Diesel Bukan Lagi Alternatif

Rabu, 17 Desember 2014 - 10:17 WIB
Diesel Bukan Lagi Alternatif
Diesel Bukan Lagi Alternatif
A A A
Naiknya harga bahan bakar subsidi membuat masyarakat semakin berhitung biaya transportasi. Tahun depan mobil-mobil diesel tidak lagi jadi pilihan alternatif. Pilihan mobil bertenaga diesel pun semakin variatif.

Naiknya harga bahan bakar subsidi baik premium maupun solar membuat masyarakat semakin berhitung. Perhitungan tidak hanya perhitungan kebutuhan seharihari tapi juga perhitungan biaya transportasi. Seiring waktu tidak menutup kemungkinan terjadi penggunanaan bahan bakar dari bensin ke bahan bakar solar.

Selisih harga antara bahan bakar premium dan solar memang tidak begitu besar yakni Rp1.000 dimana premium dijual di harga Rp8.500 sedangkan solar ada di harga Rp7.500. Selisih Rp1.000 memang tidak begitu besar. Hanya saja yang perlu disadari adalah tingkat efisiensi konsumsi bahan bakar mesin diesel dengan bahan bakar solar jauh lebih baik ketimbang mesin petrol dengan bahan bakar bensin.

Ambil contoh konsumsi bahan bakar Toyota Kijang Innova bensin dengan Toyota Kijang Innova diesel. Majalah Autobild Indonesia pernah melakukan perbandingan konumsi bahan bakar antara Toyota Kijang Innova 2.0 bensin dengan Toyota Kijang Innova 2.5 diesel. Pengujian menggunakan bahan bakar non subsidi.

Yang menarik tentu saja harga solar non subsidi jauh lebih mahal dari pada bensin non subsidi. Tapi hasilnya justru berpihak pada mesin diesel dimana untuk jarak 100.000 kilometer, mesin bensin mengeluarkan biaya Rp110.230.800 sedangkan mesin diesel harus keluar biaya Rp98.620.500. Hal tersebut terjadi karena konsumsi bahan bakar Toyota Kijang Innova diesel memang lebih baik dibandingkan Toyota Kijang Innova bensin.

Dalam catatan mereka tingkat konsumsi Innova diesel adalah 1:11 sedangkan Innova bensin hanya 1:9. Hitung-hitungan seperti ini memang masih di atas kertas. Menurut Marketing Director PT Isuzu Astra Motor Indonesia (IAMI) Supranoto, masyarakat memang memiliki hitung-hitungan sendiri.

Namun apa pun hitungannya, mesin diesel pasti akan jauh lebih irit dibandingkan mesin bensin. “BBM naik, bisa jadi diesel lebih baik, sekarang pun pembeli Isuzu Panther dan MU-X konsumen berhitung kok, karena kita sangat irit. Dan mereka (konsumen) akan mengkalkulasi sendiri. Dan ini bisa ada perpindahan karena lebih irit,” kata Supranoto. Dirinya coba mengganbarkan dengan penjualan mobil diesel yang ada saat ini.

“Lihat saja SUV High saat ini, itu bisa mencapai 60.000 per tahun, dan kira-kira 60 persen-nya diesel dan itu menaik,” ujarnya. “Mungkin 5 tahun lalu komposisi bensin lebih baik bisa mencapai 70:30. tapi kini SUV High diesel sudah lebih besar. Karena mobil diesel memiliki performa sama tapi lebih irit, jadi ke depannya bisa saja diesel akan lebih baik lagi (lebih banyak yang menggunakan),” tambahnya.

Meningkatnya popularitas mesin diesel tidak hanya disebabkan oleh konsumsi bahan bakar yang efisien. Perkembangan teknologi mesin diesel yang pesat juga berhasil memudarkan stigma negatif mesin diesel yang sudah lama ada seperti kotor dan berisik. Berbagai teknologi terbaru diesel seperti common rail justru menjadi berkah tersendiri bagi mobil-mobil diesel.

Berkat teknologi tersebut, mesin diesel tidak lagi identik dengan mobil-mobil MPV atau SUV saja. Mobil-mobil sedan mewah seperti BMW juga merambah mesin diesel. Masyarakat pun kini memiliki banyak pilihan dengan makin variatifnya mobil bermesin diesel. Tahun depan jika tidak ada aral melintang Suzuki dan Honda akan menyiapkan mobil MPV yang sudah bermesin diesel yakni Suzuki Ertiga Diesel dan Honda Mobilio Diesel.

Kehadiran mereka menyusul Low MPV diesel lain yang sudah lebih dulu ada yakni Chevrolet Spin Diesel. Penjualan Chevrolet Spin Diesel saat ini memang tidak sementereng penjualan Chevrolet Spin bensin. Hanya saja dengan perubahan kondisi yang terjadi saat ini, bisa jadi angin akan lebih berpihak kepada mobil bermesin diesel.

Wahyu sibarani
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6864 seconds (0.1#10.140)