Saintifikasi Obat Herbal

Selasa, 27 Januari 2015 - 09:55 WIB
Saintifikasi Obat Herbal
Saintifikasi Obat Herbal
A A A
Tren pemanfaatan potensi keanekaragaman hayati tanaman untuk pengobatan herbal di Indonesia semakin meningkat. Saintifikasi atau pembuktian bahan herbal secara ilmiah terus digalakkan.

Indonesia tak hanya terkenal sebagai negeri yang kaya sumber daya alamnya, juga kaya potensi tanaman obat untuk sekadar menjaga kesehatan atau penyembuhan berbagai penyakit. Malah Indonesia disebut-sebut sebagai megacenter keanekaragaman hayati, di mana memiliki kurang lebih 80.000 spesies tanaman.

Dari sekitar 30.000 spesies tanaman berbunga terdapat sekitar 9.600 spesies tanaman obat. Sejatinya, penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu. Belakangan, tren penggunaan obat dengan bahan alami cenderung meningkat, tidak hanya di Tanah Air, juga di dunia. Namun, obat herbal masih menjadi pelengkap lantaran minimnya riset yang bisa memberikan bukti klinis khasiat herbal.

Maka dari itu, kini tengah digalakkan program saintifikasi jamu. Ini merupakan penelitian jamu serta produk kesehatan berbahan herbal berdasarkan pada pelayanan dalam upaya memperoleh bukti ilmiah atas manfaat dalam menjaga dan memelihara kesehatan, termasuk mengobati penyakit berdasarkan kaidah ilmiah serta etika.

Untuk mendukung kegiatan ini, pemerintah telah memiliki kebun tanaman obat yang dikelola Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Kebun seluas 13 hektare yang dinamakan Reseach Station tersebut berada di ketinggian 1.700 meter di atas permukaan laut (mdpl), yang berlokasi di Desa Tlogo Dlingo, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah.

Tanaman obat yang berada di kebun milik B2P2TOOT ini mencapai 1.100 spesies, baik tanaman asli Indonesia maupun tanaman introduksi, antara lain dari Eropa dan Tiongkok. Kebun ini juga menjadi salah satu lokasi penelitian para dokter yang nantinya ditugaskan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) untuk saintifikasi jamu. Beberapa tanaman yang tumbuh di sini berkhasiat untuk obat pereda batuk, seperti Thymus vulgaris, adas, dan rosmarin.

Ada juga krangean yang dipercaya dapat meningkatkan stamina tubuh. Terdapat juga tanaman lain, seperti anuma sebagai antimalaria, sambang colok yang bisa menjadi peluruh air seni, kecubung gunung menjadi obat antiasma, dan parijoto untuk mengobati sariawan. Sejumlah tanaman obat juga berkhasiat untuk mengatasi penyakit kronik. Misalnya ashitaba, yang disebut juga dengan seledri Jepang, dan Curcuma xanthoriza sebagai obat antikanker.

Ada juga daun Digitalis purpurea yang berkhasiat sebagai obat lemah jantung. Yang juga banyak dikenal adalah tanaman purwaceng, yang dipercaya sebagai afrodisiak atau dapat meningkatkan libido bagi pria. Tanaman ini umumnya diracik menjadi obat kuat tradisional. Teguh, penanggung jawab kebun tanaman obat ini mengatakan, koleksi tanaman obat ini dibudidayakan, dipanen, kemudian diracik dan diproduksi menjadi jamu atau obat tradisional.

Jamu yang sudah jadi lantas disalurkan untuk memenuhi kebutuhan pasien yang berobat di Klinik Saintifikasi Jamu Hortus Medicus di Tawangmangu. “Berapa kebutuhan jamu untuk pasien nanti dari sini yang mencukupinya. Semua obat tradisional dan jamu yang diproduksi benar-benar alami dan tanpa campuran bahan kimia,” kata Teguh kepada KORAN SINDO saat berkunjung Reseach Station.

Kebun tanaman obat ini juga tengah dikembangkan menjadi lokasi wisata kesehatan jamu, dengan keunggulan hawanya yang sejuk karena berada di lereng Gunung Lawu. Kepala B2P2TOOT Indah Yuning Prapti mengemukakan, pihaknya merupakan satu-satunya tempat di Indonesia yang menggarap jamu mulai dari hulu ke hilir mulai dari riset hingga mengembangkan komunitas.

Jamu yang merupakan produk asli dari negeri sendiri, diharapkan dapat dimanfaatkan untuk masyarakat sebagai salah satu pilihan pelayanan kesehatan tradisional, bahkan bisa go international. Sementara, diklat saintifikasi jamu yang dilaksanakan B2P2TOOT sejak 2010, kata dia, bertujuan menyiapkan sumber daya manusia (SDM) dalam hal ini dokter dan apoteker.

Mereka akan diajarkan terkait medikoetikolegal, metodologi penelitian, farmakodinamik, diagnostik holistik, dan praktik lapangan dalam upaya memperoleh bukti ilmiah atas manfaat jamu dalam menjaga dan memelihara kesehatan. Kegiatan ini juga dapat membuat jejaring bagi para dokter dan membantu pemerintah mengumpulkan data-data dari para dokter yang sedang atau tertarik berpraktik mengenai jamu.

“Terpenting adalah bagaimana mendorong para dokter menjadi pejuang bagi pemanfaat jamu kepada pelayanan kesehatan. Baik itu tradisional maupun konvensional sehingga bisa menjadi komplementer,” kata Indah. Diklat saintifikasi jamu B2P2TOOT telah dilaksanakan sebanyak XI angkatan serta diikuti oleh 390 dokter medis, baik TNI maupun non-TNI yang kini sudah tersebar di sejumlah layanan kesehatan.

Sebagai bentuk nyata atas komitmen untuk fokus mengembangkan produk kesehatan berbahan dasar herbal, SOHO Global Health turut andil pada diklat saintifikasi jamu tahun lalu yang diikuti sebanyak 30 dokter medis dari berbagai daerah. VP Sales & Marketing for Profesional Product SOHO Global Health Sugiharjo mengutarakan, agar produk obat dengan bahan herbal asli Indonesia dapat menjadi produk yang diandalkan dan diterima di semua kalangan serta mampu bersaing secara global,

maka mutunya harus ditingkatkan, keamanannya harus dibuktikan, dan khasiatnya harus diteliti serta dapat dibuktikan secara ilmiah. “Eksesnya adalah terciptanya kemandirian obat bagi bangsa Indonesia serta mampu meningkatkan kesejahteraan para petani herbal,” katanya.

Rendra hanggara
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5374 seconds (0.1#10.140)