjal pasien. “Sederhananya, kalau kita kena kanker, obat paling efektif, ya teknologi nuklir. Tapi kita tidak ingin kena kanker, bukan?” ujarnya di Jakarta akhir pekan lalu. Pemeriksaan renografi mengharuskan injeksi senyawa Iodine-131 hipuran ke dalam tubuh pasien.
Iodine-131 adalah senyawa radioaktif yang akan membantu memetakan fungsi ginjal. Adapun hipuran adalah tracer atau senyawa pembawa yang akan membawa Iodine-131 menuju organ yang diperiksa. Dosis senyawa radioaktif yang dimasukkan ke dalam tubuh sangat kecil sehingga tidak mengganggu organ internal tubuh.
Untuk penyakit kanker, dunia kedokteran telah menemukan positron emission tomography (PET) scan guna mengetahui fase kanker. Tak jauh berbeda dengan Ranogram, saat melakukan PET-Scan, pasien akan disuntik dengan senyawa radioaktif, lalu senyawa itu akan menuju ke organ target. Selanjutnya, pasien akan masuk ke dalam sebuah scanner berbentuk tabung.
Scanner akan memindai dan hasilnya akan terlihat di layar komputer. Djarot mengemukakan, BATAN sebenarnya telah memproduksi berbagai peralatan berbasis nuklir untuk kepentingan kesehatan namun tidak secara masif. “Kami sudah produksi, tapi itu prototipe saja yang akan dijadikan rujukan untuk kepentingan penelitian berbagai rumah sakit,” sebutnya.
Data Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menunjukkan, kematian akibat kanker di dunia mencapai 8,2 juta orang pada 2012. Di Tanah Air, data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 2012 menyebutkan, prevalensi kanker mencapai 4,3 banding 1.000 orang. Sementara itu, prevalensi penyakit ginjal kronik juga makin tinggi di seluruh dunia.
Seperti di Amerika Serikat yang mengalami kenaikan selama 10 tahun terakhir, yakni 30%. Sementara studi populasi yang dilakukan di empat kota, yakni Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali yang melibatkan sekitar 10.000 pasien dengan metode Modification Diet in Renal Disease (MDRD) menunjukkan bahwa prevalensi penyakit ginjal kronik mencapai 8,6% dari total penduduk Indonesia.
Kini, hampir satu dari tujuh orang menderita penyakit ginjal. Melihat pentingnya nuklir untuk kesehatan umat manusia, berbagai perusahaan nuklir di dunia terus mengembangkan riset nuklir untuk kesehatan, salah satunya Rosatom, perusahaan nuklir asal Rusia. Saat ini Rosatom telah menyuplai produk- produk, seperti isotop, radiofarmasi, instrumen radioisotop, dan senyawa kimia termasuk Iodine-131 ke lebih dari 30 negara.
Selain itu, Rosatom juga tengah memproduksi peralatan medis khusus Ephatom gamma CT scanner yang bisa mendiagnosis beragam kondisi medis. Produksi massal scanner ini akan dilakukan dalam waktu dekat. “Komitmen kami adalah mengembangkan teknologi nuklir untuk tujuan damai, termasuk nuklir untuk energi. Kami menyediakan beberapa item penting untuk mendukung perawatan bagi para pasien di dunia,” ujar Wakil Presiden Rosatom International Network Ivan Dybov.
Rosatom tengah mengembangkan sebuah pusat penelitian, pengembangan, dan pelatihan nuklir untuk kesehatan yang direncanakan beroperasi pada 2015 di Kota Dimitrovgrad. Rusia juga akan membangun pusat-pusat penelitian nuklir untuk kesehatan di kota-kota lain, seperti di Obninsk dan Tomsk.
Rendra hanggara
(bbg)