Realitas Mal di Jakarta

Jum'at, 23 Januari 2015 - 11:36 WIB
Realitas Mal di Jakarta
Realitas Mal di Jakarta
A A A
Banyaknya mal di Jakarta sering menjadi wacana atau bahan pembicaraan. Di Jakarta sudah terlalu banyak mal.

Saya setuju kalau di Jakarta itu sudah terlalu banyak mal, dan rasanya mal-mal yang sudah ada, mestinya bisa lebih dari yang sudah ada sekarang. Berbeda dengan mal-mal yang ada di luar negeri, kebanyakan mal di Jakarta tidak dibangun dengan konsep dan tema yang asyik buat dieksplorasi sehingga banyak yang terlihat begitu membosankan. Itu karena bentuknya hanya beton dan sekumpulan toko dan butik semata.

Membosankan! Mal yang ideal itu, paling tidak di mata saya, adalah mal yang tidak terlalu besar ukurannya, tapi asyik dieksplorasi, baik buat berbelanja, buat duduk-duduk cantik, suasananya menyenangkan hati dan mata, karena ada pemandangan yang dinikmati, baik itu taman maupun koleksi benda-benda seninya.

Oh ya, satu lagi, sebenarnya hal yang sepele, tapi penting banget di mata saya. Fasilitas publik paling sensitifnya harus ada dan layak, parkir dan toilet. Saya bisa loh tidak mau berkunjung ke satu mal di daerah Karawaci, hanya gara-gara mal itu besarnya luar biasa, pengunjungnya juga “sejuta umat”, terutama saat akhir pekan, tapi toiletnya tidak ada di setiap lantai, kecil, jelek banget, letaknya tidak strategis, hanya dua pintu, dan yang paling parah, jorok banget.

Sungguh sangat tidak sebanding dengan nama grup pemilik mal tersebut. Saya hanya pergi ke mal tersebut saat benar-benar terpaksa ketika ada undangan yang saya harus hadiri. Toilet yang layak dan nyaman, kamar buat ibu menyusui dan ganti popok, adalah satu dari sedikit hal yang paling penting harus dipikirkan terlebih dulu oleh pengembang saat membangun mal.

Di daerah Kemang, ada mal besar dan mewah, tapi sayangnya entah kenapa, perkembangan mal di sini lamban banget, sepi dan butik-butiknya kurang asyik dan tidak sebanding dengan kemewahan mal itu. Nah yang saya sayangkan dari mal itu, pilihan restoran dan tempat jajannya juga kurang asyik dan tidak mengikuti perkembangan apa yang lagi seru di Jakarta.

Membosankan adalah kata yang paling tepat dari mal yang sangat minim acara dan program-program yang menarik. Sangat disayangkan padahal mal ini adalah salah satu dari sedikit mal yang terdekat dengan apartemen saya. Mal yang saya dan de krucilz lagi suka banget di daerah Kasablanka, adalah mal yang sepertinya lagi hits banget di Jakarta. List butik high streetwear , restoran, dan tempat jajannya oke banget. Tapi ada yang kurang di mal ini, tidak ada bangku-bangku untuk pengunjung.

Hal seperti ini sepele banget mungkin buat pengelola gedung, tapi penting banget buat shopaholic yang sering kelelahan saat belanja, nafsu besar dompet masih penuh, tapi tenaga kurang. Saya suka bangku-bangku buat duduk di mal yang terdapat di Jalan Thamrin, letaknya strategis dan ada benda-benda seni buat dinikmati.

Saya sering heran sama sebuah mal yang ramainya luar biasa, bisa mengalahkan penonton sepak bola di Stadion Senayan, terutama setiap akhir pekan. Tapi anehnya, kalau kita perhatikan dengan saksama saat berada di pintu keluar, jarang banget pengunjungnya yang ke sana buat belanja, kebanyakan hanya makan, duduk-duduk, dan cuci mata.

Mal yang terlalu ramai juga sering terasa mengganggu karena kadang kita jadi susah juga mau menikmati suasana bersama sahabat-sahabat. Sering banget susah cari tempat duduk di kafe atau restoran yang lagi hits saat ini. Apalagi saya orang yang malas banget kalau disuruh ikutan mengantre panjang hanya demi segelas es krim nitrogen atau bubble tea .

Nah yang lebih lucu, tapi mengenaskan, di sebuah department store yang terletak di sebuah mal mewah di daerah Thamrin, sering banget mati lampu. Hal ini mungkin, saking seringnya, membuat pengelola gedung dan manajemen department store -nya sudah terbiasa. Tapi sungguh, masalah seperti ini sangat mengganggu pengunjung. Apalagi buat pengunjung yang takut kegelapan.

Apa sih susahnya menyediakan genset yang layak seukuran gedung mewah itu? Kenyaman pengunjung kan juga harus dijaga, bukan hanya mencari keuntungan semata, bukan? Sebuah mal di daerah Pejaten, ukurannya kecil dan rasanya lebih sering terlihat sepi pengunjung daripada ramai. Sebenarnya saya suka mal ini. Meski sederhana dan minim butik-butik yang hits , mal ini cukup nyaman untuk mencari kebutuhan-kebutuhan yang sering mendadak.

Saya pernah loh kehilangan dompet di mal ini, sepertinya dompet saya jatuh di kamar mandi saat terburu-buru mau menonton di bioskop. Hebatnya, saat saya lapor ke pos satpam, dan saat itu saya sudah pucat pasi karena semua kartu dan sejumlah uang yang lumayan buat saya ada di dalam dompet itu. Setengah jam kemudian dompet itu segera ditemukan di tempat terjatuhnya tanpa kekurangan apa pun.

Bicara soal parkir, pengembang di Indonesia sering banget membangun mal gigantis supermewah, tapi tidak memikirkan fasilitas parkir yang layak. Sering ukuran tempat parkir tidak sebanding dengan ukuran malnya sehingga mau parkir saja tuh sudah menghabiskan waktu yang lumayan. Biaya parkir mal di Jakarta semakin hari semakin mahal, jadi sudah pantas pengelola gedung semakin peduli dengan ketersediaan lot, kenyamanan, dan kemudahan saat parkir.

Mal jangan hanya bisa mencari untung semata, tanpa memikirkan kenyamanan pengunjung. Banyak pengelola mal yang jelas terlihat hanya memikirkan keuntungan semata. Keuntungan dari pendapatan sewa, pendapatan parkir, tapi tidak pernah memikirkan kenyamanan pengunjungnya.

Misalnya hal yang sering terlihat sepele, kebersihan ruangan, AC dan pencahayaan ruangan. Hal sederhana saja sering tidak jadi prioritas, apalagi hal-hal yang lebih sensitif, misalnya fasilitas yang membantu orang cacat. Saat di mal, saya sering sedih setiap melihat ada orang cacat, terutama yang menggunakan kursi roda dan orang buta. Beda banget sama di luar negeri.

Di Amerika Serikat dan di Eropa, kenyaman dan kemudahan orang cacat pasti jadi perhatian tersendiri. Pengelola mal di Jakarta juga sering tidak peduli akan tenant -nya.

Mereka tidak memikirkan bahwa sejumlah tenant itu, bayar sewa yang besar sekali dan kebanyakan biaya sewa dipatok dalam dolar Amerika, belum lagi dengan seabrek-abrek peraturan yang membatas sejumlah tenant itu, tapi pengelola sering tidak bertanggung jawab dalam mendatangkan “crowd” atau traffic pengunjung yang layak buat sejumlah tenant -nya.

Mereka tidak peduli tenant -nya untung atau rugi buka outlet di mal itu. Saya berharap banget mal-mal di Jakarta mau terus berbenah dan mengembangkan malnya menjadi mal yang asyik, mal yang family friendly . Pengunjung senang, tenant untung, dan malnya tetap hits dan untung besar pastinya. Happy shopping di Jakarta.

Miss Jinjing
Konsultan Fashion
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0739 seconds (0.1#10.140)