Shopping = Adventure
A
A
A
Buat perempuan urban, rasanya belanja bukan sekadar belanja lagi. Konsep belanja modern abad 21++ sudah jauh bergeser dari konsep belanja era 80-an. Shopping bukan sekadar kita lagi butuh cabai karena mau masak hari ini, terus pagi hari harus belanja cabai di tukang sayur.
Sekarang, jika Anda butuh cabai, bisa begitu menikmati saat-saat berbelanja cabai di supermarket yang bersih, lapang, bebas bau tidak sedap dan sejuk karena suhu yang selalu terjaga untuk menjaga kenyamanan pengunjung dan menjaga kesegaran barang-barang yang ada di dalam supermarket itu.
Membeli cabai segar yang di-display sangat cantik juga jadi sangat menyenangkan karena ada begitu banyak pilihan, dari berbagai jenis varian cabai itu sendiri, asal cabai itu, dari cabai yang katanya diimpor dari China, Amerika Latin, dan lainnya. Berbagai jenis cara menanam cabai, organik, membuat cabai menjadi begitu menggoda pembelinya.
Belum termasuk varian olahan cabai, misalnya cabai bubuk, cabai dalam bentuk pasta, dan acar cabai. Tanpa disadari, pengunjung bisa berlama-lama di counter cabai, sibuk memilih-milih cabai yang dibutuhkan dan yang masih membuat pengunjung tergoda membelinya. Membeli cabai bisa menjadi hal yang begitu menyenangkan.
Makanya tidak usah heran, jika Anda keluar dari supermarket, membeli begitu banyak barang yang sebenarnya lebih banyak yang tidak Anda benar-benar butuhkan daripada yang benar-benar dibutuhkan. Hayoooo... Ngakuuu... Itu namanya shopping adventure, shopping sebagai petualangan yang seru. Shopping sebagai petualangan sudah dijadikan pertimbangan bagi sebuah label, terutama high end brand setiap mau merilis koleksinya setiap musim.
Makanya tidak usah heran, jika sebuah brand dengan sengaja menerapkan strategi penjualannya yang bisa membuat pembelinya berpetualang untuk mendapatkan barang itu. Petualangan seru untuk mendapatkan barang itu yang bisa membuat price tag barang itu bisa lebih mahal dari barang sejenis yang ada di label itu dan barang sejenis yang ditawarkan oleh brand kompetitor.
Label berinisial G yang berasal dari Firenze, Italia, sering mengeluarkan koleksi limited edition yang hanya bisa didapatkan di negara tertentu, misalnya Shanghai collection ketika pembukaan gerainya di Shanghai atau Sydney Collection yang hanya bisa didapat pada saat pembukaan gerainya di Westfield Shopping Centre, Sydney, Australia, yang dirilis untuk menyumbang Australia Childhood Foundation, yayasan yang membantu kasus-kasus pelecehan anak.
Buat kolektor sejati label ini, mereka rela terbang dari suatu kota ke kota lainnya bersama sahabat-sahabat hanya untuk mendapatkan koleksi yang sangat terbatas ini. Label berinisial dua huruf yang berasal dari Paris, koleksi limited edition brand ini juga selalu hit dan menjadi buruan yang paling seru kalangan the have dari seluruh penjuru dunia.
Biasanya yang jadi buruan itu koleksi pertama dan terakhir yang didesain perancang mode yang saat itu mengepalai divisi kreatif rumah mode itu. Misalnya koleksi pertama dan terakhir Marc Jacobs di label tersebut atau koleksi Albert Elbaz saat masih di salah satu rumah mode tertua di Paris, Lanvin.
Ada juga limited edition yang dibuat sebagai hasil kolaborasi suatu label dengan seniman dan artis dunia, misalnya koleksi grafiti Stephen Prouse dan koleksi Sofia Coppola dengan label dua huruf itu. Yang membanggakan, pada 2013, Louis Vuitton mengeluarkan koleksi scarf limited edition , hasil kolaborasi dengan seniman Indonesia asal Yogyakarta, Eko Nugroho.
Scarf yang didesain Eko Nugroho mendapat komplemen dunia internasional karena dinilai berhasil merepresentasikan keindahan Indonesia ke dalam scarf cantik. Indonesia banget, tapi tetap keren seperti produk LV lainnya. Seperti koleksi limited edition lainnya yang price tag-nya pasti jauh lebih mahal dengan barang sejenis, koleksi terbatas yang tidak ada di setiap gerai dan hanya ada di negara-negara tertentu, habis sekejap dalam hitungan jam.
Hal yang sama juga terjadi saat koleksi ini datang ke Indonesia pada pertengahan 2013. Ada petualangan dan seni tersendiri dalam mengoleksi barang-barang seperti ini. Bicara soal shopping adventure , rasanya sampai hari ini belum ada yang mengalahkan Hermes dalam menciptakan petualangan untuk mendapatkan koleksi holy grail- nya, The Birkin Bag (The BB) dan Kelly Bag.
Dari awal produk ini dirilis, sudah diciptakan “ilusi” petualangan seru untuk mendapatkannya, mulai dari cerita keterbatasan produksi tas ini, cara pemajangan tas-tas ini yang tidak pernah selalu terpajang, dan kalaupun terpajang di-display , hanya dalam beberapa menit saja pasti sudah “hilang”.
Label ini juga berhasil membuat tas yang tadinya hanya sebuah tas yang mungkin secara fisik tidak berbeda banyak dengan tastas lainnya dengan kualitas yang sama, menjadi tas yang sangat ikonik, tas yang menjadi simbol status sosial ekonomi tertentu. Menjinjing tas yang sangat ikonik ini dipercaya banyak perempuan cantik dapat menjadi magnet perhatian dan pengakuan orang dan menambah rasa percaya diri yang menjinjingnya.
Pengakuan nih, kalau buat saya sih, menjinjing tas ini membuat saya tidak lagi terlalu bernafsu untuk memburu tastas jenis lainnya, karena yang paling puncaknya, the holy grail -nya saya punya. Buat saya, satu saja cukup, saya tidak perlu sampai bersusah payah memaksakan diri mengoleksinya sampai berbagai jenis warna, ukuran, dan material kulitnya hanya demi sebuah status sosial.
Tidak akan pernah terjadi eksistensi saya diakui hanya karena sebuah tas. Eksistensi saya diakui karena karya dan pencapaian hidup saya, meski saya akui, tas ini memang ada sihirnya tersendiri. Padahal aslinya, saya bukan seorang yang sangat brand minded.
Mendapatkan The BB buat sebagian besar pemuja merek ini adalah suatu lifetime adventure yang mungkin sulit dimengerti sebagian besar orang dan pemujanya tidak pernah keberatan untuk sebuah ilusi yang diciptakan pemilik merek ini. Mulai dari menabung bersusah payah demi bisa mendapatkan The BB karena price tag -nya yang bisa lebih mahal dari harga sebuah mobil keluarga.
Petualangan seru mendapatkan The BB memang kisah tersendiri, dari yang rela menunggu bertahun-tahun memesan resmi The BB dan Kelly Bag dari counter resminya, berburu mengetok satu per satu gerai Hermes yang ada di seluruh penjuru dunia.
Ada yang cukup puas berburu di reseller yang mereka percaya keaslian The BB yang ditawarkan dan ada yang puas berburu di balai lelang atau website khusus yang menjual barang-barang vintage high end brand . Sekarang setujukah dengan saya, kalau price tag itu pasti ada angkanya dan pasti ada saja yang sanggup membelinya. Namun, nilai petualangannya PRICELESS
MISS JINJING
Konsultan Fashion
Sekarang, jika Anda butuh cabai, bisa begitu menikmati saat-saat berbelanja cabai di supermarket yang bersih, lapang, bebas bau tidak sedap dan sejuk karena suhu yang selalu terjaga untuk menjaga kenyamanan pengunjung dan menjaga kesegaran barang-barang yang ada di dalam supermarket itu.
Membeli cabai segar yang di-display sangat cantik juga jadi sangat menyenangkan karena ada begitu banyak pilihan, dari berbagai jenis varian cabai itu sendiri, asal cabai itu, dari cabai yang katanya diimpor dari China, Amerika Latin, dan lainnya. Berbagai jenis cara menanam cabai, organik, membuat cabai menjadi begitu menggoda pembelinya.
Belum termasuk varian olahan cabai, misalnya cabai bubuk, cabai dalam bentuk pasta, dan acar cabai. Tanpa disadari, pengunjung bisa berlama-lama di counter cabai, sibuk memilih-milih cabai yang dibutuhkan dan yang masih membuat pengunjung tergoda membelinya. Membeli cabai bisa menjadi hal yang begitu menyenangkan.
Makanya tidak usah heran, jika Anda keluar dari supermarket, membeli begitu banyak barang yang sebenarnya lebih banyak yang tidak Anda benar-benar butuhkan daripada yang benar-benar dibutuhkan. Hayoooo... Ngakuuu... Itu namanya shopping adventure, shopping sebagai petualangan yang seru. Shopping sebagai petualangan sudah dijadikan pertimbangan bagi sebuah label, terutama high end brand setiap mau merilis koleksinya setiap musim.
Makanya tidak usah heran, jika sebuah brand dengan sengaja menerapkan strategi penjualannya yang bisa membuat pembelinya berpetualang untuk mendapatkan barang itu. Petualangan seru untuk mendapatkan barang itu yang bisa membuat price tag barang itu bisa lebih mahal dari barang sejenis yang ada di label itu dan barang sejenis yang ditawarkan oleh brand kompetitor.
Label berinisial G yang berasal dari Firenze, Italia, sering mengeluarkan koleksi limited edition yang hanya bisa didapatkan di negara tertentu, misalnya Shanghai collection ketika pembukaan gerainya di Shanghai atau Sydney Collection yang hanya bisa didapat pada saat pembukaan gerainya di Westfield Shopping Centre, Sydney, Australia, yang dirilis untuk menyumbang Australia Childhood Foundation, yayasan yang membantu kasus-kasus pelecehan anak.
Buat kolektor sejati label ini, mereka rela terbang dari suatu kota ke kota lainnya bersama sahabat-sahabat hanya untuk mendapatkan koleksi yang sangat terbatas ini. Label berinisial dua huruf yang berasal dari Paris, koleksi limited edition brand ini juga selalu hit dan menjadi buruan yang paling seru kalangan the have dari seluruh penjuru dunia.
Biasanya yang jadi buruan itu koleksi pertama dan terakhir yang didesain perancang mode yang saat itu mengepalai divisi kreatif rumah mode itu. Misalnya koleksi pertama dan terakhir Marc Jacobs di label tersebut atau koleksi Albert Elbaz saat masih di salah satu rumah mode tertua di Paris, Lanvin.
Ada juga limited edition yang dibuat sebagai hasil kolaborasi suatu label dengan seniman dan artis dunia, misalnya koleksi grafiti Stephen Prouse dan koleksi Sofia Coppola dengan label dua huruf itu. Yang membanggakan, pada 2013, Louis Vuitton mengeluarkan koleksi scarf limited edition , hasil kolaborasi dengan seniman Indonesia asal Yogyakarta, Eko Nugroho.
Scarf yang didesain Eko Nugroho mendapat komplemen dunia internasional karena dinilai berhasil merepresentasikan keindahan Indonesia ke dalam scarf cantik. Indonesia banget, tapi tetap keren seperti produk LV lainnya. Seperti koleksi limited edition lainnya yang price tag-nya pasti jauh lebih mahal dengan barang sejenis, koleksi terbatas yang tidak ada di setiap gerai dan hanya ada di negara-negara tertentu, habis sekejap dalam hitungan jam.
Hal yang sama juga terjadi saat koleksi ini datang ke Indonesia pada pertengahan 2013. Ada petualangan dan seni tersendiri dalam mengoleksi barang-barang seperti ini. Bicara soal shopping adventure , rasanya sampai hari ini belum ada yang mengalahkan Hermes dalam menciptakan petualangan untuk mendapatkan koleksi holy grail- nya, The Birkin Bag (The BB) dan Kelly Bag.
Dari awal produk ini dirilis, sudah diciptakan “ilusi” petualangan seru untuk mendapatkannya, mulai dari cerita keterbatasan produksi tas ini, cara pemajangan tas-tas ini yang tidak pernah selalu terpajang, dan kalaupun terpajang di-display , hanya dalam beberapa menit saja pasti sudah “hilang”.
Label ini juga berhasil membuat tas yang tadinya hanya sebuah tas yang mungkin secara fisik tidak berbeda banyak dengan tastas lainnya dengan kualitas yang sama, menjadi tas yang sangat ikonik, tas yang menjadi simbol status sosial ekonomi tertentu. Menjinjing tas yang sangat ikonik ini dipercaya banyak perempuan cantik dapat menjadi magnet perhatian dan pengakuan orang dan menambah rasa percaya diri yang menjinjingnya.
Pengakuan nih, kalau buat saya sih, menjinjing tas ini membuat saya tidak lagi terlalu bernafsu untuk memburu tastas jenis lainnya, karena yang paling puncaknya, the holy grail -nya saya punya. Buat saya, satu saja cukup, saya tidak perlu sampai bersusah payah memaksakan diri mengoleksinya sampai berbagai jenis warna, ukuran, dan material kulitnya hanya demi sebuah status sosial.
Tidak akan pernah terjadi eksistensi saya diakui hanya karena sebuah tas. Eksistensi saya diakui karena karya dan pencapaian hidup saya, meski saya akui, tas ini memang ada sihirnya tersendiri. Padahal aslinya, saya bukan seorang yang sangat brand minded.
Mendapatkan The BB buat sebagian besar pemuja merek ini adalah suatu lifetime adventure yang mungkin sulit dimengerti sebagian besar orang dan pemujanya tidak pernah keberatan untuk sebuah ilusi yang diciptakan pemilik merek ini. Mulai dari menabung bersusah payah demi bisa mendapatkan The BB karena price tag -nya yang bisa lebih mahal dari harga sebuah mobil keluarga.
Petualangan seru mendapatkan The BB memang kisah tersendiri, dari yang rela menunggu bertahun-tahun memesan resmi The BB dan Kelly Bag dari counter resminya, berburu mengetok satu per satu gerai Hermes yang ada di seluruh penjuru dunia.
Ada yang cukup puas berburu di reseller yang mereka percaya keaslian The BB yang ditawarkan dan ada yang puas berburu di balai lelang atau website khusus yang menjual barang-barang vintage high end brand . Sekarang setujukah dengan saya, kalau price tag itu pasti ada angkanya dan pasti ada saja yang sanggup membelinya. Namun, nilai petualangannya PRICELESS
MISS JINJING
Konsultan Fashion
(bbg)