Cegah Stunting, Anak Tumbuh Optimal
A
A
A
DI SAMPING stimulasi dari lingkungan, asupan nutrisi yang tepat dan bermanfaat merupakan faktor penting dalam mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Jika tidak, anak akan berisiko menderita tubuh pendek atau stuntingyang pastinya akan berdampak pada kesehatan dan kehidupannya kelak saat dewasa. Di Indonesia, data terakhir menunjukkan, sekitar 36% anak mengalami stunting. Ini berarti, 3 di antara 10 anak mengalami tinggi badan yang kurang atau pendek.
Padahal, tinggi badan menjadi ukuran sebenarnya kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Ini dikuatkan dengan hasil penelitian South East Asia Nutritions Surveys (SEANUTS), di mana dua temuan yang masih membutuhkan perhatian khusus adalah stuntingdan defisiensi vitamin D.
Dari data tersebut terungkap, sekitar 24,1% anak laki-laki dan 24,3% anak prempuan Indonesia mengalami stunting. Dua kasus ini cukup menjadi perhatian besar karena menjadi salah satu faktor penghambat tumbuh kembang anak secara optimal. Sementara menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, angka kasus stuntingdi 20 provinsi menunjukkan rata-rata 37,2%.
Ahli Endokrin Peneliti Masalah Pertumbuhan dan Genetik Pendek DR Dr Aman Bhakti Pulungan SpA (K) mengatakan, stuntingbukan hanya pertumbuhan terhambat (balita pendek), tetapi ada bahaya mendasar yang harus diwaspadai.
“Bahaya tersebut adalah terhambatnya perkembangan otak dan kapasitas kognitif anak. Namun, tidak semua anak yang pendek itu stunting,” ujarnya dalam acara media workshop Diskusi Cerdas Frisian Flag bertema “Tantangan Pencegahan Stunting dan Pentingnya Peranan Vitamin D dalam Masa Tumbuh Kembang Anak yang Optimal” di Double Tree Hotel, Cikini, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Tubuh stunting umumnya bisa dikarenakan dua faktor. Pertama, karena masalah endokrin atau hormonal. Kedua dan penyebab paling sering adalah nonendokrin, seperti infeksi kronik, gangguan nutrisi, kelainan saluran pencernaan, penyakit jantung bawaan, dan lainnya.
Perawakan pendek pada anak, tidak hanya menghambat perkembangan anak secara fisik, juga berdampak negatif yang akan berlangsung di dalam kehidupan selanjutnya. Studi menunjukkan, anakanak pendek menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang percaya diri, kurang sehat, dan lebih rentan terhadap penyakit tidak menular.
Selain isu stunting, fakta defisiensi vitamin D juga menjadi salah satu sorotan yang perlu diupayakan solusinya. Masalah vitamin D sangat bergantung pada pola hidup. Menurut Dr Fitrah Ernawati MSc, peneliti dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), pemenuhan vitamin D yang seimbang dapat membantu mengoptimalkan pertumbuhan fisik anak. “Selain itu, dapat menjaga sistem kekebalan tubuh sehingga mendukung anak dalam melakukan berbagai aktivitas,” tuturnya.
Mengenai asupan gizi, besaran kalori yang dibutuhkan untuk anak usia prasekolah usia 4–6 tahun yaitu sebesar 1.600 kkal dan anak usia sekolah dasar umur 7–12 tahun berkisar antara 1.800–2.200 kkal.
“Pertumbuhan fisik dan tulang yang optimal tidak hanya diperoleh dari asupan makanan yang dikonsumsi sehari-hari, juga dari intensitas sinar matahari yang diserap oleh tubuh,” sebut Fitrah.
Rendra hanggara
Jika tidak, anak akan berisiko menderita tubuh pendek atau stuntingyang pastinya akan berdampak pada kesehatan dan kehidupannya kelak saat dewasa. Di Indonesia, data terakhir menunjukkan, sekitar 36% anak mengalami stunting. Ini berarti, 3 di antara 10 anak mengalami tinggi badan yang kurang atau pendek.
Padahal, tinggi badan menjadi ukuran sebenarnya kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Ini dikuatkan dengan hasil penelitian South East Asia Nutritions Surveys (SEANUTS), di mana dua temuan yang masih membutuhkan perhatian khusus adalah stuntingdan defisiensi vitamin D.
Dari data tersebut terungkap, sekitar 24,1% anak laki-laki dan 24,3% anak prempuan Indonesia mengalami stunting. Dua kasus ini cukup menjadi perhatian besar karena menjadi salah satu faktor penghambat tumbuh kembang anak secara optimal. Sementara menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, angka kasus stuntingdi 20 provinsi menunjukkan rata-rata 37,2%.
Ahli Endokrin Peneliti Masalah Pertumbuhan dan Genetik Pendek DR Dr Aman Bhakti Pulungan SpA (K) mengatakan, stuntingbukan hanya pertumbuhan terhambat (balita pendek), tetapi ada bahaya mendasar yang harus diwaspadai.
“Bahaya tersebut adalah terhambatnya perkembangan otak dan kapasitas kognitif anak. Namun, tidak semua anak yang pendek itu stunting,” ujarnya dalam acara media workshop Diskusi Cerdas Frisian Flag bertema “Tantangan Pencegahan Stunting dan Pentingnya Peranan Vitamin D dalam Masa Tumbuh Kembang Anak yang Optimal” di Double Tree Hotel, Cikini, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Tubuh stunting umumnya bisa dikarenakan dua faktor. Pertama, karena masalah endokrin atau hormonal. Kedua dan penyebab paling sering adalah nonendokrin, seperti infeksi kronik, gangguan nutrisi, kelainan saluran pencernaan, penyakit jantung bawaan, dan lainnya.
Perawakan pendek pada anak, tidak hanya menghambat perkembangan anak secara fisik, juga berdampak negatif yang akan berlangsung di dalam kehidupan selanjutnya. Studi menunjukkan, anakanak pendek menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang percaya diri, kurang sehat, dan lebih rentan terhadap penyakit tidak menular.
Selain isu stunting, fakta defisiensi vitamin D juga menjadi salah satu sorotan yang perlu diupayakan solusinya. Masalah vitamin D sangat bergantung pada pola hidup. Menurut Dr Fitrah Ernawati MSc, peneliti dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), pemenuhan vitamin D yang seimbang dapat membantu mengoptimalkan pertumbuhan fisik anak. “Selain itu, dapat menjaga sistem kekebalan tubuh sehingga mendukung anak dalam melakukan berbagai aktivitas,” tuturnya.
Mengenai asupan gizi, besaran kalori yang dibutuhkan untuk anak usia prasekolah usia 4–6 tahun yaitu sebesar 1.600 kkal dan anak usia sekolah dasar umur 7–12 tahun berkisar antara 1.800–2.200 kkal.
“Pertumbuhan fisik dan tulang yang optimal tidak hanya diperoleh dari asupan makanan yang dikonsumsi sehari-hari, juga dari intensitas sinar matahari yang diserap oleh tubuh,” sebut Fitrah.
Rendra hanggara
(ftr)