Stres Kerja Tingkatkan Risiko Stroke

Selasa, 20 Januari 2015 - 12:41 WIB
Stres Kerja Tingkatkan Risiko Stroke
Stres Kerja Tingkatkan Risiko Stroke
A A A
Pekerjaan yang menumpuk dan penuh tekanan rentan menyebabkan stres. Sebuah penelitian terbaru menunjukkan, stres akibat tuntutan dan tekanan pekerjaan dapat memicu salah satu jenis stroke.

Globalisasi dunia kerja, penggabungan perusahaan-perusahaan di tingkat internasional, serta tekanan persaingan sering kali menyebabkan kecemasan dan stres berlebihan yang dialami para pekerja di kantor. Studi sebelumnya menyebutkan, memiliki pekerjaan yang berat dan penuh tekanan terbukti dapat meningkatkan risiko penyakit jantung. Dan, penelitian terbaru menunjukkan, stres pekerjaan juga dapat memicu seseorang terserang stroke.

”Studi sebelumnya yang meneliti hubungan antara ketegangan pekerjaan dan stroke menunjukkan hasil yang beragam. Beberapa penelitian menunjukkan hubungan dan yang lainnya tidak,” kata pemimpin peneliti Eleonor I Fransson dari School of Health Sciences di Jonkoping University, Swedia, kepada Reuters Health.

Dalam analisis teranyar ini, Fransson mengumpulkan hasil dari 14 penelitian sebelumnya yang telah dilakukan di negara-negara Eropa. Orang-orang dengan tekanan pekerjaan tinggi memiliki peningkatan risiko terkena stroke iskemik. Stroke iskemik terjadi ketika otak tidak mendapatkan cukup oksigen, akibat, misalnya, arteri yang tersumbat.

Fransson, yang juga penulis senior Mika Kivimaki dari University College London, Inggris, dan rekan sejawatnya menggunakan data dari 14 penelitian di Eropa antara tahun 1985 dan 2008. Secara keseluruhan, hampir 200.000 orang dewasa mengisi kuesioner tentang ketegangan di tempat kerja. Penelitian berlangsung rata-rata selama sembilan tahun Mereka dengan tuntutan pekerjaan yang berat dan sedikit kontrol atas lingkungan kerja dikategorikan sebagai memiliki tekanan pekerjaan tinggi.

Kategori ini menyumbang 13% sampai 22%, bergantung pada studi asli. Secara umum, dari setiap 100.000 orang di Eropa, setiap tahun sebanyak 115 pria dan 75 wanita memiliki stroke iskemik, seperti ditunjukkan penelitian sebelumnya. Dalam studi baru ini, risiko stroke iskemik adalah sekitar 24% lebih tinggi bagi orang-orang dalam kelompok stres pekerjaan yang tinggi daripada yang lain. Tidak ada perbedaan dalam risiko stroke hemoragik, jenis umum dari stroke yang lain, di mana terjadi pecah pembuluh darah dan kebocoran ke otak.

Tekanan darah tinggi, diabetes, kolesterol tinggi, dan riwayat keluarga terkena stroke merupakan faktorfaktor risiko lain yang penting. Namun, data ini tidak tersedia bagi kebanyakan orang dalam studi baru. Para peneliti juga memperhitungkan status sosial ekonomi, yang mereka gunakan sebagai sampingan untuk faktor risiko kesehatan lain, yang berkurang peningkatan risiko stroke iskemik bagi mereka dengan pekerjaan yang menyebabkan stres tinggi.

”Penelitian anyar adalah kontribusi yang baik, tapi tentu saja hasil ini menimbulkan pertanyaan lagi,” tutur Susanna Toivanen, seorang Profesor Sosiologi di Center for Health Equity Studies di Stockholm, Swedia, yang bukan bagian dari studi analisis baru. Menurut Toivanen, beberapa jenis stroke memiliki komponen genetik, yang mungkin menjadi jawaban mengapa para peneliti tidak menemukan hubungan stres kerja dengan stroke hemoragik.

”Klasifikasi tersebut tidak klop dan mereka (peneliti) tidak membahas berbagai jenis stroke hemoragik,” sebutnya. Studi ini dan yang lain belum tentu membuktikan bahwa stres pekerjaan menyebabkan stroke. ”Namun, hubungan keduanya masuk akal karena tekanan dapat menyebabkan pelepasan hormon yang berhubungan dengan stres, yang pada gilirannya memengaruhi metabolisme, imunologi, dan sistem kardiovaskular,” katanya.

Stroke iskemik, seperti juga serangan jantung, berhubungan erat dengan aterosklerosis, pengerasan dan penebalan pembuluh darah yang menyebabkan tersumbatnya aliran darah. Dalam kasus apa pun, Fransson dan Tovianen sepakat bahwa ketegangan pekerjaan sulit bagi seorang individu untuk diubah, bahkan jika hal itu meningkatkan risiko stroke. ”Di sini kita memiliki masalah yang sangat besar karena itu tanggung jawab pengusaha untuk melihat bahwa kondisi kerja sebaiknya harus tetap sehat,” kata Tovianen.

Individu tidak dapat mengendalikan ini. Stres hanyalah salah satu faktor potensial yang dapat memicu risiko stroke. ”Rekomendasi dari studi ini adalah untuk rutin memeriksa tekanan darah, tidak merokok, makan makanan sehat dan seimbang, menjaga berat badan yang sehat dan olahraga,” kata Fransson. Seiring dengan itu mungkin juga baik mencoba untuk mengelola stres agar tidak berlangsung lama, tapi saat ini kami tidak memiliki bukti dari intervensi untuk membuktikan hal ini.

Penelitian sebelumnya membuktikan, orang yang memiliki tingkat stres tinggi di tempat kerja lebih berisiko terkena serangan jantung. Kajian yang dipublikasikan dalam jurnal kedokteran Eropa The Lancet ini menyebutkan bahwa orang yang tertekan dan memiliki sedikit kebebasan dalam membuat keputusan di tempat kerja berpotensi 23% lebih besar terkena serangan jantung dibandingkan rekannya yang kurang tertekan.

“Tekanan pekerjaan dikaitkan dengan risiko mengalami kejadian penyakit jantung koroner pertama, seperti serangan jantung,” kata kepala peneliti, Mika Kivimaki, dari University College of London, London, Inggris. Menurut hasil studi itu, risiko tersebut memang kecil, tetapi konsisten dan meningkat.

Rendra hanggara
(bhr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5368 seconds (0.1#10.140)