Biopik Masih dilirik, Silat Menggeliat

Rabu, 17 Desember 2014 - 10:16 WIB
Biopik Masih dilirik, Silat Menggeliat
Biopik Masih dilirik, Silat Menggeliat
A A A
Tren film Indonesia tahun 2015 masih akan diisi oleh film-film biopik atau kisah sejarah para tokoh populer di Indonesia. Di samping itu, film silat klasik juga akan mencuri perhatian, mulai dari yang bergenre drama hingga komedi.

Meski jumlah film biopik setiap tahunnya tak terlalu banyak, berkisar 2-3 film, genre film ini selalu ada tiap tahun. Tak hanya itu, film biopik pun selalu laris manis menarik penonton. Lihat saja film Sang Kyai, Sang Pencerah, atau Habibie & Ainun. Pada 2014, film Hijrah Cinta yang berkisah tentang perjalanan hidup mendiang Ustaz Jefri atau Uje pun duduk dalam daftar film laris 2014 dengan perolehan lebih dari 700.000 penonton, di bawah Comic 8 dan The Raid 2.

Selain Hijrah Cinta, ada pula 3 Nafas Likas yang tayang menjelang akhir tahun. Nah, tahun depan, sedikitnya sudah ada dua film biopik yang disebut akan dirilis. Film itu, yaitu Hatta The Movie dan Guru Bangsa, yang berkisah tentang perjuangan tokoh Sarekat Islam HOS Cokroaminoto. Tak tanggung-tanggung, film ini akan ditangani dan dimainkan oleh para jawara di dunia perfilman Indonesia.

Hatta The Movie ditulis skenarionya oleh Salman Aristo dan diproduseri Erwin Arnada. Sementara Guru Bangsa disutradarai oleh Garin Nugroho, dengan pemeran utama Reza Rahadian. Selain dua film tersebut, kisah tentang Panglima Besar Jenderal Soedirman dan RA Kartini kabarnya juga akan diangkat ke layar lebar, namun belum jelas kapan proses syutingnya akan dimulai.

Membuat film biopik tentang tokoh besar tentu bukan perkara mudah. Dalam satu kesempatan, Erwin dan Salman pernah mengatakan kalau mereka berburu riset hingga ke Belanda demi mencari data akurat tentang Bung Hatta. Riset pun dilakukan hingga setahun lamanya. Biaya produksi yang digelontorkan pun tak tanggung-tanggung, Rp10 miliar.

Sementara film Guru Bangsa yang diproduksi oleh Pic[k]lock (Minggu Pagi di Victoria Park, Rayya ) bersama Yayasan HOS Tjokroaminoto akan diuji kehebatannya dalam menciptakan suasana kota lama Surabaya, lengkap dengan trem dan mobilmobil kunonya. Di genre silat klasik, kondisinya akan lebih seru lagi.

Pemanasannya akan dilakukan oleh Pendekar Tongkat Emas garapan Ifa Isfansyah dan produser Mira Lesmana, yang tayang pada pertengahan Desember nanti. Euforia ini langsung diikuti oleh Kacaunya Dunia Persilatan, sebuah film silat komedi yang tayang pada Januari 2015. Film ini diproduseri Helfi Kardit, yang biasa menyutradarai film horor.

Sebagai pemainnya, dipasang para aktor komedi seperti Tora Sudiro, Aming, Joe P Project, dan Darius Sinathrya. Melihat trailer -nya, film ini tampaknya terinspirasi dengan The Avengers karena mengumpulkan para jagoan silat klasik dari Si Buta Dari Goa Hantu hingga Mantili dari serial Saur Sepuh . Selain Kacaunya Dunia Persilatan , akan hadir juga Panji Tengkorak yang digarap Upi. Film yang diadaptasi dari komik populer tahun 1960-an ini dijanjikan Upi akan dibuat sedikit kontemporer, dengan setting dunia antah-berantah.

“Tetap akan banyak adegan pertarungan massal, laganya memakan porsi 50%, tapi saya akan memasukkan gaya film-film saya di film ini, jadi tidak terlalu klasik,” ujar Upi dalam suatu kesempatan bincang-bincang bersama wartawan. Selain dua film silat tersebut, ada pula film laga Garuda Superhero yang akan tayang awal tahun.

Tren film laga ini pun akan berlanjut dengan hadirnya Gundala Putra Petir pada 2016. Bergantung Promosi Apa yang bisa dibaca dari tren film biopik, silat klasik, dan film superhero pada 2015? Sutradara Riri Riza menyebut, hal ini terjadi karena kemajuan teknologi digital yang mampu mengakomodasi keperluan dalam film silat atau laga.

“Dengan kecanggihan teknologi, industri film lokal bisa mengeksplorasi bidang atau genre baru seperti film silat ini,” ujarnya. Selain kemajuan teknologi, sutradara kawakan lainnya, Joko Anwar dan Hanung Bramantyo sepakat, bertahannya tren film biopik dan munculnya film silat karena adanya potensi penonton. “Film biopik banyak bermunculan karena ada film serupa yang laris di pasaran,” kata Hanung.

“Intinya, filmmaker tujuannya mencari penonton. Jadi, cari film apa yang kira-kira banyak ditonton,” imbuh Joko. Bagi Hanung, yang sedang mempersiapkan film superhero Gundala Putra Petir, kemunculan film-film silat klasik dan superhero adalah wujud harapan industri film dan penonton.

“Belum ada jaminan akan laku. Namun, ketika ada film yang mengangkat superhero lokal, maka film ini menjadi sesuatu yang ditunggutunggu, yang diharapkan,” kata sutradara yang kerap melahirkan film-film kontroversi seperti Perempuan Berkalung Sorban, Cinta Tapi Beda, dan Soekarno ini.

Soal laris tak laris, ketiganya juga sepakat bahwa semuanya tergantung pada strategi marketing atau promosi film tersebut. Menyangkut film biopik dan film silat klasik yang punya pangsa pasar agak khusus, Riri Riza menyarankan agar promosi diarahkan pada komunitas-komunitas, seperti komunitas komik atau cerita legenda.

“Promosi lewat media sosial dan televisi juga penting untuk memperkenalkan kembali tokoh-tokoh tersebut ke kalangan yang lebih muda,” kata sutradara Laskar Pelangi ini. Jadi, kita tunggu saja nasib filmfilm tersebut tahun depan.

Herita endriana/Claudia Carla
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7507 seconds (0.1#10.140)