Cita Rasa Keju Bakar Dangke Enrekang

Rabu, 10 Desember 2014 - 08:46 WIB
Cita Rasa Keju Bakar Dangke Enrekang
Cita Rasa Keju Bakar Dangke Enrekang
A A A
MAKASSAR - Hampir semua orang pasti sudah pernah menikmati kelezatan keju atau paling tidak mencicipinya. Bahan makanan yang berasal dari susu sapi ini kerap kali dimakan bersama roti, kue ataupun penambah variasi rasa bagi hidangan-hidangan lainnya.

Namun, apakah anda pernah memakan keju yang digoreng Atau dipanggang? Jika belum pernah mencicipi rasa keju lokal yang hanya butuh digoreng untuk menyantapnya Anda harus berkunjung ke Enrekang.

Di provinsi Sulawesi Selatan, kabupaten Enrekang adalah salah satu dari enam kabupaten yang tidak memiliki laut di lingkup wilayahnya. Hampir 60% dari wilayah kabupaten ini memiliki kemiringan tanah diatas 40 derajat.

Letaknya yang berada hampir 2 km diatas permukaan laut menjadikan sebagian besar wilayah Enrekang memiliki tekstur perbukitan dan pegunungan. Uniknya meski letaknya amat jauh dari laut, fosil kerang-kerang laut yang banyak ditemukan di Enrekang menjadi petunjuk bahwa dahulu kala kabupaten ini pernah berbatasan dengan lautan.

Udaranya yang segar dan tanahnya yang subur menjadikan hampir seluruh wilayah di kabupaten Enrekang cocok untuk bertani padi, sayur-sayuran, buah-buahan serta pengembangbiakan ternak. Sapi adalah hewan yang banyak dipelihara warga Enrekang untuk diambil susunya.

Dari susu inilah 'Dangke' dihasilkan. Jenis keju yang mengingatkan pada 'Keseek', keju buatan Jerman ini diolah secara sederhana dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bertekstur seperti tahu dan berwarna putih, hasil fermentasi susu sapi yang sudah diproduksi semenjak tahun 1900-an ini banyak dihasilkan oleh para peternak sapi di Enrekang.

Andu adalah nama awal dari susu olahan ini. Namun pada masa pendudukan Belanda kata ‘Danke’ yang berarti ‘terima kasih’ kerap di ucapkan oleh para opsir Belanda, setelah disuguhi bongkahan susu hasil olahan tangan-tangan terampil warga Enrekang. Semenjak itulah keju putih ini berubah nama menjadi ‘Dangke’.

Proses pengolahan susu sapi menjadi Dangke terbilang cukup unik. Sebelum memasuki proses fermentasi, susu sapi segar akan dipanaskan dengan suhu kurang lebih 70 derajat celcius. Adalah getah dari pepaya yang dijadikan pemisah susu dari kandungan air dan lemaknya.

Getah pepaya ini pulalah yang memadatkan susu sapi menjadi bongkahan-bongkahan keju berwarna putih. Warga Enrekang juga menggunakan nenas untuk membuat rasanya menjadi agak masam dan berefek kekuningan pada bongkahannya. Satu bongkah dangke kurang lebih setara dengan 2 liter susu segar.

Setelah padat dan terfermentasi, bongkahan-bongkahan keju yang masuk dalam kategori 'Soft Cheese' (keju lunak) ini kemudian diberi garam dan dicetak dengan tempurung-tempurung kelapa yang sudah dibersihkan sebelumnya untuk kemudian dibungkus dengan daun-daun pisang.

Digoreng atau di panggang adalah cara penyajian yang paling sering sederhana dan paling sering sering ditemui untuk mempersiapkan bongkahan-bongkahan Dangke menjadi hidangan yang siap dinikmati. Sepiring nasi hangat dan sambal terasi adalah teman yang paling pas untuk menyantap potongan-potongan keju lokal ini.

Awalnya susu kerbau yang sering digunakan sebagai bahan baku pembuat Dangke. Namun, seiring dengan menurunnya jumlah kerbau, warga Enrekang kini menggunakan susu sapi untuk di fermentasi.

Kandungan lemak susu sapi yang berkisar 2,7 persen juga dianggap lebih baik untuk kesehatan dibandingkan susu sapi yang memiliki kandungan lemak sekitar 3,3 persen.

Dangke juga memiliki protein betakaroten yang cukup tinggi karena bongkahannya sendiri adalah protein asli yang dihasilkan dari susu sapi segar. Saat ini setiap pembuat Dangke di Enrekang paling tidak memiliki satu ekor sapi perahan sebagai penghasil susu segar.

Para pendatang dan warga enrekang sendiri paling gemar menikmati Dangke dengan 'pulu mandoti'. Beras yang bila ditanak aroma wanginya bisa tercium sampai di kejauhan ini adalah hasil bumi yang hanya bisa ditanam di persawahan Enrekang.

Di Enrekang, keju yang juga dipercaya bisa memperbaiki kualitas sperma dan meningkatkan stamina ini dijual seharga Rp15.000 per potong (seukuran setengah tempurung kelapa).

Selain bisa dibeli di jalan poros Makassar-Enrekang, Baraka, Alla, Anggareja, Dangke dengan mudah bisa ditemui di pasar-pasar tradisional. Karena diolah tanpa bahan pengawet, Dangke segar hanya bisa bertahan selama beberapa hari, namun bila dimasukkan ke dalam lemari es bisa bertahan lebih lama.

Sementara itu, pulu mandoti cukup mahal harganya, namun beras yang baik untuk dikonsumsi penderita penyakit diabetes ini tidak akan dihasilkan dari persawahan di daerah lain di Indonesia. Satu liter pulu mandoti cukup untuk merubah aroma 40 liter beras biasa menjadi lebih wangi bila keduanya dicampur dan ditanak.

Selain menjadi bongkahan-bongkahan, kini dangke juga di jadikan keripik (deppa dangke) yang bernilai gizi tinggi. Sisa hasil olahannya pun dijadikan ‘why dangke’, sejenis minuman nutrisi yang baik bagi pertumbuhan dan kesehatan tubuh.

Selain Dangke, kabupaten Enrekang juga menjadi daerah asal bagi kopi Arabica yang kualitasnya sudah diakui oleh dunia. Hasil bumi lain yang bisa dibawa pulang dari Enrekang adalah pisang tanduk yang panjangnya bisa mencapai 60 cm.

Salak dan sayur-sayuran juga menjadi kekayaan alam yang diincar para pelancong dan wisatawan yang mengunjungi Enrekang. Bila kebetulan berada di provinsi Sulawesi Selatan, kabupaten yang berbatasan langsung dengan Tana Toraja ini sungguh layak untuk dikunjungi. Panorama perbukitan dan pegunungannya akan menjadi teman perjalanan yang mengasyikkan.
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6605 seconds (0.1#10.140)